Showing posts with label Bloomsburry. Show all posts
Showing posts with label Bloomsburry. Show all posts

Wednesday, May 01, 2013

Harry Potter & The Goblet Of Fire

Data Buku :
Judul : Harry Potter & The Goblet Of Fire
Penulis : JK Rowling
Penerbit : Bloomsbury
Tahun Terbit : 2010
Paperback, Signature Edition, 636 pages

 TAHUN ini akan berlangsung Piala Dunia Quidditch. Harry ingin sekali menontonnya, tetapi akankah keluarga Dursley menginzinkannya? Tahun ini Hogwarts juga akan menjadi tuan rumah turnamen sihir yang sudah lebih dari seratus tahun tak pernah diadakan. Tahun ini, Harry yang beranjak remaja, juga mulai naksir cewek. Siapakah cewek beruntung yang kejatuhan cinta penyihir dan Seeker beken ini? 
Tapi tak semua yang dialami Harry peristiwa hura-hura. Karena mendadak bekas luka di keningnya terasa sakit sekali. Dan di langit malam, muncul Tanda Kegelapan, tanda yang menyatakan bangkitnya Lord Voldemort. Dan itu baru permulaan.

Wujud Lord Voldemort akan kembali sempurna bila dia berhasil mendapatkan darah musuh besarnya, Harry Potter. Dan dengan bantuan abdinya yang setia, Lord Voldemort menculik Harry.

Akhirnya, untuk pertama kalinya selama tiga belas tahun. Harry berhadapan langsung dengan musuh besarya. Dan tak terhindarkan lagi, keduanya berduel...


Hmm...what's stand out from this 4th book?

Goblet of Fire memberikan pemahaman lebih dalam tentang dunia sihir, thanks to Quidditch World Cup dan Triwizard Turnament.
Saya jadi paham kalo Voldemort menyebar terornya tidak hanya di Inggris, tapi juga di seluruh dunia sihir (abis dari buku 1-3 kesannya di Inggris doang sih terornya). Dan jadi ngeh kalo ternyata ada sekolah sihir lain toh selain Hogwarts.
Tapi kok cuma ada 3 ya? Seluruh Eropa cuma ada 3 sekolah sihir kah? Lalu gimana dengan Asia? Indonesia?

Mungkinkah sebenernya ada sekolah sihir juga di negara tercintah ini? Dan para ghost house-nya adalah Sundel Bolong, Wewe Gombel, Kuntilanak dan lain-lainnya? Jangan-jangan (juga) Rumah Pondok Indah itu sebenarnya Hogwarts yang disamarkan? Dan hantu Ambulans itu sebenernya thestral versi Indonesia? Lalu paranormal semacam Ki Joko Bodo (eh bener dia paranormal kan ya?) apakah salah satu guru di sekolah sihir itu? O_o Wow...mind blowing #sakarepmulahwi *kayaknya khayalan gw makin ngaco deh*

Trus baca ulang ini bikin saya jadi ngeh dengan Omnioculars (itu lho...teropong buat nonton Quidditch yang bisa nge-zoom-in-zoom-out, bisa replay, bisa nge-slow-motion-in apa yang kita lihat tanpa kita harus ketinggalan satu momen pun). Ini kok teknologinya mirip dengan kamera di Blackberry Z10 ya? wow...berarti Rowling udah mikirn teknologi semacam ini dari 10 tahun yang lalu dong ya. Apa para penggagas Blackberry Z10 itu baca Harry Potterr trus memutuskan untuk nyontek ide JK Rowling ya?
Saya makin kagum sama Rowling, bukunya masih up to date bahkan saat dibaca 13 tahun setelah pertama terbit. Apakah buku ini masih akan tetap up to date bahkan ampe 100  tahun kemudian? Mari kita biarkan sejarah yang mencatatnya.
“Just because it’s taken you three years to notice, Ron, doesn't mean no one else has spotted I'm a girl!”-Hermione Granger-
Goblet of Fire juga menandakan tumbuhnya kuncup asmara (ini bahasa kampring bener) antara Ron dan Hermione. Yeaayy...
Yang tadinya chemistry kedua tokoh ini tersamarkan, di buku ini dilukiskan dengan jelas. Gampang terlihat betapa cemburunya Ron pada Krum dan betapa kekinya Hermione karena Ron telat nyadar kalo dia cewek. #KeplakJidatDobby

Dan di buku ini juga muncul tokoh paling nyebelin sepanjang sejarah Harry Potter. Yep...siapa lagi kalo bukan Rita Skeeter. Ide Rowling pada pena kutip kilat itu dahsyat sekali. Buat yang bercita-cita jadi penulis skenario sinetron, pena itu pastilah jadi impian ya. Enak banget soalnya, bisa bikin cerita dramatis dengan plot paling simpel sekali pun.
“Remember, if the time should come when you have to make a choice between what is right and what is easy, remember what happened to a boy who was good, and kind, and brave, because he strayed across the path of Lord Voldemort. Remember Cedric Diggory.” -Albus Dumbledore-
Yang gak boleh ketinggalan untuk dibahas di Goblet of Fire adalah : Cedric Diggory!
Tenang, saya gak akan bahas soal kehidupan selanjutnya Cedric sebagai Edward Cullen. Sudah terlalu banyak review yang membahas itu.
Yang saya penasaran : kenapa ya Stephanie Meyer dulu setuju karakter Edward Cullen diperankan oleh Rob Pattinson? Tidakkah dia memperkirakan kalo penonton dan pembaca akan membuat korelasi antara Cedric Diggory & Edward Cullen?
Apa pentingnya pertanyaan ini? Gak ada sih, selain fakta saya udah mulai bosen liat meme RobPatz sebagai Cedric & Edward. Tidak cukupkah saya melihat wajah RobPatz hampir tiap hari di ruang kerja saya? Kenapa buka komputer juga harus liat muka dia? Kenapa? Kenapa? Kenapaaaaa? #DisumpelToa

Tapi ada satu hal yang gak saya mengerti dari Goblet of Fire sih. Kenapa ya Moody mesti capek-capet set up supaya Harry menang triwizard dan bisa bawa dia ke Voldemort? Kan portkey bisa membawa Harry kapan pun? Kenapa gak dari pertengahan cerita aja kasi portkey berbentuk gelas ke Harry? Ato apalah gitu yang simpel.

Untuk saya pribadi, Goblet of Fire ini semacam "tonggak" (lebaayyy).
Tonggak perubahan aura di serial ini yang sebelumnya lucu-polos-inosen-gimana-gitu menjadi lebih "dark".
Dan buku ini juga jadi semacam tonggak pribadi saya dalam hal fangirling.

Seperti yang pernah saya ceritain di review buku 1, awalnya saya fangirling sendirian (maklum...anak gak gaul). Lalu buku terjemahan Harry Potter 1 diterbitkan, fans Potter di Indo mulai bermunculan, fans underground yang selama ini gak punya teman pada keluar sarang, dan BOOM!...berkembanglah fandom Harry Potter.
Saya jadi punya banyak teman yang pengetahuannya tentang Potter bikin minder #HeyItsRhyme

Dan dari mereka ini, saya jadi dapat insight menarik tentang SPEW (Society for the Promotion of Elfish Welfare). Ada beberapa pihak yang berpendapat bahwa SPEW dan Hermione adalah sindiran JK Rowling terhadap Middle East dan USA.

Masih ingat dong ya kalo Hermione begitu ngotot memperjuangkan kemerdekaan para house-elf padahal mereka gak minta? Bahkan Harry dan Ron pun gak mendukung usaha Hermione. Nah ini dianggap sama dengan ngototnya USA(George W Bush sebenarnya) untuk ikut campur dalam urusan di Timur Tengah padahal gak ada yang minta dan gak didukung juga. Hermione dan USA gagal mengerti bahwa terkadang pertolongan itu perlu diminta dulu sebelum bisa diberikan.
Lalu salahkah usaha Hermione (dan USA)?

Saya gak mo bahas soal ini lebih jauh aahh(yeee....curang XD). Yang saya mo pertanyakan sih : benarkah JK Rowling emang berniat menyindir USA lewat Hermione dan SPEW?
And is it worth mentioning that US invasion to Iraq had happened in 2003 while this book was first published in 2000? Does Rowling really have an ability to look into the future? #makinngaco Or some people just read too much into this? What do you think? ;)


PS : Iya...sebenernya Middle East dalam post di atas mengacu kepada  Irak (seenggaknya diskusi-diskusi waktu itu membahas Irak). Saya menolak menyebut Irak dan memilih Middle East karena saya gak bisa melupakan fakta bahwa buku ini terbit 3 tahun sebelum invasi US ke Irak ;)

Saturday, January 26, 2013

Harry Potter & The Philosopher's Stone


Data Buku
Judul : Harry Potter & The Philosopher's Stone
Penulis : JK Rowling
Penerbit :  Bloomsburry Publishing
Bahasa : Inggris
ISBN : 9780747532743
Rating : 5 out of 5 stars

Wow...nggak kerasa sudah 15 tahun sejak saya kenalan sama Harry Potter dan terpesona pada dunia buatan Madame Rowling ini. Saya tahu kalo saya mestinya bikin review, tapi sebelum itu, rasanya pengen nostalgia saat pertama kenalan sama bocah dengan luka berbentuk petir ini.

Saya pertama ketemu Harry Potter di Bras Basah, sekitar akhir 1997. Saat itu saya sedang asyik memilih-milih buku bekas ketika shopkeeper-nya menawari saya buku ini. Dia berpromosi kalo ini buku bagus banget dan sayang banget kalo ampe gak saya beli. Dia juga bilang kalo Harry Potter ini lagi happening banget di Inggris sana.

Waktu itu saya kenal internet cuma sebatas email dan chatting doang, gak pernah browsing. Saya pun bukan tipe yang langganan majalah ato koran, jadi saya benar-benar gak tahu kalo ada buku berjudul Harry Potter yang lagi booming. Saya malah curiga kalo buku ini adalah buku jelek yang gak laku. Ya logikanya aja, kalo emang tuh buku buagus banget kok udah ada yang jual second-nya di Bras Basah? Dan kalo emang laris buanget, kenapa juga si shopkeeper maksa-maksa saya buat beli? Tebakan saya sih ini buku gak laku dan si shopkeeper mo nepu saya (Oh...how stupid I was).
Akhirnya buku Harry Potter 1 itu saya beli juga karena sang shopkeeper menjamin saya boleh tukar dengan buku lain kalo nggak puas. Dan begitulah awalnya saya kenal sama Harry Potter.

Rasanya saya gak perlu menulis sinopsis buku ini ato bahkan memberi tahu buku ini termasuk dalam genre apa. I mean, seriously? Sudah 15 tahun lebih sejak demam Harry Potter melanda dunia, it's been all over the news. Kalo bahkan ampe detik ini Anda nggak tahu garis besar cerita Harry Potter, berarti Anda emang gak berminat sama buku ini. Then why bothers now? ;)
Jadi lebih baik saya membahas apa yang saya rasakan sewaktu membaca kembali buku ini setelah 15 tahun berlalu.

Yang pertama saya rasa sih "aura"nya yang beda. Sewaktu pertama baca Harry Potter dulu, teman-teman saya gak ada yang ngeh sama buku ini (yah sebenernya ampe sekarang temen saya yang baca buku ini juga sedikit sih :| ). Jadi saya heboh sendiri, bahas buku ini sendirian (dan dapat tatapan loe-ngomong-apa-sih dari teman-teman) bahkan fangirling pun sendirian #kasian. Sekarang ini, berkat GR dan BBI, saya jadi kenal banyak orang yang juga ngefans sama Harry Potter bahkan ampe baca bareng. Jelas vibe-nya beda banget. Dan itu menyenangkan. Horeeeee....saya masuk golongan mainstream #hehe.

Yang kedua, saya mengubah pandangan saya tentang Harry di buku pertama. Awal baca dulu, saya beranggapan Harry ini kepo banget. "Kenapa sih pusing banget sama kemungkinan Sorcerer Stone dicuri sama Voldemort? Kenapa gak kirim Hedwig aja ke Dumbledore sih buat warning?"-- itu adalah pertanyaan saya dulu.
Sekarang saya ngerti kenapa.
Seperti yang dibilang Harry, Dumbledore tahu bahwa Harry butuh untuk mencoba melawan karena pertarungan dengan Voldemort itu personal untuk Harry. Gimana pun, Voldemort lah yang membunuh orangtua Harry. Dan Harry sadar kalo Voldemort bisa kembali menyerang dia.

Tapi terutama, karena Harry sadar bahwa kembalinya Voldemort dapat membuat dia kehilangan dunia sihir.
He was nothing in the muggle world. Gak puna siapa pun dan apa pun. Lalu dia menemukan semuanya di dunia sihir : sahabat, kebahagiaan dan terutama : penerimaan. Penerimaan yang tak pernah dia dapatkan sebelumnya. Gak heran kalo Harry berkeras mempertahankannya. I'd do the same if I were him. I'd fight the nastiest wizard if I have to in order not to let something most precious being taken from me. So I could understand Harry's determination to fight Voldemort even when he's still a kid.

Ketiga, ternyata saya sudah suka Ron dari buku ke 1 X).
Jangan salah, dari trio itu Ron memang favorit saya kok. Saya suka Ron karena kalimatnya yang witty dan rada sarkastis, belum lagi sindirannya yang tajam. Tapi kualitas itu baru keliatan di buku kedua (ato malah ketiga?). Yang pasti bukan di buku pertama.
Dulu saya gak ngerti apa yang bikin saya bersimpati sama Ron sejak awal. Sekarang saya tahu. Karena Ron orang pertama yang "menerima" Harry. Dia gak meremehkan Harry seperti yang dilakukan Malfoy, tapi dia juga gak memujanya secara berlebihan. Dia menganggap Harry sama normalnya dengan dia, and that's enough.

Keempat, saya makin kagum dengan persahabatan Ron dan Hermione. They're true bestfriends.
Tanpa ragu Ron dan Hermione menemani Harry untuk melawan Voldemort walopun mereka tahu resikonya. I mean, saya ngerti kesetiaan Ron dan Hermione pada Harry di buku ke-7. They've come a long way. Tapi di buku 1? Saat mereka baru kenal 1 tahun kurang serta belum ngeh seberapa parah kondisinya kalo Voldemort kembali berkuasa? That's great.
“It takes a great deal of bravery to stand up to our enemies, but just as much to stand up to our friends.”
-Albus Dumbledore-
Kelima, perubahan karakter Neville kerasa banget ya. Neville yang penakut dan gak berani membela dirinya sungguh berbeda dengan Neville di buku ke-7. I forgot how awkward, clumsy and shy Neville was. But let's talk about him on the later book.

Keenam,  wow...penerjemah Harry Potter ini keren sekali ya.
Saya sudah pernah sih baca versi Inggris dan terjemahan buku ini (untuk reread yang ini, saya baca versi Inggrisnya lagi), dan dari dulu memang saya tahu penerjemahnya emang canggih. Tapi baru sekarang saya benar-benar ngeh..
Mirror of Erised diterjemahkan Cermin Tarsah. Erised yang merupakan anagram dari desire,  diterjemahkan jadi tarsah yang anagram dari hasrat. Wow! Dan setelah saya googling, saya dapat info kalo sebenarnya ide Tarsah ini baru kepikir belakangan, menjelang bukunya turun cetak. Karena sang penerjemah berkeras mesti ada padanan yang tepat untuk "erised". Dan iya, beliau emang bener karena erised dan tarsah adalah padanan yang cocok.

Ketujuh, hmm....saya tetap gak ngerti kenapa Professor Quirrell gak bisa menyentuh Harry hanya di bagian akhir buku ini? Waktu awal cerita, Harry bertemu Prof. Quirrell di Diagon Alley dan saat itu mereka sudah berjabat tangan. Kok saat itu tangan si Quirrell gak melepuh ya? Padahal sudah jelas kalo Voldemort telah "nebeng" di tubuh Quirrell saat itu.

Kedelapan, saya makin kagum deh sama JK Rowling.
Oke...saya tahu kalo JKR emang banyak menggunakan bantuan mitos, legenda ato apalah itu dalam ceritanya. So it's not really original. Tapi toh emang gak ada formula yang benar-benar baru. Yang penting sih gimana Rowling bisa meramu bahan yang ada. And she's really good at it.

Tapi yang sebenarnya keren dari Rowling adalah : dia benar-benar paham karakter pembacanya.
I guess in some points of our life, even if it's just for one time, we ever felt like Harry, who's a misfit and wishing to go to some place new where we could start everything from the scratch or becoming a different people. But not everyone could do that. Apparently Harry is one of those lucky people.
Reading Harry's journey gave me happiness. Happiness that comes from knowing that at least there's one person in this world who could fulfill his dreams.  It also gave me some hopes that in the end everything will be fine for me too. If this boy whose life was much more miserable than me finally found what he always wanted, how could I not? :)

Dan Rowling juga dengan cerdasnya memilih setting di Inggris, suatu tempat yang masih bisa terjangkau dan karenanya masih terasa "dekat". Bukannya tempat jauh antah berantah seperti di Middle Earth sana, atau dunia magic namun tak terjangkau seperti Abarat. Terlibatnya kaum manusia non sihir (aka muggle) juga tempat-tempat di Inggris seperti stasiun King's Cross membuat cerita ini makin terasa dekat di hati, membuat kita (oke...sebenernya sih saya) berani berharap bahwa suatu saat nanti saya juga bisa dapat..ehem...surat saya sendiri.
Seorang teman saya bahkan sampe mencoba menekan pilar di tempat yang semestinya jadi peron 9 3/4 waktu dia lagi ada di King's Cross dan waktu salah seorang petugas di sana melihat kelakuan teman saya, si petugas bilang : "You're not the first person who tried looking for that platform."
Bhahak....ternyata banyak yang bermimpi ke Hogwarts eh? ;)

Dan alasan kenapa saya kasih 5 bintang walopun saya mengakui kalo cerita di buku ini masih kalah spekta dibanding buku-buku berikutnya?
Karena ini adalah buku pertama. The one that started it all. Buku ini juga yang bikin saya kenal dan jadi langganan (sampe sekarang) sama sebuah toko di Bras Basah itu. It's always nice to find a new friend because of one certain book.

Lastly, just wanna say this :  for you all who feel like you don't fit in, who wished for a magical school, or secret garden or magical cupboard that could open secret passage to magical land and still secretly keeping those wish alive :  keep on wishing. Keep on hoping. Who knows, maybe your "letter" is on its way now :)

PS : Review ini diikutkan untuk event Hotter Potter, Books In English Reading Challenge dan FYE Children Lit Fun Months 1 untuk kategori Award Winner. Beberapa award yang dimenangkan buku ini bisa dilihat di link berikut.

Umur yang cocok untuk membaca buku ini adalah 12 tahun ke atas.