Thursday, January 31, 2013

Caldas

Data Buku :
Judul : Caldas
Judul Inggris: The Story of A Shipwrecked Sailor
Penulis: Gabriel Garcia Marquez
Penerjemah: Rizadini
Penerbit: Pustaka Sastra LKis Yogyakarta xvi + 124 hlm
Rating : 5 out of 5 stars

Jujur, saya merasa terintimidasi menulis review ini >.<
Gimana nggak, rekan saya Bang Helvry sudah membuat review yang sangat komprehensif untuk buku ini (sila baca review dia di sini). Saking komplitnya review beliau, saya gak tahu mo nulis apa lagi. Rasanya cuma kepengen nulis gini : "Untuk review yang mumpuni, sila baca review ini" sambil memberi tautan ke blog bang Helvry. Boleh gitu aja gak sih? X) #DikeplakBebi

Okeh..yuk kita mulai review ini...

Di bulan Maret 1958, seorang pelaut ditemukan terdampar di sekitar pesisir Mulatos, Kolombia.
Belakangan diketahui pelaut yang bernama Luis Alejandro Velasco itu adalah awak dari kapal Caldas, sebuah kapal perusak milik Kolombia.
Sekitar sepuluh hari yang lalu,  Caldas dihantam ombak besar yang menyebabkan beberapa awaknya terlempar ke laut. Sudah dilakukan pencarian untuk menemukan kru Caldas yang hilang, namun tak membawa hasil.

Karenanya, Luis Alejandro Velasco pun disambut bak pahlawan. Semua mengelu-elukan kemampuannya bertahan hidup selama 10 hari di lautan hanya dengan air laut, beberapa kartu nama, sebuah jam tangan, dan sebuah kunci. Dan biar saya tekankan : tanpa makanan! (Well...itu kalo burung camar mentah gak dianggap makanan).
Dengan segera, Velasco menangguk popularitas. Dia muncul di tv nasional untuk bercerita tentang petualangannya, dikontrak sebagai bintang iklan mulai dari iklan jam tangan hingga sepatu.

Adalah kejutan bagi pihak surat kabar El Espectador ketika suatu hari Velasco muncul di kantor mereka dan menawarkan untuk menceritakan kisah sebenarnya. Pada awalnya pihak redaksi tak tertarik. Sudah satu bulan berlalu sejak perisitiwa menghebohkan itu, sudah banyak pula kisahnya beredar. Untuk apa mereka menyiarkan berita usang?
Tapi direktur El Espectador punya pendapat lain. Dia yakin ada hal-hal yang belum terungkap dari kisah-kisah yang sudah beredar tentang Velasco. Maka ditugaskanlah Gabriel Garcia Marquez (yang waktu itu masih jurnalis muda) untuk menuliskan petualangan Velasco.

Saya sudah penasaran dengan buku ini sejak membaca review Bang Helvry itu (saya emang suka kisah non fiksi macam gini sih). Rasa penasaran itu semakin bertambah waktu baca bab "Pengantar Penulis Kisah di Balik Cerita" dan Garcia Marquez menulis begini :
"Kami tidak menyadari bahwa ketika kami mencoba menggali petualangan itu menit demi menit, penyelidikan kami yang mendalam dan terus menerus itu justru membawa kami pada petualangan baru yang menimbulkan kegemparan sehingga si pelaut harus melepaskan gelar kehormatan yang dianugerahkan kepadanya, dan aku nyaris dikuliti hidup-hidup."
Wow...apa yang terjadi? Kenapa Velasco dan Marquez sampai harus mengalami kejadian seperti itu? Seamis apakah misteri yang tersembunyi di balik tenggelamnya awak Caldas?
Dan rasa penasaran ini mencapai puncak ketika di halaman berikutnya Marquez menuliskan ini :
"Kekagetanku yang kedua, dan yang lebih mengekutkan, ketika aku meminta Luis Alejandro Velasco menggambarkan badai yang menyebabkan malapetaka itu. Menyadari bahwa pernyataannya sangat berharga, ia menjawab sambil tersenyum, "Tidak ada badai,kok." "
Happpaaahhhhh? O__o
Gak ada badai? Kalo nggak ada badai, gimana bisa kapal besar dan stabil seperti Caldas sampai mengalami guncangan sebesar itu?
Maka dengan penuh semangat saya meneruskan baca buku ini.
Dan...

Well....sebelum lanjut, sebaiknya saya kasi tahu kalo Marquez sebenarnya sudah menjawab kedua pertanyaan itu di bab Pengantar Penulis. Tapi dengan ngototnya saya masih berharap akan ada cerita lebih lanjut mengenai skandal di balik tenggelamnya kapal ini.

Ternyata, harapan saya gak terpenuhi X).
Fokus cerita di buku ini hanyalah kisah Velasco bertahan hidup selama 10 hari dan benar-benar hanya itu. Jangan mengharap ada yang bisa dijadikan renungan spiritual ala Life Of Pi ato kisah dramatis dengan bola voli seperti di Cast Away.
Yang ada di buku ini adalah perasaan Velasco menghadapi hari-hari panjang membosankan, strateginya agar tidak sampai mati kehausan (minum air laut terlalu banyak bisa berbahaya) dan mati kelaparan, triknya bertahan agar tak diserang hiu serta harapan dan putus asa yang menderanya silih berganti.

Mungkin terdengar membosankan, tapi begitulah realita. Saya bisa membayangkan, kalo suatu saat saya terlunta di laut (amit-amit!) seperti Velasco, saya juga gak bakal ribet berkontemplasi memikirkan hikmah musibah ini apalagi  ampe kepikiran bersahabat sama bola voli. Yang akan  ada di pikiran saya hanyalah gimana caranya bisa survive. Dan bila semua usaha survive saya gagal, yaaa...pasrah pada nasib, persis seperti yang dilakukan Velasco. Karenanya, walopun buku ini terasa kurang dramatis dibanding buku sejenis, bagi saya buku inilah yang akan lebih berguna bila anda harus terombang-ambing seperti Velasco. Seenggaknya, trik Velasco di buku ini bisa anda coba terapkan.

Saya juga mesti berkomentar tentang gaya penulisan Marquez. Woah....gaya penulisannya indah sekali. Bayangin aja, petualangan yang (kalo disadari) sebenarnya membosankan itu bisa ditulis dengan asyik dan seru sehingga saya gak merasa bosan sama sekali. Malah saya terus penasaran membaca hingga lembar terakhir. Penulisan Marquez begitu jelas dan deskriptiv hingga saya ikut merasakan terlunta di laut bersama Velasco, bisa merasakan hawa panas dan bau garam laut serta berbagi keputusasaan dengannya.

Seandainya bukan Marquez yang menuliskan kisah ini, saya gak yakin saya bisa cepat menyelesaikan buku ini. Kalo seperti inilah cara Marquez menulis, maka saya jadi penasaran baca buku-buku beliau yang lain. Kudos juga harus disertakan kepada penerjemah buku ini. You did a great job in translating this book.

Oya ada satu kalimat yang "kena" banget buat saya di buku ini. Hasil dari perenungan dan puncak keputus asaan Valdez, dan itu adalah kalimat di halaman 87 ini :
"...sembari merasa putus asa dan marah pada kenyataan bahwa mati ternyata lebih sukar dibandingkan terus bertahan hidup."
Yep...indeed.
Sepanjang masa tugas saya, entah berapa kali saya ketemu pasien yang sakit begitu lama dan parah hingga mereka berpikir ingin mati saja. (Bahkan saya pernah bertemu pasien kanker yang menolak minum pain killer. Soalnya dia berpikir dengan membuat dirinya kesakitan, dewa maut akan lebih cepat datang). Tapi pada akhirnya mereka masih bertahan untuk waktu yang cukup lama.
Apa karena umur mereka panjang? Iya sih #lah X)
Tapi juga karena manusia itu punya naluri dasar untuk mempertahankan hidup. Dan naluri itu akan bertambah kuat, saat ajal terasa mendekat.

Itu sebabnya, terkadang pasien yang kondisinya kritis, sempat menunjukkan perbaikan walau sekejap. Di ICU, sudah sering saya lihat pasien yang koma tiba-tiba tensinya naik atau heart rate-nya meningkat, sebelum kemudian menurun secara perlahan dan akhirnya meninggal. I think that's their last attempt on struggling for their life though they did it unconciously.

Lalu bagaimana dengan mereka yang secara sadar mengakhiri hidup mereka? Saya sih meragukan mereka memilip opsi bunuh diri itu secara "sadar".
Tahukah berapa jumlah kasus percobaan bunuh diri? Menurut American Foundation for Suicide Prevention, di US pada tahun 2010 hampir satu juta orang yang mencoba bunuh diri, sementara yang "sukses" dan dinyatakan mati karena bunuh diri "hanya" sekitar 38 ribu kasus atau 3,8%.
Bisa menebak alasannya?
Karena (menurut para survivor), di momen hidup (yang semestinya) terakhir itu, mereka merasa gentar dan insting alami untuk mempertahankan diri pun muncul. Maka secara refleks, mereka akan berusaha menghentikan tindakan apapun yang mereka lakukan untuk memutus nyawa.
And that's why, drinking poison for a full bottle or cutting wrist and let the body runs out of blood could only happen in the movie or to those with severe mental problem.

The world is a mixed of paradox, isn't it?
There I was reading a true story about a man stranded for 10 days in the sea and fighting so hard for his own life, then I read about this suicide statistic report.
And I wonder, for these 3,8% who succesfully committed suicide, while they were in the process of killing themselves, did that instinct of surviving ever kick in even for just one second? While they were falling down after they jumped off the high building, did they ever try to grasp for something? And for those who shot themselves with firearm, were their hand shaking when they're about to pull the trigger?
Well I hope the answer is no.
Because it's so teriffying to fight for something that you know would be gone from you in the end since it was already too late.
For those 3,8%, I hope they could spend the final seconds of their life in peace from knowing that finally they've got what they were desperately seeking for : death.
Don't you think so?

===================================================

Seperti yang udah diceritakan di sini, buku ini adalah pemberian dari Santa BBI melalui program Secret Santa. Saya dapat 2 buku sebenarnya : Caldas yang ini dan The New Life-nya Orhan Pamuk.
Dan seperti yang udah saya ceritakan juga, saya sempat bingung nentuin siapa santa saya. Soalnya sang santa yang baik kasi riddlenya kayak gini :
"Aku berfoto dengan salah satu buku dlm paket ini.
Happy reading and blogging
Your Santa,"
Dan setau saya ada 2 orang member BBI yang pernah berfoto dengan buku hadiah dari Santa.

Bang Helvry dengan Caldas
Teh Indri dgn New Life
Saya udah kepikir lempar koin aja daripada ribet X).
Tapi gak percuma dong saya jadi Sherlockian dan Conan-ers (istilah apa ini?). Kalo ada satu hal yang saya pelajari dari mereka berdua, itu adalah untuk memperhatikan detail sekecil apa pun.
Jadi saya pun memerhatikan baik-baik kertas yang dipake untuk menulis riddle. Ternyata kertas ini dari buku notes, semacam notes yang sering dihadiahkan sebagai bonus suatu produk. Dan di bagian atas kertas itu, ada tulisan terembos kayak gini :
Johan Yan - Poor Is Sin
dan di bagian bawah kertas tertulis gini :
Total Quality - Johan Yan

Hoh? Apa itu Poor Is Sin? Siapa itu Johan Yan?
Setelah googling, ternyata itu judul buku rohani yang ditulis oleh Johan Yan toh. Melihat profil kedua "tersangka" sih, sepertinya lebih cocok ditebak kalo Bang Helvry Sinaga-lah Santa saya. Bener gak nih, Bang Helvry?
Kalo bener, nanya dong : "Sebelumnya ngeh nggak kalo Teh Indri pernah berfoto dengan buku Pamuk? Dan pemilihan kertas buat nulis riddle itu sengaja ato nggak?"

Makasi ya buat bukunya, Bang Helvry (pede kalo Santa-nya Bang Helvry). Terutama buat Caldas ini. Soalnya aku pernah nyari sendiri buku ini dan gak nemu. I know it's hard to find. Ato jangan-jangan malah ini diambil dari koleksimu? Woaa....makasi banget kalo iya *GR tak terkira* :)).
Lalu semoga review ini "cukup" untukmu. Saya masih ingat soalnya reply-anmu atas komenku di review Caldas-mu, dan honestly itu bikin saya tertantang sekaligus terbeban buat mereview. Huahahaha.... X)
Yah kalo ada kesalahan mohon dimaafkan karena kesempurnaan hanyalah milik Tuhan semata dan kesalahan adalah sepenuhnya milik saya. #eaaaa #MendadakSyariah 
Makasi juga buat Oky dan Ndari yang udah bikin event seru kayak gini.

Untuk melihat tebakan riddle peserta Secret Santa lainnya, go to here : Kumpulan Sinopsis Untukmu

Saturday, January 26, 2013

Harry Potter & The Philosopher's Stone


Data Buku
Judul : Harry Potter & The Philosopher's Stone
Penulis : JK Rowling
Penerbit :  Bloomsburry Publishing
Bahasa : Inggris
ISBN : 9780747532743
Rating : 5 out of 5 stars

Wow...nggak kerasa sudah 15 tahun sejak saya kenalan sama Harry Potter dan terpesona pada dunia buatan Madame Rowling ini. Saya tahu kalo saya mestinya bikin review, tapi sebelum itu, rasanya pengen nostalgia saat pertama kenalan sama bocah dengan luka berbentuk petir ini.

Saya pertama ketemu Harry Potter di Bras Basah, sekitar akhir 1997. Saat itu saya sedang asyik memilih-milih buku bekas ketika shopkeeper-nya menawari saya buku ini. Dia berpromosi kalo ini buku bagus banget dan sayang banget kalo ampe gak saya beli. Dia juga bilang kalo Harry Potter ini lagi happening banget di Inggris sana.

Waktu itu saya kenal internet cuma sebatas email dan chatting doang, gak pernah browsing. Saya pun bukan tipe yang langganan majalah ato koran, jadi saya benar-benar gak tahu kalo ada buku berjudul Harry Potter yang lagi booming. Saya malah curiga kalo buku ini adalah buku jelek yang gak laku. Ya logikanya aja, kalo emang tuh buku buagus banget kok udah ada yang jual second-nya di Bras Basah? Dan kalo emang laris buanget, kenapa juga si shopkeeper maksa-maksa saya buat beli? Tebakan saya sih ini buku gak laku dan si shopkeeper mo nepu saya (Oh...how stupid I was).
Akhirnya buku Harry Potter 1 itu saya beli juga karena sang shopkeeper menjamin saya boleh tukar dengan buku lain kalo nggak puas. Dan begitulah awalnya saya kenal sama Harry Potter.

Rasanya saya gak perlu menulis sinopsis buku ini ato bahkan memberi tahu buku ini termasuk dalam genre apa. I mean, seriously? Sudah 15 tahun lebih sejak demam Harry Potter melanda dunia, it's been all over the news. Kalo bahkan ampe detik ini Anda nggak tahu garis besar cerita Harry Potter, berarti Anda emang gak berminat sama buku ini. Then why bothers now? ;)
Jadi lebih baik saya membahas apa yang saya rasakan sewaktu membaca kembali buku ini setelah 15 tahun berlalu.

Yang pertama saya rasa sih "aura"nya yang beda. Sewaktu pertama baca Harry Potter dulu, teman-teman saya gak ada yang ngeh sama buku ini (yah sebenernya ampe sekarang temen saya yang baca buku ini juga sedikit sih :| ). Jadi saya heboh sendiri, bahas buku ini sendirian (dan dapat tatapan loe-ngomong-apa-sih dari teman-teman) bahkan fangirling pun sendirian #kasian. Sekarang ini, berkat GR dan BBI, saya jadi kenal banyak orang yang juga ngefans sama Harry Potter bahkan ampe baca bareng. Jelas vibe-nya beda banget. Dan itu menyenangkan. Horeeeee....saya masuk golongan mainstream #hehe.

Yang kedua, saya mengubah pandangan saya tentang Harry di buku pertama. Awal baca dulu, saya beranggapan Harry ini kepo banget. "Kenapa sih pusing banget sama kemungkinan Sorcerer Stone dicuri sama Voldemort? Kenapa gak kirim Hedwig aja ke Dumbledore sih buat warning?"-- itu adalah pertanyaan saya dulu.
Sekarang saya ngerti kenapa.
Seperti yang dibilang Harry, Dumbledore tahu bahwa Harry butuh untuk mencoba melawan karena pertarungan dengan Voldemort itu personal untuk Harry. Gimana pun, Voldemort lah yang membunuh orangtua Harry. Dan Harry sadar kalo Voldemort bisa kembali menyerang dia.

Tapi terutama, karena Harry sadar bahwa kembalinya Voldemort dapat membuat dia kehilangan dunia sihir.
He was nothing in the muggle world. Gak puna siapa pun dan apa pun. Lalu dia menemukan semuanya di dunia sihir : sahabat, kebahagiaan dan terutama : penerimaan. Penerimaan yang tak pernah dia dapatkan sebelumnya. Gak heran kalo Harry berkeras mempertahankannya. I'd do the same if I were him. I'd fight the nastiest wizard if I have to in order not to let something most precious being taken from me. So I could understand Harry's determination to fight Voldemort even when he's still a kid.

Ketiga, ternyata saya sudah suka Ron dari buku ke 1 X).
Jangan salah, dari trio itu Ron memang favorit saya kok. Saya suka Ron karena kalimatnya yang witty dan rada sarkastis, belum lagi sindirannya yang tajam. Tapi kualitas itu baru keliatan di buku kedua (ato malah ketiga?). Yang pasti bukan di buku pertama.
Dulu saya gak ngerti apa yang bikin saya bersimpati sama Ron sejak awal. Sekarang saya tahu. Karena Ron orang pertama yang "menerima" Harry. Dia gak meremehkan Harry seperti yang dilakukan Malfoy, tapi dia juga gak memujanya secara berlebihan. Dia menganggap Harry sama normalnya dengan dia, and that's enough.

Keempat, saya makin kagum dengan persahabatan Ron dan Hermione. They're true bestfriends.
Tanpa ragu Ron dan Hermione menemani Harry untuk melawan Voldemort walopun mereka tahu resikonya. I mean, saya ngerti kesetiaan Ron dan Hermione pada Harry di buku ke-7. They've come a long way. Tapi di buku 1? Saat mereka baru kenal 1 tahun kurang serta belum ngeh seberapa parah kondisinya kalo Voldemort kembali berkuasa? That's great.
“It takes a great deal of bravery to stand up to our enemies, but just as much to stand up to our friends.”
-Albus Dumbledore-
Kelima, perubahan karakter Neville kerasa banget ya. Neville yang penakut dan gak berani membela dirinya sungguh berbeda dengan Neville di buku ke-7. I forgot how awkward, clumsy and shy Neville was. But let's talk about him on the later book.

Keenam,  wow...penerjemah Harry Potter ini keren sekali ya.
Saya sudah pernah sih baca versi Inggris dan terjemahan buku ini (untuk reread yang ini, saya baca versi Inggrisnya lagi), dan dari dulu memang saya tahu penerjemahnya emang canggih. Tapi baru sekarang saya benar-benar ngeh..
Mirror of Erised diterjemahkan Cermin Tarsah. Erised yang merupakan anagram dari desire,  diterjemahkan jadi tarsah yang anagram dari hasrat. Wow! Dan setelah saya googling, saya dapat info kalo sebenarnya ide Tarsah ini baru kepikir belakangan, menjelang bukunya turun cetak. Karena sang penerjemah berkeras mesti ada padanan yang tepat untuk "erised". Dan iya, beliau emang bener karena erised dan tarsah adalah padanan yang cocok.

Ketujuh, hmm....saya tetap gak ngerti kenapa Professor Quirrell gak bisa menyentuh Harry hanya di bagian akhir buku ini? Waktu awal cerita, Harry bertemu Prof. Quirrell di Diagon Alley dan saat itu mereka sudah berjabat tangan. Kok saat itu tangan si Quirrell gak melepuh ya? Padahal sudah jelas kalo Voldemort telah "nebeng" di tubuh Quirrell saat itu.

Kedelapan, saya makin kagum deh sama JK Rowling.
Oke...saya tahu kalo JKR emang banyak menggunakan bantuan mitos, legenda ato apalah itu dalam ceritanya. So it's not really original. Tapi toh emang gak ada formula yang benar-benar baru. Yang penting sih gimana Rowling bisa meramu bahan yang ada. And she's really good at it.

Tapi yang sebenarnya keren dari Rowling adalah : dia benar-benar paham karakter pembacanya.
I guess in some points of our life, even if it's just for one time, we ever felt like Harry, who's a misfit and wishing to go to some place new where we could start everything from the scratch or becoming a different people. But not everyone could do that. Apparently Harry is one of those lucky people.
Reading Harry's journey gave me happiness. Happiness that comes from knowing that at least there's one person in this world who could fulfill his dreams.  It also gave me some hopes that in the end everything will be fine for me too. If this boy whose life was much more miserable than me finally found what he always wanted, how could I not? :)

Dan Rowling juga dengan cerdasnya memilih setting di Inggris, suatu tempat yang masih bisa terjangkau dan karenanya masih terasa "dekat". Bukannya tempat jauh antah berantah seperti di Middle Earth sana, atau dunia magic namun tak terjangkau seperti Abarat. Terlibatnya kaum manusia non sihir (aka muggle) juga tempat-tempat di Inggris seperti stasiun King's Cross membuat cerita ini makin terasa dekat di hati, membuat kita (oke...sebenernya sih saya) berani berharap bahwa suatu saat nanti saya juga bisa dapat..ehem...surat saya sendiri.
Seorang teman saya bahkan sampe mencoba menekan pilar di tempat yang semestinya jadi peron 9 3/4 waktu dia lagi ada di King's Cross dan waktu salah seorang petugas di sana melihat kelakuan teman saya, si petugas bilang : "You're not the first person who tried looking for that platform."
Bhahak....ternyata banyak yang bermimpi ke Hogwarts eh? ;)

Dan alasan kenapa saya kasih 5 bintang walopun saya mengakui kalo cerita di buku ini masih kalah spekta dibanding buku-buku berikutnya?
Karena ini adalah buku pertama. The one that started it all. Buku ini juga yang bikin saya kenal dan jadi langganan (sampe sekarang) sama sebuah toko di Bras Basah itu. It's always nice to find a new friend because of one certain book.

Lastly, just wanna say this :  for you all who feel like you don't fit in, who wished for a magical school, or secret garden or magical cupboard that could open secret passage to magical land and still secretly keeping those wish alive :  keep on wishing. Keep on hoping. Who knows, maybe your "letter" is on its way now :)

PS : Review ini diikutkan untuk event Hotter Potter, Books In English Reading Challenge dan FYE Children Lit Fun Months 1 untuk kategori Award Winner. Beberapa award yang dimenangkan buku ini bisa dilihat di link berikut.

Umur yang cocok untuk membaca buku ini adalah 12 tahun ke atas.

Thursday, January 24, 2013

New Authors Reading Challenge




Iyak....seakan belum ngerasa cukup dengan reading challenge tahun ini, saya pun mendaftarkan diri dalam challenge Ren dari Ren's Little Corner ini.

Syarat challenge ini gak ribet kok. Peserta cuma diharuskan membaca minimal 12 buku dari penulis yang karyanya belum pernah dibaca sebelumnya.
Dan kebetulan challenge ini pas dengan resolusi saya tahun ini yaitu : mengurangi timbunan ebook. Soalnya di koleksi ebook saya emang banyak buku karya penulis-penulis yang tulisannya emang belum pernah saya baca. Level yang saya pilih adalah Middle (12-20 buku), mudah-mudahan bisa naik lagi.

Untuk bulan Januari saya udah baca 3 buku dari penulis yang "baru" buat saya :
1. Natasha Anders - The Unwanted Wife
2. Charles Sheehan Miles - Just Remember To Breathe (review menyusul)
3. Kathy McGarry - Pushing The Limits (review menyusul)

Tertarik ikutan challenge Ren ini? Silakan langsung klik button di atas untuk baca keterangan lengkapnya.

Sunday, January 13, 2013

Where The Sidewalk Ends

Judul : Where The Sidewalk Ends
Penulis : Shel Silverstein
Penerbit : Harper Collins Children Books
Tahun Terbit : 2002 (Pertama terbit tahun 1974)
Bahasa : Inggris
Format : Hardcover
Rating : 5 out of 5 stars

Dr. Seuss dan Shel Silverstein akan selalu menjadi 2 penulis anak favorit saya. Tapi kalo hanya boleh milih satu di antara mereka, dengan pasti saya akan memilih : Shel Silverstein.Saya juga gak ngerti kenapa nama beliau kurang femes (at least kalah femes dibanding Dr. Seuss #AgakSalahSihBandinginnya). Saya juga gak ngerti kenapa buku-bukunya sempat di-ban dulu. Apa yang salah sih? I mean, saya sudah jatuh cinta sama Silverstein sejak pertama saya dihadiahkan bukunya oleh Ayah waktu SD dulu. Kalimat-kalimatnya simpel, tapi poetic. Ilustrasinya pun gak ribet, bersih dan enak dipandang. Jadi kenapa karya-karyanya (dulu) dilarang beredar bahkan sampe dibakar?

Dari hasil googling, saya dapat info kalo alasan banned-nya, indeed, stupid dan gak adil.
Ada yang bilang alasan beberapa perpustakaan sekolah keberatan bukanlah karena bukunya, namun karena Shel Silverstein sendiri. Profesi lain beliau yang adalah kartunis Playboy membuat beberapa pihak berpendapat dia gak pantas menulis cerita anak. Saya gak ngerti, apa yang salah dengan itu? Gak bolehkah seorang penulis cerita anak juga menjadi kartunis majalah dewasa?
Dengan logika yang sama, JK Rowling juga gak boleh dong menulis novel genre dewasa seperti The Casual Vacancy? Bersyukurlah Rowling tidak berkarir di jamannya Silverstein. (eh tapi dipikir-pikir Harry Potter juga sempat di-banned yaa. Engg...) :s

Alasan kedua lebih gak adil lagi. Beberapa beranggapan wajah Silverstein terlalu seram sebagai pengarang buku anak. Karena itu, semestinya wajah dia gak boleh ada di back cover buku.
Eng....
Emang sih dia terlihat seperti tokoh antagonis, tapi sejak kapan kita boleh judge people based on their looks? Dan masak iya pelajaran kayak gitu yang mo diajarin ke anak-anak?

Dua alasan di atas memang bukan alasan resmi. Itu hanya argumen dari beberapa orang aja. Alasan resmi yang dikeluarkan untuk melarang buku Silverstein sendiri ada beberapa. Khusus untuk Where The Sidewalk Ends, alasannya adalah : "promotes drug use, the occult, suicide, death, violence, disrespect for truth, disrespect for authority, and rebellion against parents."
Dan sekali lagi saya heran. Drug use? Occult? Violence? Disrespect? Rebellion? Yang mana sih?

Ternyata, puisi Dreadfull inilah yang dikritik karena dianggap mengandung death dan violence.
Someone ate the baby,
It’s rather sad to say.
Someone ate the baby
So she won’t be out to play.
We’ll never hear her whiney cry
Or have to feel if she is dry.
We’ll never hear her asking “Why?”
Someone ate the baby.
Someone ate the baby.
It’s absolutely clear
Someone ate the baby
‘Cause the baby isn’t here.
We’ll give away her toys and clothes.
We’ll never have to wipe her nose.
Dad says, “That’s the way it goes.”
Someone ate the baby.
Someone ate the baby.
What a frightful thing to eat!
Someone ate the baby
Though she wasn’t very sweet.
It was a heartless thing to do.
The policemen haven’t got a clue.
I simply can’t imagine who
Would go and (burp) eat the baby.
Death? Iya memang. Violence? Nanti dulu.
Gak benar-benar ada tindakan ate-the-baby di puisi itu kok. Sepertinya yang terjadi adalah entah si bayi hilang diculik ato meninggal. Pemikiran si bayi dimakan hanyalah pemikiran anak kecil yang lugu.
Kematian? Mungkin dirasa terlalu dini bagi seorang anak kecil untuk mengenal kedua hal tersebut. Tapi kematian adalah bagian dunia kita. Selama kita hidup, entah berapa kali kita akan bertemu dengannya. Asal dibimbing, gak ada salahnya anak kecil mengenal ugly truth itu sejak dini.

Atau puisi ini yang dimaksud dengan rebellion against parents?

source
Ah tapi kan Sarah Cynthia Silvia Stout mendapat ganjarannya di akhir. Toh Silverstein sudah berpesan jangan lupa buang sampah.

Puisi pembuka buku ini sebenarnya sudah menunjukkan siapa yang "cocok" membaca buku ini.
INVITATION
If you are a dreamer, come in.
If you are a dreamer, a wisher, a liar,
A hope-er, a pray-er, a magic bean buyer…
If you’re a pretender, come sit by my fire
For we have some flax-golden tales to spin.
Come in!
Come in!
See? Hanya para pemimpi, pengharap, pembohong, pendoa, pembeli kacang ajaib dan penipu yang diundang membaca buku ini. In short, tipe orang-orang yang menikmati sesuatu yang gak biasa dan tidak mengartikan segala yang tertulis secara harfiah.

Ah kalo mo dibahas satu-satu, rasanya saya bakal selalu nemu alasan untuk membela Silverstein X).
Makanya, sebaiknya anda baca sendiri buku ini dan sila tentukan pendapat anda sendiri.
Buat saya sih, syukurlah buku ini sudah gak di-banned lagi.
Kenapa?
Karena kalo buku ini di-banned, maka generasi jaman sekarang gak kenal puisi-puisi dengan witty humour ala Silverstein.
Seperti puisi "Early Bird" ini :
Oh, if you’re a bird, be an early bird
And catch the worm for your breakfast plate.
If you’re a bird, be an early early bird-
But if you’re a worm, sleep late.
Ato puisi yang witty tapi juga sedikit dark seperti puisi Magical Eraser ini :
She wouldn’t believe
This pencil has
A magical eraser.
She said I was a silly moo,
She said I was a liar too,
She dared me prove that it was true,
And so what could I do-
I erased her!
Tapi favorit saya dari buku ini adalah Hug O' War yang mengajak anak-anak untuk bermain hug o' war instead of tug o'war dan secara gak langsung mengarah ke...world peace (?)
I will not play at tug o’ war.
I’d rather play at hug o’ war,
Where everyone hugs
Instead of tugs,
Where everyone giggles
And rolls on the rug.
Where everyone kisses.
And everyone grins.
And everyone cuddles.

And everyone wins.
Dan Ourchestra yang mengajarkan bahwa kebahagiaan itu bisa didapat dari hal-hal sederhana dan bahkan dari diri kita.
So you haven’t got a drum, just beat your belly.
So I haven’t got a horn-I’ll play my nose.
So we haven’t any cymbals-
We’ll just slap our hands together.
And though there may be orchestras
That sound a little better
With their fancy shiny instruments
That cost an awful lot-
Hey, we’re making music twice as good
By playing what we’ve got!
Lalu yang paling favorit dan paling keren buat saya adalah Listen To The Musn'ts.
Listen to the MUSTN’TS, child.
Listen to the DON’TS
Listen to the SHOULDN’TS
The IMPOSSIBLES, the WON’TS
Listen to the NEVER HAVES
Then listen close to me-
Anything can happen, child,
ANYTHING can be.
Karena di puisi ini, Silverstein memberi tahu bahwa semestinya kita memang patuh pada hal-hal yang musn't, don't dan shouldn't. Semestinya, tapi toh tak selalu harus seperti itu. Since anything really can happen then it's okay to have different opinion though because there are more options than just two polar opposites. So just keep doing what you think is right and care little about the musn'ts.

So how? Menarik kan rangkaian kata milik Silverstein? Dan bisa terasa kan in-depth-meaning dari puisi-puisinya?
Itu satu hal yang paling saya suka dari Silverstein, kemampuannya menyamarkan hal yang "dalam" menjadi ringan dan mudah dicerna. Pertama kali baca karya Silverstein sewaktu masih anak-anak dulu, saya tertawa pada kelucuannya yang bizarre. Tapi membacanya sekarang ini, membuat saya merenungkan makna tersembunyi dalam karya Silverstein.
Bagi saya, itulah hebatnya beliau, mampu membuat sebuah karya yang bisa dinikmati sewaktu kita masih kanak-kanak bahkan hingga kita dewasa.

Kalo ditanya rentang usia berapa yang cocok membaca buku ini, saya bilang sih bisa untuk anak semua umur yang sudah bisa membaca. Tapi untuk bisa menangkap pesan-pesan Silverstein ato paling tidak mengapresiasi kelucuannya, maka saya menyarankan buku ini dibaca anak-anak berumur 8 tahun ke atas.


Postingan ini diikutkan dalam Fun Year Event with Children Literature untuk Fun Months 1. Buku ini masuk dalam kategori Award Winner.
Sejumlah award yang pernah dimenangkan buku ini :
- New York Times Outstanding Book Award (1974)
- Michigan Young Readers' Award (1981)
- George C. Stone Center for Children's Books Recognition of Merit Award (1984)
- Golden Archer Award for Intermediate (1996)

Saturday, January 12, 2013

The Unwanted Wife

Data Buku 
Judul : The Unwanted Wife
Penulis : Natasha Anders
Tahun Terbit : September 2012
Bahasa : Inggris
Format : ebook

Kisah bermula di ranjang ketika sepasang suami istri (Sandro dan Theresa) baru selesai bercinta. Si Sandro ini punya kebiasaan mengucapkan "Give me a son, Theresa" setiap kali mereka selesai berhubungan.
Sounds romantic? Sama sekali enggak.
Menurut Theresa, Sandro menganggapnya hanya sebagai mesin pencetak anak dan dia sudah muak. Jadi dia meminta cerai kepada Sandro.

Sandro memang memperlakukan Theresa dengan dingin. Semuanya karena dia dendam pada ayah Theresa. Pernikahannya dengan Theresa terjadi karena sebuah perjanjian bisnis. Ayah Sandro yang sekarat sangat menginginkan sebuah kebun anggur yang dimiliki ayah Theresa. Dan berapa banyak pun Sandro bersedia membayar, ayah Theresa tidak mau melepasnya. Syarat dari ayah Theresa hanya satu : Sandro menikahi Theresa dan memberi seorang putra kepada Theresa. Setelah putra itu lahir, Sandro bebas menceraikan Theresa.
Karena itu, sejak awal menikah fokus Sandro hanyalah sesegera mungkin mendapatkan seorang putra. Dia acuh pada Theresa karena dia berpikir Theresa ikut dalam rencana licik ayahnya.

Belakangan Sandro baru sadar 2 hal :
1. Theresa gak tahu apa-apa tentang perjanjian yang dipaksakan ayahnya
2. Sandro sebenarnya mencintai istrinya
Sayang kesadaran itu datang terlambat karena sekarang Theresa berkeras ingin bercerai dengannya.

Awalnya Sandro masih bisa tenang. Dia tahu perceraian itu gak akan terjadi selama mereka belum punya anak. Hingga Theresa mengabarkan bahwa dia sedang hamil. And suddenly, Sandro knows the feeling of having a ticking time bomb. He has to do eveything to win her back while praying that it's not too late.
“And then when you told me you were pregnant, suddenly it felt like there was a ticking time bomb in the house. I didn’t have all the time in the world to make you love me again; I had only a few short months." -Alessandro-
Saya lagi mood membaca sesuatu yang angsty dan heart broken waktu teman saya merekomendasikan buku ini. Sekali lihat sinopsisnya dan tahu ini Harlequin, saya langsung males bacanya. Saya pikir buku ini gak beda jauh dengan Harlequin lainnya yang dramatis, menye tapi konfliknya cetek. In short, I thought it was a light and fluffy read.
(Hey don't get me wrong. I do love Harlequin. I just wasn't in the mood).
 Dan ternyata saya salah sekaligus bener.
Iya, emang bener buku ini dramatis, menye, tapi sama sekali gak fluffy. Dan gak terlalu ringan pula.
Konfliknya juga ada di perbatasan antara cetek dan enggak #halah.

Maksudnya, yaaa emang sih bisa dianggap cetek karena konflik tuh "cuma" seputar usaha sang suami untuk merebut kembali hati sang istri. Gak ada urusan rebutan warisan apalagi ampe rebutan nyawa dan tahta #SituKiraSinetron?
Tapi sejak kapan sih urusan hati dan perasaan bisa dianggap remeh apalagi cetek? #WhyDoISoundSoContradictive?
Si Bella Swan itu emang keliatan cemen banget waktu nangis ngeringkel kehilangan Edward di New Moon (kenapa jadi nyinggung ini sih?), tapi patah hati adalah suatu hal serius yang harus diperhatikan. Pernah dengar suatu penyakit jantung yang disebut Broken Heart Syndrome kan? Kalo belum, googling deh. Nanti tahu kalo patah hati tuh bisa fatal akibatnya. Dan karenanya kita gak boleh ngeremehin siapa pun yang patah hati. Dan juga karenanya, saya bisa maklum kalo ada orang yang berbuat apa saja demi mencegah hatinya hancur (sebenarnya saya gak setuju sama istilah patah hati itu. Secara teknis, hati gak bisa patah, bisanya hancur #ApaSihWi). Termasuk juga Sandro di buku ini. Sah-sah aja kalo dia mau menghabiskan 216 halaman untuk mendapatkan kembali cinta istrinya. Daripada dia kena Broken Heart Syndrome nantinya. #DoISoundLebay?
Therefore I can't say that the conflict is light  though I can't say it's a heavy one too.

Lalu kenapa rating saya mentok di tiga setengah bintang?

Setengah bintang saya potong karena geregetan sama karakter ceweknya. Yaaa ngerti sih kalo dia sakit hati dan trauma sama kelakuan suaminya. Jadi ketika sang suami bersikap baik dan berusaha memperbaiki kesalahannya, she always second-guesses his actions. But isn't she too much? Awalnya saya suka sama Theresa. Di awal dia berani nentang suami dan bapaknya setelah selama ini ditindas. Wow...a kickass heroine who knows what she wants. Kewl!
Sayang belakangan karakter dia jadi setipe dengan Harlequin sejenis yang plin plan dan bawaannya curigaaaa mulu. Rasa curiga yang bersumber dari rasa tidak-percaya-dirinya. Pfftt...I have enough of this type of character.

Setengah bintang lagi saya potong karena di bagian pertengahan terasa draggy ceritanya. Konfliknya berasa dipanjang-panjangin. Si Theresa kelamaan gantungin perasaan Sandro. Okeh...9 bulan untuk Theresa gantungin Sandro emang belum selama usia pernikahan mereka di mana Sandro PHP-in Theresa, tapi kan setting buku ini gak mulai dari awal pernikahan mereka. Jadi saya gak tahu gimana suasananya dulu dan sulit bersimpati dengan kelakuan Theresa sekarang.

Setengah bintang lagi dipotong deskripsinya yang diulang-ulang mulu. Entah berapa kali saya baca kalo Sandro itu tall, dark, brooding dan Theresa itu red hair, green eyes, bla bla bla.Geezz...we got it already. No need to keep telling us about it.
“Why should I forgive you and love you again? Why should I open up my heart to a man who would probably crush it in the palms of his hands?”
“You probably shouldn’t,” he smiled bitterly. “But I wish you would.”
“I can’t.” 
Reading one more that kind of conversation, make me wanna shout : "Stop this drama, will you?"

Tapi saya harus memberi point yang tinggi pada Sandro. Dia contoh yang cocok untuk karakter a redeemable hero
Ngebaca buku ini di awal, kesan yang ditangkap dari Sandro adalah he's a jerk, an ass. Tapi dia berkembang jadi karakter yang oh-make-my-heart-melt. Penulis jarang mengambil cerita dari sudut pandang Sandro, tapi toh pembaca bisa dapat kesan kalo Sandro beneran serius menyesal dan niat berubah. Satu kalimat ini sudah cukup menggambarkan perubahan karakter Sandro.
"I started praying for a girl because I knew a girl would buy me more time. A girl would keep you with me longer; it would also prove to you, once and for al that your father’s ridiculous contract meant nothing to me anymore. That I wanted our marriage to last forever - Alesandro-
Another point just because this is an angsty read, just like what I'm looking for. Yaa...emang sih gak segitu tear-jerker dan heart-wrenching seperti yang saya mau, gak bisa juga bikin saya sedepresi waktu baca The Fault In Our Stars . Tapi sebagai pembuka, lumayan lah buku ini.

It's a good debut novel, Ms. Natasha Anders. Keep it coming.


PS : Review pertama untuk 2013 Books In English Reading Challenge. Yeaayy

Friday, January 11, 2013

Books In English Reading Challenge 2013 + Wrap Up Post



Seakan masih kekurangan challenge, dengan iseng saya pun ikutan satu challenge baru lagi X).

Challenge yang saya ikuti kali ini milik Teh Peni dari blog ketimbun buku. Aturan challengenya cukup simpel. Peserta diwajibkan membaca dan mereview minimal 12 buku berbahasa inggris selama 1 tahun ini. Dan tentu saja, akan ada hadiah bagi pemenang di akhir challenge tersebut. Terdengar menarik ya? :D

Alasan kenapa saya nekat nambah challenge baru lagi karena saya teringat dengan resolusi saya tahun ini untuk mengurangi timbunan ebook. Dan berhubung teh Peni mengizinkan format ebook di challengenya, maka yaayyy....saya memutuskan untuk ikutan.
Tertarik mengikuti challenge ini?
Silakan klik button di bawah untuk keterangan lebih lanjut.


Sementara itu....
Sebenarnya saya telah mengikuti challenge serupa tahun lalu. Tahun 2012 kemarin, challenge ini dihost oleh Surga Bukuku dengan rules yang hampir sama. Sayangnya rekor saya tahun lalu kurang bagus. Oh...saya sukses membaca 15 buku kok, tapi gak rutin tiap bulan >.< Mana gak semuanya direview pula. Heran juga...kok saya nekat daftar challenge yang sama buat tahun ini ya? X)

Anyhoo....inilah wrap post saya untuk Books In English Reading Challenge tahun 2012 kemarin :

- Februari 2012 : tidak ada

- Maret 2012: tidak ada

- April 2012 : Katherine The Queen by Linda Porter, The Dangerous Gentlemen by Julia London

- Mei 2012 : tidak ada

- Juni 2012 : The Princess Bride by William Goldman

- Juli 2012 : Fifty Shades of Grey by E.L.James

- Agustus 2012 : The Missing Piece by Shel Silverstein, The Solitude of Prime Numbers by Paolo Giordano

- September 2012 : tidak ada

- Oktober 2012 : The Late Mattia Pascal by Luigi Pirandello,  P.S. I Love You by Cecilia Ahern, The Boy Who Sneaks In My Bedroom Window by Kirsty Moseley

- November 2012 : My Favorite Mistake by Chelsea M Cameron, One Night With Her Bestfriend by Noelle Adams, Macbeth oleh William Shakespeare

- Desember 2012 : The Fault In Our Stars by John Green, Always You by Kirsty Moseley,  Weird Things Customers Say In Bookstores by Jen Campbell

Monday, January 07, 2013

2013 Reading Challenge

Sebenarnya saya orang yang paling males ngikutin challenge baca soalnya saya tahu diri kalo saya moody-an. Tapi beberapa challenge yang digagas rekan saya terlalu menggoda untuk dicuekkin. Dan akhirnya saya pun nekat daftar. Mudah-mudahan sih saya konsisten ya.

Untuk 2013 ini, challenge yang sedang dan akan saya ikuti adalah :

1. Let's Read Plays (LRP)


Event ini digagas oleh Mbak Fanda dari Fanda Classiclit yang mengajak pesertanya untuk membaca minimal 1 plays setiap bulannya. Event ini telah dimulai sejak November 2012 kemarin. Untuk bulan November, saya telah membaca Macbeth dan sudah sukses membuat reviewnya pula. Di bulan Desember, saya juga sukses membaca Merchant of Venice, sayang masih gagal membuat reviewnya >.<. Kelemahan saya emang itu. Kalo gak ada ilham, susah bener bikin review. Mas Ilhaaammmm, kamu kenapa gak datang-datang sih? Jangan sok lama deh. Situ kan bukan jodoh yang emang demennya lama dan ditunggu! #eh
Anyway...anda tertarik mengetahui lebih lanjut tentang event LRP? Silakan klik gmbar button-nya yang cuantik itu.

2. Hotter Potter


Event ini dihost oleh Melissa dari SurgaBukuku. Sesuai judulnya, event ini mengajak pesertanya baca bareng ketujuh buku Harry Potter dari bulan Januari ampe Juli. Sebagai orang yang merasa fans berat Severus Snape, jelas saya merasa wajib ikutan event ini. Tertarik mengikuti? Monggo klik button di atas dan berkunjung ke blog Melissa.

3. Fun Year With Children's Literature


Sebagai penggemar berat child lit, jelas saya merasa wajib ikutan event milik Bzee dari blog Bacaan Bzee ini. Awal baca jadwal bacanya, saya langsung mikir : "Ah gampaaaangggg. Saya punya banyak buku anak yang fits the theme. Baca ulang juga bisaaa. Toh belum saya review ini. Lagian buku anak mah cepet dibaca."
Sayang saya lupa kalo saya tuh paling lamaaaa dalam hal mereview. Jadi, walo saya udah sukses menyelesaikan bacaan anak saya di bulan Januari ini, tapi masih belum mulai mereview sedikit pun :(.
Anyhoo, kalo mau tau tentang event ini, sila klik button-nya ya.

4. 2003 Read-A-Long With Children Literature


Nah kalo event milik mbak Maria dari Little Alice's Garden ini merupakan kerja sama dengan event milik Bzee. Bedanya di event yang ini ada panduan buku yang harus dibaca di bulan-bulan tertentu. Untuk lebih jelasnya, sila klik button winnie the pooh di atas.

5. 2013 Yoshikawa Reading Challenge


Ide awal baca bareng ini digagas oleh mas Tezar dari  blog Mari Membaca.
Simple kok, peserta cuma diwajibkan membaca minimal 1 buku karya Eiji Yoshikawa dalam 1 tahun. Gak ada batasan tiap bulan harus sampe bab berapa ato review apa.
Sebagai penggema berat Taiko dan udah lama kepengen baca ulang buku itu, dengan semangat saya ikutan.
Sayang, ampe sekarang saya baru kelarin 2 bab buku Taiko. Saya pending dulu karena ngejar target baca yang lain. Mudah-mudahan bisa segera catch up dengan Taiko ya.
Kalo mau ikutan even ini, silakan klik button di atas.

Selain challenge di atas, saya juga ikutan Goodreads Reading Challenge dan menargetkan baca 30 buku tahun ini. Sedikit memang, dan jauuhhh sekali dari target baca saya tahun lalu (90 buku). Tapi saya meniatkan supaya ke-30 buku itu bisa saya review. Semoga sukses ya.

Sunday, January 06, 2013

A Humble Application Letter To Professor Dumbledore


The Big Durian, 2013

Kepada : Professor Dumbledore
(Order of Merlin, First Class, Grand Sorc., Chf. Warlock, Supreme Mugwump, International Confed. of Wizards)

di
Hogwarts School of Witchcraft and Wizardry

Dear Professor,
Rekan saya Melisa dari blog SurgaBukuku mengadakan meme bulan Januari untuk acara Hotter Potter dengan tema berandai-andai tentang menjadi guru di Hogwarts. (Oh...kalo Anda belum tahu apa itu Hotter Potter, anda bisa membaca penjelasannya di sini).

Tentu saya tertarik untuk menjawab meme Melissa, lalu saya teringat, kenapa tidak menjawab meme ini dan sekalian melaksanakan niat saya yang sudah lama tertunda? (Iya, niat yang saya maksud itu adalah mengirimkan surat lamaran kerja kepada Anda).

Oh...sebelum saya maju lebih jauh, lebih baik saya memberi tahu dulu bahwa tema meme bulan Januari adalah menjawab pertanyaan ini :
"Jika kamu menjadi salah satu guru di Hogwarts, kamu ingin menjadi siapa? Alasannya?"
Professor, bila pertanyaannya tepat seperti di atas, maka jawaban saya adalah : tidak ada.
Beneran Prof, sumpah demi semua kuping Gargoyle, di dunia mana pun saya ditaro (dunia muggle, dunia Harry Potter, Narnia, Abarat. LOTR, you name it lah), saya selalu pengen tetap jadi diri saya, jadi seorang asdewi. Saya gak pengen menjadi salah satu guru di Hogwarts walo pun Anda dan Professor McGonnagal sangatlah keren dan cetar membahana. #MaafAlaynyaKumat.

Tapi kalo pertanyaannya diganti dengan : "Jika kamu bisa mengisi posisi guru di Hogwarts, kamu ingin mengisi posisi guru di mata pelajaran apa? Alasannya?", naahh saya bisa jawab dengan pasti.
Dan tanpa diragukan lagi, tentu saja saya ingin mengisi posisi beliau.

source
Yak, Anda benar. Beliau adalah Professor Cuthbert Binss, guru  History of Magic di Hogwarts.
Alasan utamanya sih simpel : Karena saya sukaaaaaaa banget sama sejarah.

Okeh...penjelasannya bakal rada panjang, Prof. Tarik nafas panjang dulu ya sebelum baca. *Jangan lupa dikeluarin.*
Jadi gini, semua yang kenal saya cukup lama pasti tahu kesukaan saya pada sejarah. Saking sukanya, sedari kecil saya bercita-cita jadi arkeolog dan pemakai-jas-putih (seperti kerjaan saya sekarang). Tentu, waktu kecil saya berpikir saya akan sanggup menjadi keduanya sekaligus.
Sayang, realita mengajarkan bahwa otak saya tidaklah secanggih itu hingga sanggup menjalani dua profesi yang bertolak belakang secara bersamaan. X) (Etapi tenang aja, Prof. Saya yakin saya kompeten mengajar murid Hogwarts).
Dan sampai lulus SMU, saya masih gak bisa memilih mana  profesi yang lebih saya inginkan. Keduanya sudah diimpikan sejak kecil, keduanya adalah mata pelajaran favorit di sekolah. How could I choose?

Lalu otak saya mencetuskan ide asal : "coba aja daftar dan usaha masuk ke dua fakultas itu dan liat diterima di mana" (yep...memang secuek itu dulu saya menentukan masa depan, Prof).
Maka saya pun mencoba keduanya : Ujian dari negara untuk fakultas pemakai-jas-putih dan bikin semacam paper yang dikirim ke M. University di US sana untuk jurusan arkeologinya.
Yah...melihat profesi saya, jelas sudah saya diterima di jurusan yang mana.
Meski begitu, kecintaan saya pada sejarah tidak pernah benar-benar padam. Dan karena itulah, saya pengen jadi guru sejarah seperti Professor Binns.

Alasan lain kenapa saya ingin mengisi posisi Professor Binns adalah karena saya gemas dengan cara mengajar beliau yang dataaaarrrrr hingga pelajaran yang semestinya paling menarik ini jadi pelajaran paling membosankan.
Sebenarnya, Prof, Ayah itu berperan besar akan kesukaan saya pada sejarah.
Seperti layaknya orang tua jaman dulu, Ayah saya juga suka menceritakan dongeng-sebelum-tidur pada anak-anaknya.
Bedanya dengan orang tua lain yang bercerita tentang si Kancil ato Bawang Merah & Bawang Putih, Ayah saya suka bercerita tentang sejarah. Mulai dari perang lokal seperti Perang Diponegoro dan Perang Padri, hingga ke level internasional seperti revolusi di Perancis dan Rusia.

Dan cara bercerita Ayah itu seru buanget. Ayah bakal bercerita sambil berlakon dan mengubah-ubah nada suaranya. Sebentar dia menjadi Pangeran Diponegoro, sebentar kemudian dia jadi pihak Belanda, lalu jadi pengikut sang Pangeran, macam-macam lah. Kadang Ibu juga turut berperan dalam lakon cerita Ayah, turut memainkan salah satu karakter. Yang namanya sejarah perjuangan, pastilah panjang untuk dikisahkan. Maka, bila orang tua lain menyelesaikan satu cerita dongeng dalam satu malam, Ayah bisa menyelesaikan satu ceritanya dalam beberapa hari, bahkan pernah hampir satu bulan.
Tapi saya menikmati setiap saat dari proses bercerita Ayah yang panjang itu. Gak pernah sekali pun kami bosan dengan cerita Ayah. Dari situ lah saya mengambil kesimpulan kalau Sejarah bisa jadi pelajaran yang seru.

source
Nah Professor Dumbledore, sekarang kita masuk ke alasan saya mengajukan lamaran kerja ini kepada anda (maaf ya kalo preludenya kepanjangan).
Jadi gini, kalo saya keterima kerja di Hogwarts, mestinya Madam JK Rowling akan memberi saya bakat sihir juga toh? (saya yakin begitu).
Nah dengan kemampuan sihir, saya bisa menciptakan sesuatu yang lebih seru dari lakon. Dengan sihir, saya bisa menampilkan secara visual adegan sejarah yang akan diajarkan. Saya bisa menggunakan media lukisan yang bergerak misalnya. Dan lukisan ini akan menggambarkan adegan-adegan yang saya jelaskan pada murid-murid.
Lalu untuk menambah seru, beri efek ilusi seperti 4D. Misalnya saat membahas tentang Goblin Rebellions yang katanya "bloody & vicious", ada efek darah muncrat yang ampe kena ke beberapa siswa (tenang Prof, kita bisa pake semacam sari Murtlap yang dikasi bubuk wantek merah), suara jeritan dan lengkingan para korban, angin yang bertiup, kelelawar yang beterbangan #KayaknyaSalahScene.
Yaa...pokoknya semacam itu lah. Paham dong ya, Prof?

Dan untuk memastikan pelajaran yang saya berikan "nempel" di ingatan mereka, saya sih gak bakal kasi mereka tugas bikin essai panjang.
Nope.
Tugas yang akan saya berikan adalah : membuat sebuah plays/drama singkat #eaaa #UjungUjungnyaLakonJuga.
 Jadi saya akan menyuruh para siswa mementaskan lakon yang berupa reka ulang salah satu peristiwa bersejarah yang dimaksud. Kelas bisa dibagi menjadi beberapa kelompok ato proyek yang dikerjakan 1 kelas (tergantung sebesar apa peristiwa sejarahnya). Dan mereka lah yang merancang semua unsur lakonnya, mulai dari dialog, penataan setting hingga pemilihan aktor yang cocok dan kostum yang sesuai.
Dengan cara ini, mereka akan mengingat nama tokoh-tokoh yang terlibat termasuk ucapan para tokoh tersebut.

Tentu saja, akan ada hadiah untuk siswa/kelompok dengan penampilan terbaik.
Dua belas kantong kacang segala rasa Bertie Botts & Dua belas kotak Coklat Kodok mungkin? Apa? Kurang seru?
Gimana dengan sebotol besar Butterbeer kualitas terbaik? Ow...gak suka Butterbeer?
Oke...kalo ijin khusus bermain seharian di Hogsmeade gimana? Ato sebotol kecil ramuan Felix Felicis?
Aaaahhh....tampak menarik bukan?

Jadi gimana, Prof? Setuju kalo pelajaran Sejarah Sihir juga bisa menyenangkan? Minimal lebih menyenangkan daripada kelas Professor Binns?
Ya, saya yakin Anda sependapat.
Jadi Professor Dumbledore, mana burung hantu yang semestinya dikirimkan ke saya? Apa mungkin dia nyasar?
Anda gak salah menulis alamat saya kan, Prof? Biar saya tuliskan lagi di sini, jadi anda bisa check ulang :
"In the city where hope grows beautifully,
on the street where jasmine blooms prettily,
the place where Alfa & Bravo meet every 7 am/pm
and together they sing do-si-do-mi-do"
There you go, Professor Dumbledore. Your owl would find me easily now.
I'll wait patiently.
Dan sambil menunggu, saya akan mulai merancang ide-ide berikutnya untuk membuat kelas Sejarah Sihir menjadi seru. Let's make a revolution on History of Magic class. BOOYAHH!!!

Hormat Saya,

signature

(soon-to-be) Professor asdewi
(soon to be) Teacher of History of Magic class
at Hogwarts School of Witchcraft and Wizardry



PS 1 : Oya Prof, sekadar menghilangkan praduga apa pun, saya tidak berniat mengusir posisi Professor Binss, apalagi sampai berharap beliau dipecat. Jangan ya, Prof. Tapi saya berharap, mungkin kami bisa berbagi kelas? Seperti yang dilakukan oleh Professor Trelawney dan Bane?

PS 2 : Uhm....sebenarnya sih gak penting ada PS 2 ini, tapi rasanya tanggung kalo cuma satu. Anu Prof, kapan-kapan boleh pinjem Pensieves-nya? Ada beberapa memory yang perlu dibuang nih, Prof. Seperti memori tentang sebuah kota berkabut dan seorang bermata bulat dengan sen...Ups...kok malah jadi curhat? Hehehe....Maap, Prof. Jadi boleh pinjam Pensievesnya? Saya yakin boleh ya. #lho

PS 3 : Okay... I should stop making this PS. Have a great day, Prof.



Wednesday, January 02, 2013

Book Kaleidoscope 2012 : Top Five Most Favorite Books


Kategori terakhir dari Book Kaleidoscope 2012 ini adalah menentukan buku terfavorit tahun 2012.
Hmm...berhubung saya pusing milih, saya akan memilih buku-buku yang saya kasi rating 5 bintang di Goodreads deh. Toh 5 bintang itu artinya emang saya suka banget.

Oya...gak semua buku ini sudah saya review. Kebanyakan malah belum. Maklum, saya selalu kesulitan mereview buku yang saya suka banget karena bawaannya pengen spoiler semuanya. #AlesanBangetSihIni.
Tapi ada beberapa yang sudah saya review. Kalo mo baca review saya, silakan klik aja di judul buku. Kalo kebetulan bukunya gak saya review, maka klik itu akan membawa anda pada profil buku tersebut di Goodreads. Yaa...kan anda bisa baca review yang lain jadinya. Hehehe....#NgelesAbis

Urutan ini gak saya susun berdasarkan yang paling favorit, karena buat saya ke-5 buku ini ada dalam level favorit yang sama. So here we go :

1. The Fault In Our Stars oleh John Green


Titel Goodreads Choice 2012 Winner sudah membuktikan bahwa buku ini memang layak dipilih jadi top 5. Berkisah tentang Hazel, gadis penderita kanker tiroid stadium 4 dan kisah asmaranya dengan Augustus Waters, mantan penderita kanker tulang. Tapi ini bukan sekadar cerita cinta biasa yang menye-menye. Ini adalah cerita tentang keberanian mengejar keinginan, memuaskan tanya yang tersimpan juga tekad menjalani hidup sepenuh-penuhnya. Ini cerita tentang keikhlasan menerima takdir dan membuat yang terbaik dari setiap kondisi yang ada. Saya dibuat tersenyum, tertawa kecut, terharu tapi juga salut pada interaksi dan dialog para tokohnya.

2. Weird Things Customers Say In Bookstores oleh Jen Campbell


Buku yang berisi kumpulan pertanyaan dari para customer di toko buku ini sungguhlah memancing tawa saya.
Saya masih ingat kalo dulu saya membacanya dalam 2 jam saja. Dan itu 2 jam yang penuh tawa.
Walo begitu, saat tertawa, mau tak mau saya merasa miris juga pada keacuhan beberapa orang di luar sana terhadap buku. Sebagai orang yang sangat suka membaca, saya sering berpikir naturally semua orang punya kecintaan membaca seperti saya. Karenanya miris juga mengetahui ada orang di luar sana yang berpikir William Shakespeare masih hidup. This book gives me a happy and sad feeling at the same time. And for that reason, I put it in my favorite list.

3. Wonder oleh RJ Palacio


Gak bisa nggak, buku ini harus masuk top 5 favorit saya.
Buku ini berkisah tentang Augie, bocah 10 tahun penderita Mandibulofacial Dysostosis, sebuah kondisi rumit
yang membuat wajahnya tampak tidak biasa. Kisah berawal ketika Augie dimasukkan ke sekolah baru oleh orang tuanya. Kita semua pernah merasakan bagaimana nervous-nya jadi anak baru di sekolah. Bayangkan bila hal itu terjadi pada Augie yang memiliki kualifkasi gak biasa. 

Di-bully? There's a big chance about it. 
Diledek? Itu mah hampir pasti.
Bagaimana usaha Augie untuk diterima teman-temannya dengan menjadi diri sendiri, juga usah dia untuk mengatasi ketakutan dan rasa mindernya serta penulisan cerita dari berbagai sudut pandang tokoh lain adalah daya tarik utama buku ini.

4. P.S. I Love You oleh Cecilia Ahern


Sejujurnya saya gak nyangka bakal segitu sukanya sama buku ini. Berkisah tentang Holly, seorang janda muda yang baru saja ditinggal pergi suaminya, Gerry, karena kanker otak.
Di saat Holly merasa benar-benar down, tiba-tiba datanglah surat dari Gerry. Ternyata Gerry sudah mempersiapkan istri tercintanya agar tidak larut dalam kesedihan setelah kepergiannya.
Melaui surat yang dikirimkan Gerry tiap bulan, Holly belajar untuk percaya pada cinta lagi dan menjalani hidup sepenuhnya.
Yang saya suka dari buku ini (selain karakter Gerry tentu saja) adalah jalinan kata milik Ahern. Bukan yang menye, bukan juga yang datar namun pas menggambarkan perasaan Holly dan Gerry. Saya juga suasana persahabtan yang terasa banget di novel ini. Dan saya suka endingnya yang gak maksa itu.

5. The Princess Bride oleh William Goldman


Waa...bisa dibilang ini buku favorit sepanjang masa. 
Ide cerita standar saja sebenarnya. Tentang seorang putri bangsawan bernama Buttercup yang jatuh cinta dengan farm boy bernama Westley. Demi menjadi pria yang pantas meminang Buttercup, Westley pergi bertualang mencari harta. Namun yang didapat oleh Buttercup adalah berita kematian Westley. Karena suatu hal, Buttercup terpaksa menerima pinangan sang pangeran.
Saat mendekati hari pernikahannya, Buttercup diculik oleh seorang perompak terkenal yang anehnya memiliki kemiripan dengan Westley.
What's this book about beside romance? Fencing. Fighting. Strong Hate. Harsh Revenge. A Few Giants. Lots of Bad Men. Lots of Good Men. Five or Six Beautiful Women. Beasties Monstrous and Gentle. Some Swell Escapes and Captures. Death, Lies, Truth, Miracles, and a Little Sex.

Kisah yang sudah klasik dan pasaran?
Emang iya :D. Tapi sometimes menyenangkan baca cerita yang tak lekang masa seperti ini. Walo harus saya akui, alasan utama saya menyukai buku ini karena saya sudah terpesona saat pertama menonton filmnya ketika saya kelas 4 SD dulu.


Yep...itulah 5 buku favorit saya sepanjang 2012 ini. Gimana dengan kamu?
Tertarik mengetahui buku favorit versi blogger lain? Cek di sini yuks.