Showing posts with label Gayle Forman. Show all posts
Showing posts with label Gayle Forman. Show all posts

Sunday, October 30, 2011

Setelah Dia Pergi

Judul Asli : Where She Went
Pengarang : Gayle Forman
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Alih bahasa : Poppy D. Chusfani
Editor : Dini Pandia
Publish : 27 Oktober 2011
ISBN / EAN : 9789792276503 / 9789792276503
240 hlm; 20 cm

Buku ini merupakan lanjutan If I Stay yang juga karangan Gayle Forman. Jadi...kalau anda memang belum membaca If I Stay, please jangan baca review ini. Karena, tanpa bisa dihindari, review ini akan memberi spoiler pada ending If I Stay dan akan mengurangi keasyikan membaca If I Stay nantinya.

"She kissed me good-bye. She told me that she loved me more than life itself. Then she stepped through security. She never came back."
-Adam Wilde-
Cerita dimulai tiga tahun sejak kecelakaan tragis yang merenggut keluarga Mia. Dan tiga tahun juga sejak Mia keluar dari kehidupan Adam.
 Dalam tiga tahun ini, Mia berjuang menyembuhkan luka fisik dan jiwa yang dialaminya karena kecelakaan. Sekarang, dia adalah cellist muda berbakat dari Juilliard yang akan memulai karier profesionalnya.

Dalam tiga tahun ini juga, Adam berusaha keras melupakan Mia. Sekarang ini, Adam sudah menjadi bintang rock terkenal, diganjar berbagai platinum dan award, pengidap anxiety disorder dan berubah jadi sosok yang pahit. Adam sadar dia berjalan menuju kehancuran walau tak tahu bagaimana menghentikan dirinya.

Suatu hari yang panas di New York, takdir mempertemukan mereka lagi. Tersedia waktu 24 jam untuk bersama sebelum masing - masing pergi ke benua yang berbeda. Maka Mia mengajak Adam untuk menjelajahi kota yang sekarang menjadi rumahnya sambil mengunjungi masa lalu, untuk membuat sebuah 'closure' atau penutup pada hubungan mereka yang mengambang. Dan juga untuk menjawab pertanyaan terbesar Adam selama 3 tahun ini :  "KENAPA??!!" Kenapa Mia pergi dan kenapa dia melakukan ini pada Adam? 
"Someone wake me when it's over. When the evening silence softens golden. Just lay me on a bed of clover. Oh I need help with this burden." 
Collateral Damage - Hush
Where She Went (WSW) adalah cerita-nya Adam. Sebagai narator tunggal, Adam bercerita tentang hidupnya, kariernya yang meroket, kehampaan dan kepedihannya juga kenangan hidupnya dengan dan tanpa Mia. Sama dengan If I Stay, novel ini juga bercerita dengan gaya flashback, dari masa kini-ke masa lalu-dan kembali ke masa kini.

Saya pernah bilang yang saya suka dari If I Stay adalah karakter Mia dan Adam yang realistis. Di buku ini, sisi realistis itu masih terjaga, walau tentu saja mereka sudah berubah.
Mia jelas berubah. Gak ada yang bisa tetap sama setelah melewati peristiwa tragis itu. Perubahan Mia lebih menarik dibaca langsung di bukunya, karena itu gak saya spoil disini ^-^

Adam...yah dia jelas berubah juga. Sayang perubahannya ke arah yang lebih buruk. Tapi disinilah hebatnya Forman, walau tak setuju dengan perubahan Adam, namun saya bisa mengerti. Forman bisa meyakinkan saya bahwa perubahan Adam wajar saja. Dia membuat Adam jadi karakter yang emo tapi gak menye dan mellow. Sehingga bukannya kesal sama Adam (saya suka kesal sama tokoh cowok yang terlalu emo), saya malah bersimpati.

Sejujurnya, saya terharu pada Adam.
Waktu baca If I Stay, karena membaca hanya dari sisi Mia, saya gak memahami seberapa dalamnya perasaan Adam ke Mia. Saya pikir jenis cinta mereka hanyalah cinta monyet masa remaja.

Ternyata saya salah.
Lewat cerita Adam, saya tahu bahwa sejak awal dia sudah serius dengan Mia. Bagi Adam, ini adalah cinta yang nyata, dan karenanya, saya bisa paham mengapa dia hancur ketika Mia pergi. Saya ikut merasakan kegeraman dan rasa penasaran Adam terhadap Mia.

Saya ikut bersedih untuk Adam ketika mengetahui alasan di balik kepergian Mia. Tapi akhirnya, sama seperti Adam, saya bisa menerima alasan Mia dan setuju ketika Adam mengikhlaskan apa pun keputusan Mia, termasuk melepaskannya bila perlu.
"Hate me. Devastate me. Annihilate me. Re-create me. Re-create me. Won't you, won't you won't you re-create me."
 -Collateral Damage-
Yang juga saya suka di WSW ini adalah chemistry Mia dan Adam yang makin bagus. Seperti yang saya bilang, Adam sudah berubah. Tapi saya bisa melihat kembalinya Adam yang dulu setelah dia bertemu Mia lagi. Hanya Mia yang bisa mengeluarkan sisi terbaik Adam. And for me, that's sweet :)

Oh and I love the ending too.
Nope, I won't spoil it here. I'd just say that Forman tied the ending with a red ribbon but not too tight :)
"Are you happy in your misery? Resting peaceful in desolation? It's the final tie that binds us. The sole source of my consolation"
Collateral Damage - Blue
Buat saya, kekurangan di seri ke-2 ini adalah musik.
Musik sangat berperan bagi hubungan Mia dan Adam. Musik-lah alasan perkenalan sekaligus penghias kebersamaan mereka. Musik-lah yang membantu Mia dalam pemulihan pasca kecelakaan. Musik juga yang menjadi pelarian Adam setelah ditinggal Mia. Dan pada akhirnya, musik yang mempertemukan mereka lagi.

Dengan peran sebesar itu, mestinya musik menjadi nafas di buku ini. Tapi somehow, entah kenapa, musik tidak mempunyai kesan yang kuat bagi pembaca. Minimal tidak sekuat buku pertamanya.

Tapi biar begitu, sepanjang membaca buku ini, ada 2 lagu yang bermain di benak saya. Yang pertama adalah Waiting For The End-nya Linkin Park. Yang kedua, sejak Adam bertransformasi setelah bertemu Mia, lagu yang terngiang adalah The Only Exception-nya Paramore.
"First you inspect me. Then you dissect me. Then you reject me. I wait for the day that you'll resurrect me"
Collateral Damage - Animate
Cover versi GPU menggambarkan sisi belakang sebuah gitar yang disandarkan pada pintu usang bercat hijau. Dari cover-nya, saya mendapat 'feel' suasana musim panas, seseorang yang jenuh atau lelah dengan kehidupannya dan ingin berbalik dari dunia. Cover yang cantik dan sangat menggambarkan isi buku ini. Cover designer-nya memang favorit saya : Marcel A.W.
Dan jelas menang jauh dibanding cover aslinya.

Untuk terjemahan, hmm...entah lah ya. Saya terharu sih waktu baca. Tapi gak sampai nangis juga. Beda banget dengan review-review di goodreads yang bilang ini "tearjerker book".
Ada apa? Salah penerjemahan kah?
Tapi penerjemahnya sama kok dengan di If I Stay. Dan beliau itu salah 1 penerjemah favorit saya.

Karena penasaran, saya membaca versi US-nya. Dan ternyata...mata saya berkaca - kaca. Saya memang lebih merasa terharu tapi tetap aja gak sampai menangis.

Berarti gak ada yang salah dengan terjemahan GPU. Memang begitu lah cara Forman menulis WSW, berjiwa namun kurang emosional. Seenggaknya gak seemosional If I Stay klo menurut saya. Fyuh...thanks, GPU. U still do not fail me :).

And then...
Menurut saya Where She Went sangat layak dibaca. Untuk menjawab rasa penasaran akan If I Stay, untuk melihat kelanjutan kisah Adam dan Mia. Dan terutama untuk belajar dari mereka tentang mengatasi kehilangan.

Empat bintang untuk Where She Went baik versi terjemahan mau pun versi US.

PS : Saya sih berharap GPU akan tetap menerbitkan karya-karya Forman yang lainnya. ^_^

Quote of the book :
"But I'd do it again. I know that know. I'd make that promise a thousand times over and lose her a thousand times over to have heard her play last night or to see her in the morning sunlight. Or even without that. Just to know that she's somewhere out there. Alive."
-Adam Wilde-

Thursday, October 27, 2011

Jika Aku Tetap Disini

Judul Asli : If I Stay
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Alih bahasa : Poppy D. Chusfani
Editor : Dini Pandia
Publish : 8 Februari 2011



“I realize now that dying is easy. Living is hard.” 
-Mia Hall- 

Buku ini bercerita tentang Mia, seorang pemain Cello berbakat berumur 17 tahun. Kehidupan Mia normal saja dengan keluarga yang harmonis dan pacar yang menyayanginya.
Masalah terbesar Mia dalam hidup adalah memutuskan apakah dia akan ke New York demi mengejar mimpi masuk Juilliard atau tetap tinggal di kota kecilnya bersama keluarga dan pacar tercinta. Should she stay or should she leave?

Di suatu hari bersalju, kehidupan Mia berubah. Kecelakaan naas menimpa mobil yang ditumpangi keluarga Mia. Mia tak tahu pasti apa yang terjadi. Yang dia tahu, sewaktu sadar, dia melihat kedua orang tuanya dalam kondisi mengenaskan dan adiknya entah dimana. Berikutnya, Mia (ato lebih tepat: rohnya Mia) melihat tubuhnya dibawa ke RS hingga masuk ICU. Dia koma dan tak ada yang tahu, apakah dia akan sadar lagi atau tidak.
Dan pertanyaan yang dihadapi Mia tetap sama : Should she stay or should she leave?
"Well, what was that? What's that sound that I hear? It's just my lifetime. It's just whistling past my ear. And when I look back everything seems smaller than life. The way it's been for so long since last night..."
-Waiting for Vengeance-
Novel ini diambil dari sudut pandang Mia hingga rasanya benar-benar seperti Mia sendiri yang bercerita kepada kita. Sambil turut mengawasi fisik Mia yang sedang dirawat dan melihat para penjenguknya, dalam sehari itu Mia juga akan bercerita pada kita tentang keluarganya, Adam (kekasihnya) dan kecintaannya pada musik klasik. Juga pada dilema yang dihadapi Mia untuk tetap tinggal atau pergi. Sebagai pembaca, tentu saja sejak awal saya berharap dia tinggal, namun melalui penuturan Mia, saya paham jika dia ingin pergi.
Tenang...walau pun cerita di novel ini tragis, tapi gak mellow kok. Anda akan merasa terharu pada Mia, tapi gak akan sampai meratapi nasibnya ;).

Menurut saya, tema terbesar di buku ini bukanlah tentang hidup dan mati. Tapi tentang pilihan-pilihan yang kita hadapi sepanjang hidup. Dan bukan hanya Mia.
Di buku ini, ada beberapa karakter yang hidupnya berjalan tidak sesuai dengan yang diniatkan pada awalnya. But that's okay. Cause that's life. Not everything could goes the way you've planned it. Ucapan Ayah Mia cukup mewakili tema buku ini : "Sometimes you make choices in life and sometimes choices make you."
“And that's just it, isn't it? That's how we manage to survive the loss. Because love, it never dies, it never goes away, it never fades, so long as you hang on to it."
-Mia Hall-
Salah satu hal yang paling saya suka dari buku ini, adalah karakternya yang realistis. Disini gak ada cowok 'vampir-romantis-rela-berkorban', gak ada juga cowok 'miliuner-namun-enggan-berkomitmen' ato pria bangsawan nan angkuh. Yang ada hanya Adam, anak band biasa saja yang mencintai Mia dengan tulus.
Gak ada cewek menye-menye yang egois, gak ada lady yang cantik namun miskin, atau gadis cerdas tapi sok tahu. Yang ada cuma Mia, siswa dengan prestasi akademis biasa saja dan 'rada' serius yang pas untuk anak pendiam sepertinya.

Dan semua karakter yang realistis ini membuat kita merasa kenal pada Mia dan bersimpati karena merasa bahwa apa yang menimpanya dapat juga menimpa kita.
 “I'm not sure this is a world I belong in anymore. I'm not sure that I want to wake up.”
-Mia Hall-
Minus di buku ini?
Kurang tebal, kurang banyak :D.
Awalnya saya juga protes tentang ending-nya. Soalnya kok ya gitu aja. Setelah kita tahu apa keputusan Mia, langsung tamat ceritanya. Jadi kurang puas. Protes saya berakhir ketika tahu bahwa buku ini masih ada lanjutannya. Syukurlah :)
“It's okay if you want to go. Everyone wants you to stay. I want you to stay more than I've ever wanted anything in my life. But that's what I want and I could see why it might not be what you want. So I just wanted to tell you that I understand if you go. It's okay if you have to leave us. It's okay if you want to stop fighting."
-Gramps-
Dari segi cover, saya suka banget dengan cover buku ini. Sebuah bangku merah dengan latar belakang musim dingin yang kelabu. Suasana hening dan muram dalam buku ini sangat terwakilkan oleh covernya. Saya sudah melihat macam-macam versi cover If I Stay dari berbagai negara, dan tetap saja paling suka dengan versi cover Gramedia.

Untuk terjemahan, waktu saya membaca buku ini dalam bahasa aslinya, menurut saya suasana yang cocok untuk mendapatkan 'feel' buku ini adalah : cuaca dingin, berlindung di balik selimut, ditemani Pathetique Sonata-nya Beethoven atau Ballad no 1-nya Chopin.

Lalu kalau gak punya itu semua gimana?
Gak masalah kok :).
Saya membaca buku versi terjemahan GPU saat liburan ke Belitung, di pinggir pantai yang panasnya 'naujubile' dan berisik banget. Yang terjadi adalah saya lupa dengan panas di sekitar dan sonata-nya Beethoven serta Chopin terus bermain di kepala saya.

Kok bisa?

Jelas bisa-lah. Saya juga gak terlalu paham. Tapi ada sesuatu dalam bahasa terjemahan GPU yang mampu membuat suasana dingin dan hening di buku menjadi terasa nyata. Versi terjemahan GPU juga bisa menyampaikan kesedihan dan keharuan yang dituliskan Gayle Forman.

Salut buat penerjemah, editor, ilustrator cover, proofreader (ada gak sih?) dan semua pihak di GPU yang bisa menghidupkan buku ini sebagus yang dituliskan Forman. You guys really did a very good job :).

Akhir kata, saya merekomendasikan buku ini sebagai bacaan wajib. Saya gak bisa janji bahwa anda akan merasa tersentuh atau terharu seperti saya. Tapi saya bisa jamin, anda gak akan menyesal meluangkan waktu dan dana untuk membacanya karena buku ini benar - benar layak dibaca :).

Empat bintang untuk If I Stay versi US dan 4,5 bintang untuk versi terjemahan GPU (setengah bintang khusus untuk cover-nya yang cantik).

PS : Menurut berita sih, buku ini akan difilmkan dengan Dakota Fanning sebagai Mia. Yeaayy...gak sabar nunggunya. Fanning salah satu aktris favorit saya (^_^)

Quote of the book:
“If you stay, I'll do whatever you want. I'll quit the band, go with you to New York. But if you need me to go away, I'll do that, too. I was talking to Liz and she said maybe coming back to your old life would be too painful, that maybe it'd be easier for you to erase us. And that would suck, but I'd do it. I can lose you like that if I don't lose you today. I'll let you go. If you stay.”
-Adam Wilde-