Friday, November 09, 2012

Memoritmo

Data Buku :
Penulis : Ade Paloh, Anto Arief, Cholil Mahmud, Eross Chandra, Galih Sakti, Hasief Ardiasyah, Kartika Jahja, Maradilla Syachridar, Meng, Mikael Johani, Rain Chudori, Sammaria Simanjuntak, Sarah Deshita, Vabyo
Penerbit : Bukune
Bahasa : Indonesia
ISBN  : 6022200725
Rating : 3 out of 5 stars

Apa yang bikin saya tertarik beli buku ini? Karena salah satu penulisnya adalah penulis favorit saya yang entah kenapa kok ya belum juga bikin buku yang bikin saya pengen kasi 5 bintang.
Dan berhubung saya tuh tipe kepo, jadilah saya terus-terusan beli bukunya. Pokoknya belum mo berhenti ampe saya bisa nemu buku dia yang dapat bintang 5.
Jadinya, walau pun tahu buku ini kumcer (yang sebenarnya bikin saya alergi), saya tetap beli.

Ternyata saya salah. Ini bukan sekadar kumcer.
Ini lebih tepat dibilang kumpulan memori yang berhubungan dengan musik (apa itu kali ya artinya Memoritmo? Entahlah).
Adalah Maradilla Syachridar yang pertama menelurkan ide ini. Karena terkenang kembali akan suatu memori yang dihidupkan oleh sebuah lagu, dia jadi terpikir pastilah banyak orang lain yang juga memiliki soundtrack dalam hidupnya. Karena itu, dia membuat proyek Memoritmo, tantangannya adalah memilih satu dari sekian banyak lagu yang berkaitan dengan kehidupan kita. Lalu dia mengajak beberapa rekan yang hidupnya dekat dengan musik.

Jujur, saya paling payah kalo disuruh mereview kumcer kayak gini. Saya bingung kasih ratingnya gimana. Mendingan saya bahas satu persatu saja dan kasi rating per cerita. Berhubung bagian ini bakal kepanjangan kalo dijembreng di blog, saya kasih spoiler tag aja ya.
    

   

    SINOPSIS SINGKAT   

   

   

  

  1. Memori milik Eross Chandra yang paling saya suka dan akan saya bahas sendri nanti. 4 bintang.

  2. Lagu Djuwita Malam, tulisan Anto Arief bercerita tentang kisah cinta dengan seorang gadis. Tapi saya gagal paham hubungannya dengan lagu Djuwita Malam. 1 bintang.

  3. Mikael Johani dengan lagu Madu & Racun bercerita tentang musik yang bagaikan mesin waktu dan bisa membawa kenangan ke satu periode tertentu. Saya suka gaya tulisan dia. 3 bintang.

  4. Little Motel oleh Rain Chudori. Entah ini fiksi ato nyata. Chudori bercerita tentang aku & adikku yang menghabiskan satu periode di motel kecil. 2 bintang.

  5. Maradilla Syachridar membahas sulitnya memutus benang kasih yang terentang bahkan ketika cinta sudah lewat Strings That Tie To You. 3 bintang.

  6. Lewat Yeh Jo Halka Saroor Hae, Galih Ismoyo bercerita tentang pengalaman pertama Dimas (entah siapa dia) belajar ngaji. 2 bintang.

  7. Topik cinta memang gak ada matinya. Sarah Deshita menyarankan untuk jangan menyerah menunggu datangnya cinta sejati lewat True Love Waits. 3 bintang.

  8. Cholil Mahmud menceritakan efek musik Slank bagi perkembangan karirnya lewat Terbunuh Sepi. 2 bintang.

  9. Seorang gadis menganggap gelap adalah kuning. Warna itu melekat kuat dalam ingatan masa kecilnya lewat suatu memori berwarna kuning dan Bad Wisdom adalah soundtrack hidupnya. Entahlah apakah cerita Kartika Jahja ini fiksi atau nyata. Tapi gaya bertuturnya enak dibaca. 3 bintang.

  10. Meng Simamora mengenang sang ayah lewat lagu Moon River. Saya kasi 3,5 bintang lebih karena saya suka lagu dan tentang ayah-nya.

  11. Hasief Hardiansyah mengenang masa remajanya yang sudah lama berlalu lewat My Teen Years. 3 bintang.

  12. Lewat Do You Want To Know A Secret, Ade Paloh bercerita bagaimana Beatles mempengaruhi hidup dan membuka cakrawalanya. Hmm...otak saya memang segitu kapasitasnya. Saya gagal nangkap keindahan kata-kata dia. 1 bintang.

  13. Valiant Budi berbagi kisah tentang sahabat gadungan semasa SMA dulu lewat Sahabat Gelap. Kisah yang dialami (hampir) semua anak sekolah pria era 90an (eh sekarang masih gak ya?). Gaya bertutur Vabyo tetap kenes kayak biasa. 3,5 bintang.

  14. Sammaria Simandjuntak bercakap dengan seorang sahabat untuk terus mengejar kesempatan jadi penyanyi dan jangan hanya pasif menanti lewat Get Up & Go. Suka sama gaya bahasanya. 3,5 bintang.

   

   

   

 Kalo dirata-ratakan jadi 2,67. Bulatkan ke 3 bintang aja deh karena covernya keren (Ribet amat sih loe urusan bintang doang, wi :p)

Btw walau pun secara umum para memori di buku ini menarik dibaca, tapi ada satu yang saya sukaaa banget. Memori itu milik Eross Chandra yang bercerita tentang kecintaannya pada The Beatles lewat Across The Universe.

Terima kasih pada Ayah yang telah mengenalkan saya dengan musik lawas, sampai sekarang saya penggemar setia band jadul. Tersimpan dalam tubuh Lexie (ipod saya), di antara tembang milik Maroon 5, Jason Mraz, Bruno Mars, pasti bisa ditemukan lagu milik Everly Brothers, Engelbert Humperdinck, Frank Sinatra, bahkan sampai ke Broery Pesolima.

Dan di antara semua band jadul itu, Ayah paling suka dengan The Beatles. Buat Ayah saya, me-time favorit adalah bermain piano sambil bernyanyi (dan Ayah memang pianis dan penyanyi yang sangat baik). Biasanya, malam hari selesai praktek, Ayah akan sibuk berkencan dengan pianonya hingga larut malam.
Saya sudah jadi makhluk nocturnal sedari SD. Setelah tugas sekolah esok hari selesai dibuat, saya akan membaca novel hingga larut. Dan tempat baca favorit saya jelas sofa di ruang musik.
Kenapa di situ? Soalnya ruangan itu kedap suara. Saya bisa membaca tanpa terganggu suara berisik adik-adik saya.
Kebiasaan itu membuat saya secara tak langsung menemani Ayah tiap kali dia bermain piano walau pun kami jarang mengobrol. Kami adalah 2 manusia yang tenggelam dalam dunia masing-masing namun menikmati kehadiran satu sama lain.

Karena seringnya mendengar nyanyian Ayah, naturally saya menyukai lagu-lagu yang dinyanyikannya. Ayah mendukung minat saya itu. Kami bisa menghabiskan waktu berjam-jam, ngobrol tentang penyanyi favorit dan lagu kesukaan beliau. Ayah akan menjelaskan kisah hidup serta latar belakang lagu-lagu indah yang ditulis mereka. Dan favorit saya ketika Ayah memberi terjemahan tiap lagu yang saya minta lengkap dengan makna terselubungnya (jika ada). Come to think of it, itulah perkenalan awal saya dengan bahasa Inggris.

Yang paling sering Ayah bahas adalah The Beatles.
Selain karena beliau memang fans berat band tersebut (Ayah koleksi semua kaset, piringan hitam dan CD The Beatles), juga karena (menurut beliau) lirik lagu The Beatles begitu kaya dan punya makna yang luas. Contohnya Yesterday, yang memang pada dasarnya bercerita tentang break up, tapi toh bisa diaplikasikan dalam hal lain.

Dan berkat pengaruh Ayah, dengan segera saya pun jadi fans Beatles. Sementara teman-teman sekolah saya hafal lagu-lagu NKOTB atau Abang Tukang Bakso-nya Melissa (perbandingannya jauh ya), saya hafal lagu-lagunya Beatles. Di saat teman-teman berburu poster Jordan Knight, saya malah nyimpen gambar Paul McCartney di dompet saya. (Hey...Paul yang paling ganteng dulu).

Lagu Beatles kesukaan Ayah adalah Blackbird. Ayah pernah cerita kalo Blackbird diciptakan Paul untuk mengenang isu rasialisme di USA. Dalam lagunya, Paul berharap agar ras kulit hitam (blackbird) bisa bebas suatu saat nanti. Lagu ini di-release sekitar tahun 68-69. Waktu itu, kasus G30S-PKI sudah lewat, namun pembersihan komunis yang dilakukan rezim Suharto masih terus berlangsung, terutama untuk daerah luar jawa seperti di tempat Ayah.
 Blackbird singing in the dead of night 
Take these broken wings and learn to fly 
All your life  
You were only waiting for this moment to arise
Cerita Ayah, kalo saat itu ada orang yang dicurigai anggota PKI, maka habislah harapan hidup layak untuk dia dan keluarganya. Dan saat itulah, remaja seumuran Ayah mulai sering menyanyikan lagu Blackbird sebagai dukungan terselubung mereka pada tetangga/rekan yang dituduh antek komunis. Yah mereka memang hanya bisa mendukung diam-diam karena ketahuan berinteraksi dengan orang yang dicurigai komunis bisa fatal akibatnya. Dan memori pada lagu Blackbird terus dibawa Ayah sampai dia dewasa.

Memori itu diteruskan kepada saya dan membuat saya ikut menggemari Blackbird. Saking sukanya, saat beliau bermain piano, saya bisa request Blackbird dinyanyikan berulang-ulang. Bahkan saat saya mulai ngantuk, saya akan meminta Ayah memainkan Blackbird dan membuatnya jadi lullaby saya (Iya...saya emang punya hobi ketiduran di sofa ruang musik itu).

Namun seperti layaknya badai yang pasti berlalu, fanatisme saya pada Beatles juga berlalu.
Saya masih suka banget sama Beatles. Tapi saya sudah move on dan menemukan lagu serta band lain yang  juga bisa saya sukai. Tuntutan pergaulan (aih syedap) juga membuat saya makin jarang mantengin Ayah main piano. Namun sesekali, saya masih suka request pada Ayah untuk memainkan Blackbird di pianonya.

Seperti blackbird yang telah terbang, Ayah juga telah pergi kini. Beliau dan pianonya menjadi memori yang membeku sejak 8 tahun lalu ketika beliau dipanggil oleh-NYA. Dan saya biarkan memori tentang Beatles turut membeku walau masih setia menyimpan semua mp3nya dalam ipod.

Adalah tulisan Eross yang membangkitkan kembali memori itu. Eross memang bukan satu-satunya yang membahas Beatles di buku ini. Namun gaya bertutur Eross, kecintaannya yang sangat terasa pada Beatles, interpretasinya yang dalam namun luas pada lirik Across The Universe milik Beatles membuat saya teringat akan Ayah.
Dan memori yang telah membeku selama 8 tahun itu kini berpendar kembali...

Maka saya menyetel playlist "Drop of Heaven" dari Lexie yang memang dikhususkan untuk semua tembang The Beatles, menyuruh Lexie melantunkan Blackbird 2x sebagai opening lalu membiarkannya bebas menyanyikan tembang Beatles yang mana pun sambil mengenang masa lalu bersama Ayah.
Bahkan saat menuliskan review ini, Lexie masih setia menyanyikan lagu Beatles. Yap...sejak kemarin!
Ternyata, saya gak pernah bisa move on sepenuhnya dari The Beatles.

Just wanna say :
Thank you Beatles for the music
Thank you Erros Chandra for bringing back the memory
and
Thank you, Papi for all the lessons you've taught me. Our times together are still one of the happiest moment in my life. Love you :).
Blackbird fly, blackbird fly  
Into the light of the dark black night

PS : Gimana dengan si penulis-yang-karenanya-saya-beli-buku-ini?
Ah ternyata ceritanya kali ini pun belum bisa dirating 5 bintang. Saya hanya memberikan 3,5 bintang.
Tapi gapapa. Terus berkarya dan saya akan terus mengejar bukumu.

9 comments :

  1. Bukunya udah beredar luas belum ya? Salam kenal.

    ReplyDelete
  2. pantes kalo0 maen songpop jago lagu2 jadul XD, akkkk kapan2 pinjem ah :p

    ReplyDelete
  3. Jadi dalam sekian banyak cerita hanya satu ya wi? Itu juga karena memori tentang Ayah... Duh aku juga jadi kangen Ayah... (-̩̩̩-̩̩̩_-̩̩̩-̩̩̩)

    ReplyDelete
  4. @Alris Salam kenal :). Bukunya udah beredar luas kok. Saya belinya di Gramedia MOI, Jakarta

    @SULIS : Mo pinjem, lis? Biar sekalian dikirim sama buku lainnya

    @PUTRI : Iya sih, karena alasan pribadi. Tapi overall, a good reads kok.

    ReplyDelete
  5. suka dengan covernya.. :)
    *eh saya jadi nangis baca review ini*

    ReplyDelete
  6. Kayaknya aku ngga punya lagu OST bareng Bapakku semasa beliau masih ada deh. Yang ada juga lagu2nya Ebiet G ADE.

    Setuju sama desty, touching banget baca reviewmu, Dew.

    Eh, BTW, your failed author to get 5 stars itu si Vabyo ya? Hehe, asal nebak :)

    ReplyDelete
  7. @mbak desty & mbak Lila : eh kok terharu? Tapi makasi udah terharu :') *lho*

    iya, mbak Lila. Yg saya maksud emang Vabyo

    ReplyDelete
  8. Unsur intrinsiknya ada yg tau ga?kasih tau dong

    ReplyDelete
  9. Unsur intrinsiknya ada yg tau ga?kasih tau dong

    ReplyDelete