Thursday, March 29, 2012

Delirium

Judul: Delirium
Penulis: Lauren Oliver
Penerjemah: Vici Alfanani Purnomo
Penyunting: Prisca Primasari
Penerbit: Mizan Fantasi
Tahun: 2012
Hlm: 518
ISBN: 9789794336465

The most dangerous sicknesses are those that make us believe we are well
- Proverb 42, The Book of Shhh

Saya pernah membaca tentang kehidupan masyarakat Korea Utara yang sangat tertutup itu. Di sana, penggunaan listrik diatur, jam malam diberlakukan, pekerjaan ditentukan negara, bahkan hiburan pun dibatasi.
Akses internet? Informasi ke dunia luar? Hanya mimpi.
Meski begitu, masyarakat Korea Utara percaya (tepatnya terdoktrin) bahwa hidup mereka adalah hidup yg terbaik. Bahwa kehidupan di luar negara mereka adalah hidup yang menyedihkan dan  susah. Karenanya mereka sangat berterima kasih dan memuja presiden mereka (kala itu) Kim Jong Il.

Saya jadi terpikir, apa jadinya kalau suatu saat warga KorUt berkesempatan ke dunia luar dan menyadari bahwa hidup bebas di negara lain lebih menyenangkan dari negara mereka? Dan menyadari bahwa sistem komunis yang dianut negara mereka bukanlah sistem yang terbaik dan nilai-nilai yang diajarkan kemungkinan bohong belaka. Apakah mereka akan merasa terkhianati atau dibohongi?

Mungkinkah perasaan mereka sama dengan perasaan Lena Haloway saat pertama kali melihat Alam Liar?
I am no one special. I am just a single girl. I am five feet two inches tall and I am in-between in every way. But I have a secret.
Lena tinggal di Portland (USA) di suatu masa ketika Cinta dianggap penyakit menular mematikan dengan nama lain Amor Deliria Nervosa. Dipercaya Cinta sebagai penyebab perang, kebencian dan nafsu buruk. Untungnya, 43 tahun yang lalu ditemukan penawar untuk virus Cinta ini. Di masa lalu, warga negara yang telah berumur 18 tahun diwajibkan untuk mengikuti prosedur penyembuhan. Dan mereka yang menolak, diasingkan keluar dan hidup di Alam Liar (jadi ceritanya di seluruh negeri dibangun tembok pembatas untuk memisahkan daerah yang sudah disterilkan dari virus cinta).

Awalnya Lena bersemangat menanti gilirannya disembuhkan. Dia ngeri membayangkan hidup di bawah langit yang sama dengan virus cinta tanpa proteksi apapun dalam tubuhnya. Tapi semuanya berubah saat dia berkenalan dengan Alex Sheathes. Lena menyadari dia terindeksi  Amor Deliria Nervosa namun tak mampu mematikan perasaannya.

Alex memperkenalkannya pada dunia yang baru dan terasa seperti roller coaster. Alex juga menunjukkan pada Lena seperti apa rupa Alam Liar dan bagaimana rasanya bebas dari pengawasan pemerintah. Dan segera, Lena bisa melihat kekurangan yang ada di dunianya.

Betul...dunia tanpa cinta adalah dunia tanpa kesedihan. Tak ada rasa galau, kecewa atau pun patah hati, namun juga tak ada kebahagiaan dan tawa gembira. Dunia yang datar dan menyedihkan. Dan akhirnya Lena menyadari kebenaran kalimat ini : "You can't be happy unless you're unhappy sometimes".
Sungguh jauh dengan promosi pemerintah yang mendoktrin hidup jauh lebih baik tanpa cinta.
Dari Alex juga lah Lena mengetahui kenyataan di balik pemusnahan besar 43 tahun lalu dan membuat dia sadar seberapa besar kebohongan yang diciptakan pemerintahnya demi membasmi virus cinta.

Dia ingin memberontak dan melawan sistem. Dia ingin hidup bebas dan bahagia bersama Alex. Tapi apa yang bisa dia lakukan, seorang gadis yang biasa-biasa saja, melawan sebuah sistem yang sudah berlangsung puluhan tahun?
...You can build walls all the way to the sky and I will find a way to fly above them. You can try to pin me down with a hundred thousand arms, but I will find a way to resist...”
Walau pun sudah lama tertarik dengan buku ini, namun saya membutuhkan waktu 5 hari untuk menyelesaikann. Salahkan openingnya yang lamban, salahkan juga terjemahan di bab awal yang kurang mengalir. Juga salahkan suasana musim panas di buku ini, yang saking terasa-nya membuat saya ikutan merasa gerah dan jadi malas melanjutkan baca (halaaahhhh....diri sendiri yang males malah nyalahin yang lain :D).

Tapi bersabarlah melewatkan 3 bab awal, dan saya yakin Anda akan menikmati buku ini seperti yang saya alami. Tentunya hal ini sangat terbantu dengan karakter Alex yang bikin penasaran sekaligus klepek-klepek serta chemistry Alex dan Lena yang alami.
Juga side story yang mengharukan tentang cinta ibu Lena ke anak-anaknya. Bagian itu terasa mengharukan karena menunjukkan besarnya cinta sang ibu dan usahanya untuk menunjukkan pada putrinya kalau mereka dicintai walaupun harus dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
"...And there are many of us out there, more than you think. People who refuse to stop believing. People who refuse to come to earth. People who love in a world without walls, people who love into hate, into refusal, against hope,and without fear..."
Namun yang paling menarik adalah gambaran rinci mengenai gejala Amor Deliria Nervosa lengkap dengan prosedur penyembuhannya, suasana dan pola hidup masyarakat di jaman Lena, serta kerja sistem negara untuk memastikan semua warga aman dari virus cinta tersebut.
Yap perincian di atas itu memang membuat novel ini terasa lambat, namun toh saya menyadari bahwa hal ini memang perlu.

Untuk terjemahan, di bab awal memang kaku. Tapi makin ke belakang makin luwes kok. Dan setelah mengintip versi aslinya, saya malah jadi salut. Bayangin aja, kitab yang berisi panduan untuk hidup sehat, selamat dan tenteram atau disingkat "Psst" ternyata dalam versi aslinya berjudul "Shhh" (singkatan dari The Safety, Health, and Happiness Handbook). Woww...dari "Ssh" ke "Psst". Bisa pas gitu diubah namun gak mengubah arti judul kitab tersebut. Kereeennn! Sayangnya, diksi-diksi indah khas Lauren Oliver pun turut berubah. Yah...itu resiko sebuah buku terjemahan sih ya. Toh Mizan sudah berusaha maksimal untuk memberi terjemahan semirip mungkin.

Yang juga menarik adalah misteri-misteri seputar latar belakang Alex dan Lena yang diungkap secara perlahan oleh Lauren Oliver. Dan bikin geregetan karena sampai akhir masih ada misteri yang dirahasiakan (disimpan untuk buku kedua mungkin).
“...I love you. Remember. They cannot take it.
Sayangnya, masih ada beberapa hal yang menjadi tanda tanya saya. Misalnya saja : apakah Cinta hanya dianggap berbahaya di USA saja atau juga di negara lain? Kalo hanya di USA, kenapa warga Alam Liar gak mencoba cari suaka ke negara tetangga seperti Meksiko atau Kanada misalnya?
Lalu hal apa sih yang membuat Cinta dianggap sebagai penyakit mematikan? Cuma karena Cinta dianggap penyebab perang? Bagaimana dengan keserakahan dan ambisi? Apa itu juga penyebabnya karena cinta?

Hmm...saya berharap hal-hal ini akan lebih dibahas di buku kedua.

Dan sementara itu, 3,5 bintang untuk Delirium. Setengah bintang dikurangi karena cover versi Mizan tuh 'nggak banget, kalah jauh dibanding cover aslinya. 1 bintang lagi dikurangi untuk terjemahan yang kaku di awal.

“I know that life isn't life if you just float through it. I know that the whole point- the only point- is to find the things that matter and hold onto them and fight for them and refuse to let them go.” 

Monday, March 26, 2012

The Wind In The Willows

Data Buku :
Judul Terjemahan: Embusan Angin Di Pohon Dedalu
Penulis: Kenneth Grahame
Penerjemah: Rini Nurul Badariah
Penerbit: Mahda Books
Terbit: April 2010
Tebal: 134 hlm

Buku ini mengisahkan persahabatan empat hewan yang bermukim di sekitar tepi sungai. Persahabatan antara Molly - si tikus tanah yang pemalu namun haus akan petualangan, Ratty - si tikus air ramah yang sangat mencintai rumahnya, Katak yang ceroboh dan suka membanggakan diri serta Luak yang senang menyendiri dan bijaksana.

Kisah dimulai di suatu pagi musim semi saat Molly sedang membersihkan rumahnya. Tiba-tiba ada hasrat kuat memanggil untuk pergi ke Dunia Atas. Secara impulsif, Molly mengikuti dorongan hasratnya. Di atas, dia terkesima dengan keindahan padang bunga. Dan lebih terkesima lagi sewaktu menemukan Sungai. Saat itulah dia berkenalan dengan Ratty, si tikus air.

Mengetahui kawan barunya belum pernah menyusuri sungai, Ratty pun mengajak Molly untuk naik perahunya. Dalam perjalanan itu, Molly berkenalan dengan Tuan Berang-berang dan Katak serta melihat sekilas Tuan Luak. Pesiar di Tepi Sungai ini akhirnya berkembang menjadi ajakan menginap di tempat Ratty.

Setelah beberapa bulan menginap di rumah Ratty, Molly pun berkenalan dengan Tuan Katak. Di kalangan teman-temannya, Katak dikenal punya banyak kegemaran namun mudah bosan dan gampang  beralih ke hal baru. Misalnya di suatu hari dia tergila-gila dengan perahu layar, besoknya dia beralih ke rumah tongkang, lalu rumah perahu kemudian perahu balap. Saat Molly berkenalan dengan Katak, kebetulan Katak sedang gemar dengan kereta gipsi. Namun hobi ini pun dengan cepat teralihkan ke mobil.

Kegilaan Katak pada mobil sudah mencapai tahap berlebihan, hingga membuatnya mendapat beberapa kecelakaan. Hal ini menjadi keprihatinan Molly dan Ratty hingga membuat mereka menceritakan perihal kegemaran baru Katak ini kepada Luak saat mereka kebetulan berkunjung ke rumahnya.
Luak yang juga prihatin mengajak kedua kawannya untuk menyadarkan Katak saat musim semi tiba nanti (btw ada yang sadarkah, dengan kalimat Luak ini artinya Molly sudah hampir 1 tahun tinggal bersama Ratty? Karena cerita ini dimulai saat musim semi)

Dan tibalah musim semi...

Luak, Ratty dan Molly mengurung Katak dalam kamarnya dan bergiliran menjaga. Namun berkat kecerdikannya, Katak berhasil kabur dari penjagaan Ratty. Di pelariannya, Katak mencuri mobil yang membuatnya tertangkap polisi dan dihukum 20 tahun penjara.
Jerakah Katak?
Oho...Jelas tidak! Berkat muslihatnya, lagi-lagi Katak berhasil kabur dari penjara dan kembali memulai petualangan gila-gilaannya.

Tinggallah ketiga sahabatnya yang berusaha mencari cara untuk menyadarkan Katak dan membuatnya menjadi Katak yang bijaksana.
"Lagi pula, yang membuat liburan jadi menyenangkan bukanlah banyak beristirahat, melainkan melihat makhluk-makhluk lain sibuk bekerja."
-Molly-
Sebagai fabel, cerita ini tergolong ringan, namun ada hal-hal yang bisa saya petik. Pertama tentang persahabatan ke-4 tokohnya yang tulus dan saling mendukung walau pun sudah dikecewakan. Susah menemukan sahabat sejati seperti itu di jaman sekarang.

Saya juga belajar dari keramahan Ratty pada orang asing. Di dunia yang penuh orang jahat ini, kita (eh saya sih) cenderung berprasangka pada orang asing yang saya temui di jalan. Padahal kalo saja saya mau lebih membuka diri dan ramah pada orang asing seperti Ratty, mana tahu saya akan menemukan sahabat sejati seperti Molly.

Bahkan dari Katak pun saya belajar untuk bertindak dengan lebih hati-hati dan tidak menurutkan nafsu, walau pun juga jangan menolak hasrat berpetualang yang ada dalam diri.

Dan saya merasa menemukan diri saya pada sosok Molly.
Bukan soal pemalunya karena saya gak sepemalu dan serendah hati dia. Tapi pada perasaan Molly yang setelah bertualang pun, ternyata masih merindukan rumah. Saya juga begitu. Sejauh-jauhnya saya pergi, pada akhirnya saya juga kangen sama rumah. Dan sama seperti Molly, senang rasanya mengetahui saya selalu punya tempat untuk pulang.

"Ia tidak ingin mengabaikan kehidupan barunya. Dunia di atas sana terlalu menarik. Tempat itu memanggil-manggil ke dalam dirinya. Namun sungguh melegakan karena dia punya tempat untuk pulang, rumahnya sendiri, hal-hal yang pasti membuatnya merasa diterima. Sungai adalah tempat bertualang. Di sini adalah rumahnya." (hlm 57)

Buku yang saya baca ini adalah versi terjemahan Mahda Books. Covernya bagus banget, ilustrasi di dalamnya juga cantik dan sesuai dengan penggambaran Mr. Grahame tentang keadaan Tepi Sungai. Saya seakan bisa merasakan kedamaian sungai dan keramahan penghuninya melalui ilustrasi di buku tersebut.

Sayang, saya merasa ada yang aneh dengan versi terjemahan ini. Rasanya seakan ada missing parts dalam buku ini. Seperti sewaktu Katak melarikan diri, tak ada penjelasan lebih lanjut tentang keadaan ketiga kawannya yang ditinggalkan. Juga sewaktu Katak ditangkap Polisi, tak ada penjelasan bagaimana Katak bisa sampai ditangkap polisi. Yang saya tahu, setelah Katak mencuri mobil, tiba-tiba saja dia sudah diadili.

Saya sempat terpikir apakah terjemahan ini abridged version?
Hasil googling membuat saya berpikir ini bukan abridged version. Karena menurut penjelasan Mbah Wiki, pada abridged version biasanya ada 3 bab yang dihilangkan. Ketiga bab itu adalah :
1. Saat Molly tiba-tiba homesick dan ingin kembali ke rumahnya walau hanya semalam
2. Saat Ratty merasa resah dan kemudian bertemu dengan Tikus Kapal. Si Tikus Kapal menyarankan Ratty untuk bertualang. Dan Ratty yang tipe orang "rumahan" langsung dipenuhi hasrat untuk berpetualang. Untunglah Molly yang mengenalnya dengan baik berhasil mencegah niat Ratty.
3. Saat Ratty dan Molly mencari anak pak berang-berang yang hilang dan secara tak sengaja mereka bertemu Dewa Pan.
Ketiga bab ini memang tak berhubungan dengan plot utama, seolah hanya bab tambahan. Karena itu pada abridged version, ketiga bab ini biasanya dihilangkan.
Versi Mahda memuat ketiga bab ini, karena itu saya berkesimpulan ini bukan abridged version.

Mesti begitu saya tetap penasaran dan membaca ulang versi aslinya (baca online di Goodreads).
Hasilnya?
Memang ada bagian yang dipotong. Mestinya ada cerita yang lebih panjang pada bagian-bagian yang saya anggap janggal tadi.
Dan ada juga adegan-adegan tambahan lain yang tidak ada di buku terjemahan dan tidak saya antisipasi sebelumnya.

Kenapa sampai terjadi hal seperti ini?
Entah...saya juga gak ngerti.
Yang saya tahu, saya kecewa dengan adanya pemotongan ini dan memutuskan mengurangi bintang versi terjemahan. Walau pun saya harus memberi selamat untuk penerjemahannya yang bagus. Hasil dari membandingkan versi asli dan terjemahan, saya berkesimpulan versi Mahda mampu menerjemahkan dengan baik keindahan kalimat-kalimat Kenneth Grahame

So...4 bintang untuk versi original, dan 3,5 bintang untuk versi terjemahan.

Tambahan :

Secara kebetulan, channel Fox Movies Premium menayangan The Wind In The Willows di bulan Maret ini.
Versi yang ditayangkan adalah versi tahun 1996 yang ini.
Seperti yang dilihat, semua tokoh hewannya diperankan oleh manusia, tapi hebatnya mereka bisa berakting persis seperti Tikus Tanah, Tikus Air, Luak dan Katak.
Terutama Katak! Miriiip banget dengan Katak beneran.

Dari segi cerita sih agak beda. Contohnya awal Molly keluar ke dunia atas itu bukan karena ada panggilan. Tapi karena rumahnya tergusur. Usut punya usut, Katak (sebagai pemilik lahan Molly) yang menjual lahan itu sebagai uang pembeli kereta gipsi. Masih ada perbedaan-perbedaan lain yang dibuat dengan tujuan lebih dramatis tapi secara keseluruhan saya sih puas menonton adaptasi The Wind In The Willows yang ini.

Oya...review ini diposting dalam rangka baca bareng Bulan Maret bersama BBI dan komunitas @bacaklasik. Sekaligus memperingati ulang tahun pengarangnya, Kenneth Grahame

Favourite Part from The Book :
“It's a goodly life that you lead, friends; no doubt the best in the world, if only you are strong enough to lead it!' 

'Yes, it's the life, the only life, to live,' responded the Water Rat dreamily, and without his usual whole-hearted conviction. 


'I did not exactly say that,' the stranger replied cautiously, 'but no doubt it's the best. I've tried it, and I know. And because I've tried it - six months of it - and know it's the best, here I am, footsore and hungry, tramping away from it, tramping southward, following the old call, back to the old life, the life which is mine and which will not let me go.” 

(page 93)