Judul : Touche Alchemist
Penulis : Windhy Puspitadewi
Penerbit : Gramedias Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2014
Paperback, 224 Pages
ISBN 13 : 9786020303352
Sinopsis :
Hiro Morrison, anak genius keturunan Jepang-Amerika, tak sengaja berkenalan dengan Detektif Samuel Hudson dari Kepolisian New York dan putrinya, Karen, saat terjadi suatu kasus pembunuhan. Hiro yang memiliki kemampuan membaca identitas kimia dari benda apa pun yang disentuhnya akhirnya dikontrak untuk menjadi konsultan bagi Kepolisian New York.Saya sudah baca beberapa buku Windhy sebelum ini. Dan semuanya setipe menurut saya : "kisah remaja dengan topik generik." Tau kan topik generik? Itu lho...yang ceritanya seputar cinta dan temenan aja. Masalah yang sebenarnya sepele tapi karena tokohnya remaja jadi aja dibesar-besarin deh itu masalah (yaa...waktu remaja saya juga kek gitu sih).
Suatu ketika pengeboman berantai terjadi dan kemampuan Hiro dibutuhkan lebih dari sebelumnya. Pada saat yang sama, muncul seseorang yang tampaknya mengetahui kemampuannya. Kasus pengeboman dan perkenalannya dengan orang itu mengubah semuanya, hingga kehidupan Hiro menjadi tidak sama lagi.
Makanya walopun mengakui Windhy punya gaya menulis yang ngalir dan enak banget dibaca , tapi saya tidak menganggapnya istimewa.Yah semacam....satu-lagi-penulis-bestseller-yang-bukan-selera-saya lah (maap ya, Win).
Sampe saya bertemu Touche dan Touche Alchemist.
Lalu pandangan saya pun berubah...
Dengan Touche-nya Windhy mengisahkan bahwa di dunia ini ada sekelompok orang yang punya "bakat" bermacam-macam. Ada yang bisa membaca pikiran orang dengan menyentuhnya (mind reader), merasakan perasaan orang yang disentuhnya (empath), menyerap habis isi 1 buku padahal cuma menyentuh sampulnya (data absorber) atau pun menemukan keberadaan orang lain hanya dengan menyentuh peta (track finder).
Liat kesamaan semua bakat yang saya sebut di atas? Yep...semua bakat itu bisa digunakan hanya ketika sang pemilik bakat menyentuh si "target". Makanya mereka dinamai kaum touche.
Point menarik dari dunia Touche ala Windhy adalah: banyak cerita yang bisa dikembangkan.
Ada begitu banyak kemampuan Touche, yang otomatis akan memberi konflik dan kisah yang berbeda juga. Windhy bisa menciptakan kemampuan Touche apapun yang dia mau sehingga kita bisa disuguhkan dengan kisah yang beragam.
Seperti di Touche Alchemist ini.
Hiro, tokoh utamanya, punya bakat mengetahui struktur kimia suatu benda bila disentuh. Hal ini membuat Hiro jadi punya kemampuan analisis yang bikin bengong. Karena touche-nya, Hiro jadi tahu kalo air yang ada di tubuh korban yang tenggelam itu air laut dan bukan air tawar (walopun kenapa gak ada yang coba jilatin air itu, saya juga gak tahu) (yatapi masa' juga ya ada yang mau jilatin air dari jenazah? #abaikan).
Hiro juga jadi bisa bedain air yang ada di TKP itu air dari mana dan bisa bedain struktur bom. Keren deh pokoknya. Makanya Hiro jadi konsultan kepolisian New York walopun umurnya masih 18 tahun.
Dan pembaca pun diajak untuk turut mengikuti kemampuan deduksi Hiro hingga menghasilkan analisis yang tajam, aktual dan terpercaya #halah.
Buat saya sih, bagian analisis-lah yang 'megang' di Alchemist, yang bikin saya jadi gak pengen ngelepasin novel ini. Ada yang bilang kalo gaya deduksi analisis Hiro menjiplak gaya analisis Sherlock Holmes.
Mungkin Windhy memang terinspirasi dari Sherlock ya. Tapi cerita detektif mana sih yang gak terinspirasi dari tokoh rekaan Conan Doyle itu? Bahkan Agatha Christie aja mengakui kalo Poirot itu terpengaruh dari Sherlock. Sebagian besar cerita detektif yang saya tahu memang ada yang tokohnya mirip. Semacam 'saling mempengaruhi'lah (iya...analisa sotoy).
Tapi itu bukan menjiplak. Dan menuduh Windhy menjiplak dari cerita Sherlock adalah tuduhan keterlaluan yang gak berdasar.
Di luar analisisnya, yang bikin buku ini 'ngebetahin' buat dibaca sampe akhir adalah gaya menulis Windhy yang ala-ala manga terjemahan itu. Entah gimana, tulisan Windhy selalu bikin kesan seperti baca manga. Kok bisa gitu ya? #nanyaserius
Yang enak juga, keliatan kalo Windhy serius menggarap Alchemist. Minimal keseriusannya bisa diliat dari usaha Windhy mencari lokasi-lokasi di New York yang bisa masuk ke dalam plot yang dia bangun. Dan dia nambahin peta supaya tipe pembaca visual tapi miskin imajinasi (iya itu saya) gak kesulitan baca buku ini.
Dan mumpung nyebut plot, saya cuma mau bilang kalo plot Alchemist cukup oke. Pace-nya cepat dan keseruannya terjaga sampe klimaks walopun pelaku udah bisa ditebak di 1/3 akhir buku.
Tapi gapapa. Buat saya sih, pengungkapan antagonis bukan hal paling penting di sebuah novel detektif. Saya malah lebih penasaran gimana sampai si detektif bisa menyimpulkan pelakunya. Dan dalam hal ini, Alchemist gak mengecewakan.
Tapi dengan semua kesalutan itu, sebenernya saya punya complain sih buat novel ini. Dan itu adalah usaha Windhy yang terlalu keras untuk membuat Hiro tampak cuek, dingin dan datar. Coba liat aja :
"..." jawab Hiro malas.
"..." desah Hiro malas.
"..." jawab Hiro dengan nada malas.
"..." jawab Hiro enteng.
"..." kata Hiro datar.
"...." kata Hiro kalem.
See? Harus banget lho penulis ngasi tahu nada suara Hiro di hampir setiap dialognya. Yaa...kalo masih di awal-awal buku sih gapapa. Tapi ampe akhir masih aja ada pemberitahuan kalo Hiro ngomong dengan enteng, datar, kalem. Akkkhh....saya bosen baca diulang-ulang mulu. Pas di pertengahan masiiihh aja dikasi tahu nada bicara Hiro, rasanya langsung pengen bilang : "Iye tahuuu. Dari awal juga nada bicara Hiro itu-itu aja kok."
Oh..sama...ini 1 lagi, sebenernya saya masih bingung dengan maksud sinopsis di back cover. Katanya Hiro berkenalan dengan seseorang yang membuat hidupnya tak lagi sama. Kalo orang yang dimaksud itu seseorang yang ada di Touche 1, saya gak ngeliat perubahan hidup Hiro di mana. Kok ya rasanya kehidupannya tetap sama.
Apa ini petunjuk bahwa akan ada Touche 3 yang membuat hidup Hiro berubah karena orang itu? #hayolho
Trus juga, buat saya sih Alchemist 'nanggung'. Mungkin karena targetnya remaja ato mungkin karena terbentur jumlah halaman sehingga kasus-kasus di Alchemist rasanya kurang di-explore. Kurang digali lebih dalam. Jadinya kentang.
Saya udah bilang kan kalo Touche itu punya potensi untuk dikembangkan? Saya bilang gitu setelah baca Touche 1. Di situ dikasi tahu kalo ada sekelompok orang jahat yang mengincar kaum Touche. Imajinasi liar saya sudah membayangkan adanya pertentangan antara kelompok touche jahat dan baik, semacam X Men gitu deh. Dan tadinya saya kira buku ke-2 ini nyebut-nyebut organisasi itu. Ternyata sama sekali nggak nyambung.
Sepertinya saya memang menaro ekspektasi ketinggian pada sebuah teenlit. X)
Eng ya sudahlah gapapa. Toh Touche Alchemist punya potensinya sendiri untuk dikembangkan (siapa tahu suatu hari Hiro ketemu kriminil jenius yang juga Touche? Jadi seperti pertarungan antara Sherlock dan Moriarty tapi versi Touche).
Saya berharap banget nantinya Windhy bisa mengembangkan dunia Touche dengan tokoh-tokoh yang lebih dewasa, kasus yang lebih rumit dan misteri yang lebih kelam. Yaa....semacam rumitnya novel Dan Brown lah. Saya yakin Windhy bisa kok. :)
Saya rating buku ini 3,5 bintang aja ya. Kenapa gak 4 bintang? Ya abis ada perasaan kentang itu. Dan covernya gak berhasil bujuk saya untuk nambahin setengah bintang walopun covernya lumayan bagus sih.
Tapi untuk saat ini, saya menghargai usaha Windhy untuk menulis teenlit yang beda dari biasanya. Yang gak melulu fokus di kisah cinta menye dan lebay #eh.
Salut, Win.
PS : Setelah segala ocehan saya di atas, Windhy bisa ngerti dong ya kalo saya mengaminkan segenap tuntutan fansnya agar Windhy segera memproduksi Touche 3.
Dunia Touche itu sangat kaya dan bisa dieksplorasi lebih dalam. Dan membiarkan dunia Touche terhenti sampai di sini saja adalah sebuah kejahatan literasi #hakdes
udah baca sebagian besar buku Windhy, kayaknya cuman kurang seri ini aja deh atau yg diterjemahin Gramedia (kecuali novel pertamanya) dan suka dengan gaya berceritanya yang lebih menyorot kisah persahabatan, bahkan ada buku yang bikin mata berkaca-kaca.
ReplyDeleteDari segi cerita kayaknya cukup seru, setipe X-Men atau kalo di buku Shatter Me, coba baca ah, lama juga g baca teenlit dari Gramedia :))
This comment has been removed by the author.
ReplyDeletewah kayak Heroes yah. Kavernya cakep, jadi pengen baca juga krn penasaran sama gaya nulis Windhy. Perasaan kok byk banget penulis yang namanya Windhy yah.
ReplyDeleteNice review dewi.
terdengar seperti cerita-cerita anime kebanyakan yak ._.
ReplyDeleteTokohnya mirip tokoh di QED karangan Motohiro Katou ya ._.
ReplyDeleteHahaha....Emang iya.
DeleteMungkin Windhy penggemar QED juga
ternyata bukan saya saja yang merasa gaya berceritanya manga/anime-ish
ReplyDelete