Tuesday, October 30, 2012

How I Met BBI



Gak terasa hampir setahun saya gabung di BBI (Blogger Buku Indonesia).
Selama hampir setahun ini, banyak yang sudah saya dapat dari BBI. Pengalaman baru, buku bacaan yang baru, mencoba baca genre yang di luar zona nyaman saya, pengalaman ikut (dan kemudian menang) giveaway, dan tentunya teman-teman baru. I'm happy and feel honoured to join this group. Dan saya berharap semoga BBI semakin maju, anggotanya semakin banyak dan semakin kompak. Juga semoga pertemanan yang terjalin di sini akan berlangsung lama, selama umur kita di dunia #aihsyedaapp.

Anyhoo...untuk merayakan hari blogger nasional yang jatuh pada tanggal 27 Oktober, BBI sepakat untuk posting bareng mengenai sejarah awal masing-masing anggotanya kenalan sama di sini.
And this is my story...

It happened a long time ago, when the Earth began to cool, the autotrophs began to drool, and Neanderthals developed tools. Alkisah Zeus sedang murka karena putranya, Hercules, lagi-lagi ketahuan turun ke bumi buat belajar gangnam style. Dalam kemarahannya, Zeus melempar petir, senjata andalannya, kepada Hecules. Sambil ber-gangnam style, Hercules menghindari serangan Zeus. "Easy, Dad. See how good I am now dodging from your thunders? It's all because this move. I'm movin' like Jagger."
Ngeles-nya Hercules ini bikin Zeus makin emosi. Dan waktu petir di tangannya habis, dia lemparin apa aja yang ada di sekitarnya. Mulai dari piring, gelas, sulaman-nya Hera, ampe sebatang coklat yang dari tadi lagi dikunyah sama Cerberus.
Petir yang dilempar Zeus menggetarkan awan dan menurunkan hujan badai di bumi. Piring dan gelas yang dilempar membuat hujan terasa tajam mengiris hati menggetarkan jiwa (ooohhhhh #plak). Coklatnya sendiri hancur meleleh terkena hujan dan melumuri sebuah ladang gandum di bumi.
Sementara itu, Zeus yang sudah puas ngamuk kemudian menghembuskan nafas yang berubah menjadi tornado di bumi. Tornado ini meghantam ladang gandum cokelat tersebut dan mengubahnya menjadi Koko Cr...
Oh..oke...oke...baeklaahhh. Saya ngaku emang garing sih cerita di atas. Ya maap. *dilempar botol oleh segenap pembaca*

I'll tell different version then.

Jadi gini, di tahun 2000 saya kenalan dengan teknologi blog di blogger ini. Berhubung masih baru dan norak, saya nulis apa aja yang saya mau waktu itu, termasuk curcol dan review dalam satu blog. Cuma yah waktu itu review saya masih one-liner gitu, sekadar bilang buku dan filmnya bagus ato gak (ini sebenarnya pembelaan diri atas review-review one-liner yang ada di awal blog ini).
Kemudian, seperti layaknya anak gaul lainnya, saya pun beralih ke multiply. Di multiply ada bagian tersendiri untuk review. Excited, saya pun mulai belajar nulis review yang sedikit panjang (dan entah gimana, jadinya sekarang malah selalu panjang kalo nulis review :p).

Waktu di multiply sih review saya beragam, mulai dari buku, film, restoran ampe artis pun saya review (iya...kelakuan saya emang idih banget waktu itu). Lama-lama saya kepikiran buat membagi review berdasarkan jenisnya. Berhubung buku yang paling sering direview, ya dibikinkan satu blog khusus. Sementara film dan restoran digabung aja jadi satu (yang artis dihapus karena terlalu nyinyir). Dan saya pun kembali melirik cinta pertama yang sempat dicuekkin, yaitu si blogger. Saya aktifkan lagi blog yang sempat hiatus, hapus semua postingan selain review buku, dan gabungin dengan review yang ada di multiply (yang mana setelah digabung pun masih sedikit).
Lalu ganti judul blog dengan nama  "Through Tinted Glass".

Blog ini bisa dianggap aktif lagi sekitar bulan oktober 2011. Di periode itu, saya bikin review buku "Where She Went"-nya Gayle Forman yang kemudian terpilih jadi resensi pilihan GPU. Gegara akun twitter dan postingan saya di-retweet GPU, Sulis aka Peri Hutan pun notice dengan keberadaan blog saya kemudian ngajak temenan (tepatnya sih saling follow di twitter).
Kebetulan waktu itu saya adalah pengikut setia blog Kubikel Romance-nya dia. Jadi excited gitu pas disapa sama idola sendiri :D.
Dan dia-lah yang memperkenalkan saya ke BBI. Sulis mention Rahib Tanzil dan @BBI_2011 nanyain apakah link blog saya udah terdaftar di BBI, yang mana akhirnya membuat saya terdaftar di BBI. Yah...the rest is history.
Itu sebabnya, tiap ditanya apa buku yang paling berkesan sepanjang 2011-2012, saya pasti bakal jawab "Where She Went". Abis buku itu sih yang bikin saya kenalan sama BBI :).

And that's my friends, how I met BBI.


Tuesday, October 23, 2012

Buku Ajar Koas Racun

 Data Buku:
Judul : Buku Ajar Koas Racun
Penulis : Andreas Kurniawan, dr
Penerbit : mediakita
Halaman : 256
Published : 2012
Rating : 4 out of 5 stars


@KoasRacun adalah salah satu akun parodi kedokteran yang sudah lumayan lama beredar di jagat twitter. Saya gak tahu seberapa bekennya @KoasRacun bagi tweeps kalangan non-medis, tapi buat kami (ato minimal saya), akun ini salah satu akun humor yang wajib difollow. Tweet-tweetnya @KoasRacun itu suka sinis, nyindir tapi lucu. Rasanya akun itu menyuarakan jeritan hati para koas di negeri ini *halah*

(ps : buat yang gak mudeng, koas adalah sebutan untuk mahasiswa FK tingkat klinik, yang berarti mahasiswa FK tahun ke-5 dan 6)

Ketika mengetahui @KoasRacun akan melahirkan (pemilihan kata yang aneh) buku, saya kira yang akan keluar adalah buku kompilasi twit. Ternyata saya salah. Sesuai dengan taglinenya, buku ini memang panduan bertahan hidup untuk koas & mahasiswa kedokteran.

Ada banyak hal yang diceritakan penulis di buku ini, mulai dari jaga malam yang adalah takdir sekaligus kewajiban bagi koas, tentang suka duka perkuliahan dalam menghadapi praktikum, ujian dan juga dosen, sampai ke "mitos" aneh menyangkut profesi dokter. Mitos yang saya maksud itu seputar keyakinan masyarakat awam bahwa semua dokter pasti tulisannya jelek (lucunya banyak yang berpikir di FK pasti ada mata kuliah belaja-nulis-kayak-ceker-ayam) ato bahwa dokter gak bisa sakit.

Eh? Anda gak percaya bahwa ada orang yang berpikir dokter gak bisa sakit? Jangan salah. Banyak lho yang mikir gitu.
Saya ingat sekian tahun lalu, waktu ayah saya sakit dan ada pasien yang mo berobat. Setelah diberi tahu bahwa ayah gak bisa melayani karena sedang sakit, sang ayah pasien pergi sambil ngomel : "Dokter kok bisa sakit sih? Ini mah pasti males aja nerima pasien. Dikira saya gak bisa bayar apa?"

Ish...klo ingat kejadian itu masih bisa emosi deh #eaaa #mendadakcurcol
Untung ampe sekarang saya belum pernah dengar ada yang komentar : "Dokter kok bisa meninggal karena sakit?". Klo ada yang mikir gitu, then they really should get their head checked.

Seperti tagline-nya, buku ini memang lebih tepat jadi panduan mereka yang belum ato sedang koas. Bagi saya yang (alhamdulillah) sudah melewati masa itu, buku ini lebih sebagai pembangkit kenangan manis saja. Juga sebagai penghibur hati bahwa ternyata saya gak dogol sendirian, ternyata mahasiswa-mahasiswa FK seantero nusantara mengalami hal yang sama toh #menurutngana.

Oh saya juga jadi ngeh kalo ternyata mitos-mitos cara penolak dan pemanggil pasien kala jaga malam itu dipercaya oleh seantero FK toh. Jadi penasaran, mahasiswa FK di negara lain punya mitos aneh juga gak ya? Seaneh apa mitos itu? Silakan baca sendiri :D

Gaya bahasa penulis sih sama kayak di twitter. Sama-sama sinis, nyindir tapi lucu dan cerdas.
"Dokternya ada?" tanya bapak itu.
Pertanyaan ini cukup janggal di telinga saya, mengingat percakapan ini mengambil setting lokasi di IGD suatu rumah sakit umum. Saya tidak pernah berpikir untuk datang ke restoran cepat saji dan bertanya, "Yang masak ada?"
Buku ini juga tak lupa menyorot dilema yang dihadapi para dokter. Bagaimana mereka menghabiskan waktu untuk mengurus keluarga orang lain sementara keluarga sendiri harus ditinggal di rumah.
Yep, I can relate to that. Saya juga beberapa kali harus meninggalkan ibu sendirian di rumah padahal beliau sedang sakit untuk merawat ibu orang lain. It's a dilema. Trust me.

Tapi bab favorit saya sih di bab "Koas & Film".
Di awal bab, penulis berkata begini:
"Ada satu hal yang selalu ditanamkan oleh dosen kami dari dulu : jadi mahasiswa harus kritis. Apalagi menjadi seorang dokter. Segala sesuatu harus bisa dipertanyakan, kenapa bisa begitu, apa hal tersebut mungkin, dan sebagainya. Hal ini di satu sisi membuat kami penghuni dunia medis menjadi pribadi yang kritis. Di sisi lain, kami kadang tidak bisa menikmati beberapa hal lagi. Apalagi saat menonton film."
Tuh kaaann! Tuh kaaaaannnnn!!!
Wajar kan kalo saya sungguh sewot sama film/buku Heart ini. Lah wong buku ini salah di semua aspek. Ato ketika saya ngomel di review buku Kala Kali itu.
Iyaaa...yang dibilang penulis emang bener. Ada beberapa kenikmatan yang hilang saat menonton film bagi kami. Film yang rusak kenikmatannya menurut contoh penulis adalah X-Men Origins : Wolverine, The Dark Knight Rises, dan Soegija. Dan list ini masih bisa panjang kalo mo diterusin.
Buat saya, hal ini juga berlaku pada buku :|.

Gimana dengan sinetron? Oh...do not make me go there! Toh penulis juga sudah memaparkan keanehan-keanehan yang dilihatnya di sinetron.
Tampak seorang ibu sedang mengejan dengan sepenuh tenaga. Beberapa saat kemudian terdengar tangisan bayi, kemudian petugas rumah sakit langsung memakaikan selimut ke bayi tersebut, dan diperlihatkan ke sang ibu. Indah sekali, seorang ibu yang bertaruh nyawa untuk memberikan hidup ke bayi tercinta. Setelah itu adegan selesai. Serius, sudah selesai.
Catatan:
Suatu kondisi yang menarik sekali, bayi tersebut pantas masuk ke dalam The Guinness Book of World Records sebagai satu2nya bayi yang lahir tanpa plasenta
Asli...pas baca bagian ini serasa pengen ketemu langsung penulisnya dan berterima kasih karena mau bersusah payah melawan usaha pembodohan yang dilakukan produser sinetron. Mudah-mudahan saja buku ini banyak dibaca biar infonya makin meluas.

Kalo ada kekurangan di buku ini, itu adalah typonya. Gak terlalu banyak sih, tapi saya terganggu dengan banyaknya kata memelajari yang ada di buku ini (yang bener mempelajari ato memelajari sih?). Juga editan yang masih kurang halus. Liat kutipan di atas? Masih ada kata "satu2nya" di buku ini.

Saya juga gak yakin apakah jokes yang ada di buku ini bisa ditangkap oleh pembaca kalangan non medis.
Oh jangan khawatir. Anda pasti ngerti segala yang diceritakan penulis karena dipaparkan dengan begitu jelas. Saya cuma meragukan apakah sisi lucunya bisa ditangkap oleh semua pembaca. Saya pribadi menganggapnya lucu karena saya pernah mengalami dan tahu kayak apa rasanya. Apakah orang lain menganggap pengalaman saya lucu? Entahlah.

Untuk siapa saya merekomendasikan buku ini?
Kepada teman sejawat dari dunia medis karena dengannya kita bisa bernostalgia dan berefleksi diri. Setelah membaca buku ini, saya sadar betapa kacrutnya saya dulu. Dan betapa ampe sekarang pun, saya masih sama aja (klo gak mau dibilang lebih parah) kacrutnya X).

Mereka yang ingin masuk FK dan para orang tua yang ingin anaknya jadi dokter tapi clueless seperti apa dunia kedokteran itu juga sebaiknya membaca buku ini.
Apa?
Anda termotivasi jadi dokter setelah baca Doctors-nya Erich Segal dan manga Dr. Koto juga Say Hello To Blackjack? Oh jangan percaya deh! Itu kan menyorot profesi dokter di negara lain.
Mending anda baca buku ini deh.
Kalo setelah baca, anda merasa masih minat masuk FK, maka sila dilanjut dengan baca Playing "God"-nya Rully Roesli dan The Doctor: Catatan Hati Seorang Dokter-nya Triharnoto
Kalo masih minat juga, maka...daftarkan diri anda ke FK dan welcome to the jungle :). It's a rollercoaster ride, but like all rollercoaster, it brings fun too.
You'll find many friends and foes here. But still, we're all brothers that binded by the same oath.
DOCTORS are being scorned for being late with diagnosis, yet they're holding their bladder because they don't have time to use the restroom, starving because they missed lunch & missing their family while taking care of yours. Illness or personal affairs aren't excuses for a misdiagnosis or mismanagement. They lack sleep yet are willing to stay awake for you and for your families. They may even be crying for you. In the minute you read this, doctors all over the world are saving lives. -Anonymous-

Friday, October 19, 2012

The Boy Who Sneaks in my Bedroom Window

Data Buku :

Judul : The Boy Who Sneaks in my Bedroom Window
Penulis : Kirsty Moseley
Published : April 2012
ISBN13 : 2940033206711
Bahasa : Inggris
Format : ebook

Amber dan Jake punya ayah yang abusive. Suatu malam, saat Amber menangis di tempat tidurnya setelah dipukuli sang ayah, datang seorang bocah lelaki yang menenangkan tangisnya dan menemaninya tidur sampai pagi. Bocah itu adalah Liam, tetangga sebelah rumah juga sahabat Jake.
Cerita maju 8 tahun kemudian.
Orang tua Amber telah berpisah setelah si ayah mencoba memperkosa Amber (untunglah bisa digagalkan oleh Jake dan Liam). Kejadian itu meninggalkan trauma pada Amber. Dia tak nyaman dengan sentuhan bahkan dari teman ceweknya sekali pun. Anehnya, trauma ini tak berlaku pada ibu, Jake dan Liam.
Bahkan, selama 8 tahun ini dia selalu tidur bersama Liam (tidur beneran lho). Singkatnya Amber sama Liam jadian.
Dan dimulailah hubungan mereka yang manis itu.
Konflik utama muncul ketika ayah Amber kembali dan ingin mengganggunya lagi.

Saya pengen banget kasih bintang yang lebih tinggi untuk buku ini. Swear, pengen banget. Tapi setiap saya bisa memaafkan satu kekurangannya, maka muncul lagi segebung kekacrutan di buku ini yang bikin saya #tepokjidat.

Ayo kita bahas! (btw ini bakal panjang banget lho, FYI aja sih).

1. Judul
Dimulai dari judulnya yang panjang buanget itu. Okelah...judul panjang sih gak papa. Masih ada buku lain yang judulnya lebih panjang (eh iya kan ya?). Buat saya sih, masalahnya ada di arti judul itu sendiri. Dari judul itu aja, pembaca udah tahu ceritanya bakal tentang apa. (Q: Tentang cowo yang nyusup lewat jendela kan? A: MENURUT NGANA?). Udah saingan sama koran erotis deh dari segi "kejelasan" ceritanya.
Kayak gini contohnya :
Image and video hosting by TinyPic

Ato ini :
Image and video hosting by TinyPic

Got what I mean?

Ini penulis dan editornya kehabisan ide ato emang males nyari judul yang lebih keren? Coba belajar bikin judul sama novel The Fault In Our Stars ato Extremely Loud & Inredibly Close.

2. Cover
Tapi judul aneh termaafkan karena covernya yang cuantek itu. Saya paling suka cover dengan nuansa hujan. Adanya siluet "love" di jendela basah itu semakin menambah suasana sendu dan romantis.
Sayang, saya malah merasa ketipu sama tuh cover. Kirain bakal bersetting di musim hujan gitu. Ini mah boro-boro musim hujan, sekadar gerimis numpang lewat aja gak ada.
Boro-boro gerimis numpang lewat, adegan langit mendung juga gak nongol biar cuma sekali. 
Boro-boro langit mendung, bahkan...oh oke...you get my point already.

3. Gaya penulisan
Gaya penulisan, diksi, ato apapun lah itu namanya, buat saya sih mentaaahh banget. Ya emang gak semua buku kudu pake bahasa puitis nan berbunga-bunga. Saya pun kurang demen sama bahasa puitis kecuali emang ceritanya mendukung. Berhubung ini novel remaja, gaya bahasa casual pun cukuplah. Tapi mbok ya jangan se-"polos" itu juga.
Semua hal dijelaskan dan diceritain sama penulisnya. Apa dia meragukan level intelejensia pembacanya?
Rasanya kayak baca diary curhat anak SMA. Curiga jangan-jangan si penulis minjem diary anak SMA beneran, trus dipoles dikit, kasi karakter yang bikin melting, ending dramatis, trus jadi deh 1 draft novel.

Saya juga gak suka dengan "kekreatifan" penulis dalam memilih kata ato mendeskripsikan sesuatu. Tampaknya bagi Moseley, deskripsi seksi serta cakepnya seseorang itu hanya bisa diliat dari how-hot-her/his-piece of ass-is.
-"Hey, Ambs, did you ride in with hot piece of ass one and two again today?”
_"Apparently, I just want to tap your very fine ass,” he said
Okay, total count of ass-word is 91 in this book. I don't need to quote all of it.

Geez...what's with ass and the author?
Does she has some fetish with ass? Ya gapapa, haknya dia kok itu. Tapi gak usah juga ngajak pembacanya ikut-ikutan sama fetish dia ya.
See...I love hot asses too. Winnie The Pooh's ass is a winner there. Followed closely with Channing Tatum's. But you don't see mee talk about it the whole time.
Oh wait! I just did!
But at least I'm talkin only in this part of the review, not in all the books like Moseley did. *meh! Lame excuse, I know*

Image and video hosting by TinyPic
See how hot his ass?

Image and video hosting by TinyPic
So nice even when he's little *kok jadi creepy ya?*

Okay...moving on.

Kata lain yang ganggu karena sering dipake adalah "purred".
“Hi, Liam,” she purred in her sexy voice.
“I missed you last night,” he purred.
He purred. She purred. They purred. Why...why everyone in this book has to "purred"? Why can't they speak normally?

Lalu Moseley juga gak kreatif dalam hal membuat variasi penggunaan kata "smile".
bHe smiled his flirty smile at me.
He smiled that sexy little smile at me.
Why he has to smile like that all the time? Why can't Moseley write another kind of smile? We know already that Liam James is sexy and flirty. The author need not to tell us again about it on every chance that she got.

4. Ide Cerita

Ide cerita sebenarnya bagus sih. Si Amber-nya dianiaya oleh ayahnya sendiri, hampir diperkosa pula hingga membuat dia gak suka dengan "sentuhan" apalagi kalo "sentuhan"nya bersifat intim. A traumatic heroine, a ruined one. That's good and kinda new. Rata-rata cerita roman (harlequin sih) kan yang "ruined" itu male lead-nya.

Lalu si Amber ini punya guardian angel, yang sabar, cinta mati dan selalu berpendapat Amber adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Wow!
Waktu akhirnya Amber dan Liam jadian, saya berharap lebih pada buku ini. Tampaknya buku ini menjanjikan cerita yang seru karena saya jadi tertarik mengetahui bagaimana Liam bisa "menyembuhkan" trauma Amber.

Sayang, saya kembali kecewa. Karena terapi Liam adalah : "making out". Lots and lots of making out, ampe si Amber jadi terbiasa. Ya gapapa juga sih making out sering-sering. Toh mereka emang masih remaja, di saat horny eh hormon lagi tinggi-tingginya.
Kecewanya sih di bagian "yah-kok-making-out-doang-sih". Kirain bakal ada terapi khusus apa gitu, ke psikolog ato psikiater kek, shock therapy kek, hypnotherapy kek ato apalah.

Trus bagian "menuju puncak"nya juga kok ya gitu amat dan gitu doang ya :|.
Maksud saya, hampir setengah buku dihabiskan dengan baca gimana serunya Liam dan Amber making out, tapi pas adegan puncak (when it's finally happened) kok yah lewat gitu aja. Yaaa...saya juga gak ngarep adegan detail sih (emangnya ini EA?), tapi mbok ya jangan juga adegan puncaknya cuma ditulis dalam 1 kalimat dong ah. Rasanya kayak sebel waktu mangga yang udah dirawat dari masih kecil, tau-tau pas udah matang dan siap petik, eh malah diembat sama tukang bakso langganan (Iyeee...ini curhat. Hiks...manggakuuuuu T_T).

Ato kayak lagi seru-serunya "nujes", tahu-tahu musti interuptus karena ada panggilan darurat dari RS (Hey...it's true story!).
Kenapa saya bisa tahu?
 Coz it happened to one of my "bos".
Ceritanya waktu saya nelpon untuk ngelaporin pasien dan baru bilang : "Selamat malam, dok. Dari IGD RS X. Ada pasien.."
tau-tau langsung dipotong beliau dengan nada keras : "APAAN SIH? COITUS INTERRUPTUS NIH!!!"
Saya : engg...#kemudianhening.
*I really didn't know what to say. What should I say cobaaa? Apa saya harus pura-pura gak dengar? Ato jawab dengan nada kalem : "Oh maaf mengganggu, dok. Sila dilanjut. Nanti saya telpon lagi kalo udah beres ya." Ato nanya sambil cengengesan : "Hehehe...lagi sibuk ya, dok?" Yang manaaaaa??? O_o*
Untung sebelum saya sempat galau, sang "bos" berdeham dan melanjutkan dengan nada berwibawa : "Jadi kenapa tadi pasiennya?"
Yah...menuju puncak yang gagal, indeed.

Lalu plot cerita buku ini juga ketebak banget. Jadi ceritanya ntar tuh bokapnya Amber balik ke kota mereka dan mengancam ketenangan hidup Amber dan Jake lagi, bahkan ampe bikin Liam berurusan sama polisi. Dan Amber pun kepikiran bikin jebakan buat menolong Liam dan mengusir si bokap selamanya. Masalahnya, jebakan yang dia pake itu kacangan dan cemen banget. Saya malah heran, kok si bokap gak curiga acan-acan sih? Ini si bokap yang kelewat polos ato saya yang kebanyakan nonton sinetron kacangan?

Saya juga gak suka sama ending untuk si bokap. They let him free? Iya, saya bisa ngerti klo mereka gak mau terlibat lagi sama si bokap. But can't they at least do something when they're adult, like send him to police? They let a child molester free so that he could molest and even rape another kid someday.


My thought:   



iya, saya tahu kok si bokap dipenjara. Tapi karena kasus yg berbeda. Di US itu, hukuman untuk pelaku child molester/rapist lebih keras daripada hukuman penipuan. Apalagi hukuman dari segi sosial. It can be said that once you're being labeled as a child molester/rapist, then your social life is doomed


5. Karakter

Dan mungkin inilah faktor yang paling bikin eneg sekaligus paling sweet dari buku ini.

Mari kita mulai dari karakter pendukung yaitu rekan-rekan sekolah Liam, Amber dan Jake.
Dikisahkan Liam dan Jake ini popular banget. Semua cewek pengen "get in their pants" dan semua cowok pengen temenan sama kedua orang ini.
Errr....asa gimana gitu ya. Not real.
Tapi okelah soal itunya.
Yang ngenganggu sih betapa horny-nya cewek-cewek SMA itu. Iya, saya emang bilang umur segitu wajar kalo BT (nope..bukan BT yg artinya bad temper itu). Tapi kan gak juga ya setiap cewek di sekolah (kecuali Amber tentunya) sodor-sodorin dadanya ke Liam ato grepe "aset pribadi"nya Jake.
“You need to have a word with your friend, seriously, she just grabbed my dick!”

She wrapped her dirty little arms round my boyfriend’s waist, looking at him with her come to bed eyes.
Itu sekolah apaan sih? Sekolah khusus yang isinya slutty and skank gitu? (Hey...Amber yang bilang cewek-cewek itu skank, bukan saya).

Oke...settingnya emang di US, yang budayanya beda sama Indo. Tapi bahkan di US sekalipun, gak semua siswinya semurah itu kok.

Lalu kita bahas karakter pendamping utama : Jake.
Saya suka sih sama Jake, perannya sebagai kakak yang overprotective ke Amber tuh mengharukan. Dia selalu siap menolong si adik kapan pun, bahkan ampe rela pasang badan demi Amber. He really is the best brother in the (book) world.
Cuma yah belakangan kok peran dia kebanyakan menggeplak kepala temannya yang mulai flirting ke adiknya sambil teriak : "Dude, little sister!".
Naon coba maksudnya sih?
But still, I like him. He made this book bear-able for me. He had one moment of weakness which made me want to pukpuk him that time. Hiks...bahkan ksatria terbaik pun berhak untuk berdarah.

Mengenai 2 karakter utama : Liam James dan Amber Walker.

Oke, Liam itu emang sempurna : ganteng, hot ass (penting banget ini disebut ulang), setia, cerdas, responsible, ah sebut semualah pasti Liam punya.
He did many sweet things too. Lihat bagaimana dia bisa menenangkan Amber dan menghapus mimpi buruknya dengan memeluk Amber sepanjang malam selama 8 tahun. Nice!
Ato gimana dia gak bisa tidur nyenyak kalo gak bareng Amber. Romantic!
Ato waktu dia beneran ngecek ke seluruh penjuru kamar Amber untuk mastiin gak ada zombie di kamar itu. Wow...so caring! (or so stupid, you choose).

Tapi saking sempurnanya jadi kerasa kalo ini fiksi abis. Saya bisa tahan sama Liam di bab awal, tapi setelah jadian dengan Amber, dia berubah jadi cowok yang setiap omongannya selalu bikin melting, tapi juga amat sangat cheesy.
Coba baca kutipan ini :
“Don’t remind me about my former life without you, Angel. I’ll have nightmares,”
===> Aww...bikin klepek klepek deh.
“I’ve been crazy about you since the first time I saw you, Angel. All this time it’s only ever been you.”
===> Liam, you know that is too cheesy, don't you?
“What if I said I didn’t believe in having sex before marriage?” I asked. 
“Then I’d say how about we get married as soon as you’re old enough. Eighteen is the legal age, right?” he replied.

===> Ugh...too much sweet is bad for your health. I don't know about Amber, but I kinda have a tootache here just by reading all your words, Liam dude.
“The first time I saw you I thought you were an Angel straight from heaven. You were so beautiful that you took my breath away. You still do, every day.”
===> Gubraks! Did I just say toothache? No...scratch that. I think it's a diabetes. Chewing all these overloaded sweetness must have some effect to blood glucose. Should have a blood check soon.
“Angel, you couldn’t possibly be any hotter, trust me. That would be illegal,”
===> Forget that blood check! No time for that. Better prepare for an insulin, just in case. Where do I put it?
I didn’t want to leave Amber even before we got together, but I don’t even think I’d survive it now that I finally had her.
===> Okay...Where's that darn insulin?
“She was the only thing I needed. If everything else went away tomorrow, the big house, all the cars, the money, I wouldn't care. As long as I still got to hold her every night, I would still be the luckiest guy in the world.”
===> No use for insulin now. Mana oksigen? Oksigeeennnn!! Sekalian bawain ventilator dan defib deh. Sapa tahu butuh! #yakali

Yeah ladies & gentlemen, here I present you Liam James. He beats Willy Wonka in sweet departments (and we know Wonka has all kind of sweets in the world). But need no worry! I've prepared everything in case you're intoxicated by his sweetness. (Trivia: how many times I used the word sweet?)
Oh...and please allow me to remind you that he's just 18.

Yah sebenarnya sih gak ada yang salah dengan kelakuan Liam. Seandainya si Liam 10-15 tahun lebih tua aja, dengan sikap kayak gitu, dia bisa jadi gentleman sejati. Tapi semua omongan permen itu, sewaktu remaja, rasanya jadi lebay abitch.

Sekarang ayo kita beralih ke Amber.
Sebenarnya saya pengen banget bersimpati lebih banyak ke cewek ini. Masa kecilnya pasti sulit deh. Untunglah Amber gak trauma berkepanjangan. Tapi masalahnya, saya sulit bersimpati sama dia.
Amber tuh annoying dan childish pula.

Lalu katanya dia gak nyaman dengan sentuhan, tapi toh dia bisa betah belajar dance yang pastinya full body touch. Katanya trauma sama hal-hal yang berbau seksual, but she's okay waking up to a guy's boner for 8 years.

Trus si Amber ini bebal ato apa sih? Waktu Liam "nembak", dia yang langsung suudzon gitu. Please deh, ber! Itu si Liam dari awal buku juga udah kasi kode kalo dia suka sama loe. Y U NO GET THE CLUE?

Dan ugh...semua ketakutannya bahwa Liam bakal gak kuat selibat itu annoying. Kalo baca dari curhatnya Amber, kamu bakal mikir si Amber ini niat bikin Liam selibat selama berbulan-bulan bahkan ampe tahunan. Eh ternyata cuma seminggu aja dong.
AIS! (ini versi Indonesianya dari WTF ya).

Tapi yang paling ganggu adalah nggak konsistennya karakter si Amber. Di awal, dia bilang gerah ngeliat kelakuan horde of skanks yang nempel mulu ke Liam dan Jake. Lalu kenapa belakangan dia juga ikutan jadi skank?
I purposefully swayed my ass, trying to look sexy; it must have worked because three boys from my history class whistled at me and made a comment about my sexy booty. I rolled my eyes. Boys!
What? Kurang slutty?
Gimana dengan kelakuan Amber yang masukin duit dengan tangannya (literally) ke dalam celana Liam?
Oke...Liam emang pacarnya. Terserah Amber mo diapain juga, dicemek-cemek ampe semek juga boleh (taela bahasa guweee). Tapi ya nggak perlu dilakukan di tempat umum dan depan siswa satu sekolah dong!
Seriously Liam & Amber, stop all that PDAs. It's corny and cheesy.

Buku ini memang punya beberapa kelebihan yang menyenangkan kala dibaca.
Bahkan hal yang dianggap absurd dan gak real oleh pembaca lain pun masih bisa saya tolerir. Seperti fakta orang yang pacaran dari SMA dan langgeng seterusnya. Banyak kok yang kayak gitu. Om dan tante saya pacaran dari masih SMP malah, awet ampe sekarang.
Juga betapa seriusnya Amber dan Jake dan adegan-adegan lebay mereka. Yaaa namanya juga masih umur segitu. Emang kelakuannya masih lebay dan gombal lah. Waktu yang membuktikan apakah segala kegombalan itu tulus ato nggak.

Sayangnya, semua toleransi yang saya berikan, gak bisa menutup fakta akan segepok kekacrutan yang menyertai.
Dan saya sempat bingung kasi rating.
I'd give Liam James & Jake Walker 4 or 5 stars out of 5.
But this book isn't solely about them. And I rate a book, not them.
Saya gak bisa bilang suka sama buku ini. Jadi 3 bintang jelas gak memadai.
Dua bintang yang artinya it-was-okay menurut standar goodreads? Clearly, I'm not okay with the ending.
Jadi ayo kita berdamai di 1,5 bintang saja, sebagai penghargaan untuk covernya.

Monday, October 08, 2012

Kala Kali

Judul : Kala Kali
Penulis : Valiant Budi &Windy Ariestanty
Penerbit : Gagas Media
Edisi :Soft Cover
ISBN : 9797805816
ISBN-13 : 9789797805814
Bahasa : Indonesia
Rating : 3 bintang dari 5

Selama ini, saya gak pernah tertarik beli Gagas Duet. Karena (menurut info), Gagas Duet tuh bukannya 2 penulis berkolaborasi bikin 1 cerita yang sama. Tapi masing-masing penulis membuat 1 cerita dan kedua cerita itu tidak berhubungan.
Lha? Buat apa bikin duet kalo gitu? Kebayang deh, pasti ceritanya bakal pendek, mirip cerpen tapi panjangan dikiiit (ini ambigu banget sih bahasanya XD). Intinya: gak minat beli.

Tapi niat teguh itu pun goyah saat tahu Vabyo terlibat dalam proyek duet. Mau gak beli, kok ya penasaran pengen baca. Lagian udah tanggung koleksi buku yang bersangkutan. Akhirnya nekat deh ikut beli. (PS : Ini kenapa preludenya panjang ya?)

Sewaktu pertama liat bukunya, ada dialog gini sama diri sendiri : "Yiha...beneran keren nih cover. Sekeren di gambar." #MenurutNgana
Tapi kegirangan itu langsung menguap begitu sadar covernya dipakein lidah ato elemen tambahan ato apalah itu yang bikin jadi susah disampul. Asli repot buanget nyampulin itu buku.

Okeh...mari masuk ke isi buku.
"Hidup mah dinikmatin ajah. Banyak-banyak berbuat baik, jadi pas mati juga insya Allah dalam keadaan baik. Lagian, kalo hidup malah fokus mikirin mati terus, bisa jadi yang mati duluan malah orang-orang di sekitar kita, kan? Jadi mending perhatiin mereka yang sayang kamu." -Ramalan Dari Desa Emas-

Kisah pertama berjudul Ramalan Dari Desa Emas buah karya Vabyo, berkisah tentang Keni Arladi yang akan berusia 18 tahun. Keni ini tipe anti mainstream rupanya. Jadi bukannya ngerayain ultah bareng temannya ato keluarganya, ato bikin video trus unggah di youtube, ato apalah pokoknya, Keni memilih 'tuk menyepi di Desa Sawarna.

Awalnya rencana itu tampak mulus, sampai Keni bertemu bocah jago ramal yang (pastinya) meramalkan dia akan meninggal sebelum usianya 18 tahun. Keni sih berusaha untuk cuek, tapi setelah melihat betapa kesialan (dibarengi maut) selalu mengintai pasca diramal, dia pun terpengaruh. Dan dimulailah usaha pelarian diri Keni yang rada mirip Final Destination. Tentu semua itu diceritakan dari sudut pandang Keni yang cuek, rada sinis dan tengil.

Ceritanya enak dibaca sebenernya, mengalir dan pace-nya cepat. Endingnya juga seru dan gak ketebak.
Biar pun karakter Keni cuek gitu, tapi gak nyebelin untuk dibaca karena Vabyo membalutnya dengan humor kenes-namun-kadang-garing ala Vabyo.

Bagian mengganggu dari cerita ini adalah gaya bahasanya yang setipe banget dengan gaya bahasa Kedai 1001 Mimpi (yang juga berarti gaya bahasa Vabyo di twitter dan blog). Rasanya seperti Vabyo sendiri yang bercerita dan bukannya Keni.
Ada pikiran gini selama membaca :
"Oh si Vabyo sekarang jiper sendiri gegara dia kesasar di hutan. Eh? Apa? Siapa yang kesasar? Oh Keni toh, bukan Vabyo. Ah tapi masa sih? Vabyo itu mah. Liat dong gaya bahasanya yang berima, itu kan gaya Vabyo."
"Hah? Apa katanya? Keni cewek? Ah now I'm sure you're lying."


Iya...saya gagal membayangkan Keni sebagai cewek. Gaya bahasa, berpikir, dan sebagainya si Keni tidak membuat saya nangkep aura ceweknya.
Apa karena si Keni tomboy? Atau lebih tepatnya : apa begini gaya pikir remaja cewek tomboy 18 tahun jaman sekarang? Mungkin. Toh saya memang gak tahu apa-apa tentang itu.

Ato memang Vabyo yang gak mampu menciptakan karakter cewek dan mendalaminya?
Bukan ah. Di Bintang Bunting dia berhasil. Di Joker sekalipun, karakter Aulia masih berasa girly-nya (walopun rada nyaru).
Apa karena gaya penulisan Vabyo sudah berubah? Ada jeda 4 tahun antara Bintang Bunting dan novel ini, dan sangat wajar kalo gaya penulisan seseorang berubah.
Yah mungkin saja.

Tapi ini bikin saya jadi penasaran buat baca karya Vabyo selanjutnya. Jadiii...ayo kita tunggu MENUJUH \(^o^)/.
PS : Saya udah PO tuh buku lho (iyaaa...emang ini pamer kok ;p)

Sementara itu, 3 bintang untuk Ramalan Desa Emas-nya Vabyo.
"Hidup tak tertebak. Seperti permainan gundu dan dadu. Terkadang, aku takut itu... Bahkan ketika kita merasa segala sesuatu telah ada di genggaman, kondisi bisa berbalik." -Bukan Cerita Cinta-
Di bagian ke-2 ada "Bukan Cerita Cinta" dari Windy Ariestanty.
Bertutur tentang seorang Bumi yang editor, yang memandang hidup secara filosofis juga persahabatannya dengan Akshara, seorang penulis impulsif dan sedang jatuh cinta dengan Bima.

Bumi yakin kalo Akshara tidak sungguhan mencintai Bima. Sementara Akshara berkeras sebaliknya. Hingga dibuatlah taruhan yang berpuncak pada ulang tahun Akshara. Pada hari H akan dilihat, apakah Akshara masih bersama dengan Bima. Sebaliknya, Akshara ingin Bumi datang ke ulang tahunnya bersama pacar baru.
Kehadiran teman Akshara yang bernama Koma seperti datang tepat pada waktunya. Perempuan tanda baca itu berhasil memikat Bumi dengan tawanya.
Lalu kisah pun mengalir dari penuturan Bumi tentang Akshara, tentang Koma. Pendapat Bumi tentang mereka berdua, tentang filosofi cinta dan diskusi-diskusi kaya makna antara ketiga tokoh tersebut.

Kebalikan dengan cerita Vabyo yang pace-nya cepat, cerita milik Windy ini justru terasa lamban. Sangaaaaatttt lamban.
Inti cerita sebenarnya sependek yang saya jabarkan di atas, tapi Windy memperpanjang cerita dengan berbagai penuturan yang gak penting.
Kadang-kadang pengarang sering mengajak pembacanya muter-muter nggak keruan hanya karena si penulis kepingin aja memasukkan jalinan peristiwa atau dialog yang kalau ditanya kenapa dia melakukannya, jawabannya adalah, "Because I like it."
source
Saya menangkap kesan yang sama dari cerita ini, semacam : "Nih biar loe nangkep cinta itu kayak apa, gw ceritain tentang Elizabeth Barrett Browning. Nih Anna Karenina. Masih kurang? Ini nih sekalian kisah si Cupid & Psyche. Oh iya, gw bahas Daido juga deh."
Apa Windhy kehabisan ide mo dibawa kemana ini cerita hingga dimasukkan lah bagian ini? Nggak mungkin rasanya ah.

Selama membaca semua filler itu, saya nanya sendiri : "Ini buku konfliknya apa sih? Klimaksnya dimana?"
Dan sampe akhir, saya gagal nemu klimaksnya. Semua datar, flat.
Okeh, saya nangkap kok adegan mana yang dimaksudkan jadi klimaks, tapi buat saya itu pun sama datarnya dengan adegan sebelum dan setelah itu.

Dan saya juga merasa gak sreg dengan tokoh-tokohnya. Karakterisasi mereka kurang kuat untuk saya. Cuma Komang yang menarik dengan bubbly personality-nya.
Akshara? Datar.
Bumi? Sama datarnya.
Bima? Datar juga (ya walo si Bima emang jarang muncul sih).

Terus, klo di cerita Vabyo saya gagal membayangkan Keni sebagai wanita, di "Bukan Cerita Cinta" saya susah membayangkan Bumi sebagai pria. Susah namun bukan berarti gak bisa.
Ada saat tertentu sisi pria Bumi kelihatan. Tapi most of the time, saya dapat kesan yang sama dengan Farah : si Bumi ini cewek androgyny yang naksir sama si Akshara. X))

Untunglah, cerita Windy ketolong dengan untaian kalimat yang puitis dan penuh makna. Membaca cerita Windy memang gak bisa skimming supaya dapat meresapi makna kalimatnya. Dan sungguh, gaya bahasa inilah yang bikin saya bertahan menyelesaikan Kala Kali. Walo pun dengan rasa jenuh dan sakit kepala yang kerap datang setelah baca 4-5 lembar. (hehehe).
Yap, saya menikmati dibikin sakit kepala sama Windy. Rada masokis emang XP (ps : mudah-mudahan gak ada anggota 50United yang baca ini)

Saya belum pernah baca satu pun karya Windy (kecuali The Journeys) walo udah menimbun ketiga bukunya di rak saya . Saya tahu, dari review rekan-rekan, Life's Traveller punya gaya bahasa yang puitis dan filosofis juga. Dan kemungkinan, bisa bikin saya dapat sakit kepala yang nikmat lagi. (halah!)

Tapi saya kok malah jadi penasaran sama Shit Happens ya. Pengen tahu aja apa memang Windy selalu menulis dengan gaya seperti ini, meskipun dalam novel remaja.
Hmmm...*menatap Shit Happens yang masih terbungkus rapi selama sekian tahun*
Yeah! Let's take a look later. \(^o^)/ (ps : much later I mean)

Dan saya juga gagal paham dengan tagline : Hanya waktu yang tak pernah terlambat.
Bisa gak sih Gagas berhenti bikin tagline dan-atau blurb yang emang puitis, keren tapi menyesatkan dan maknanya gak masuk ke cerita?

Kesimpulannya: 2 bintang untuk Bukan Cerita Cinta dan 3 bintang untuk Ramalan Dari Desa Emas.
Totalnya 2,5 bintang. Dibulatkan 3 bintang untuk covernya.


PS : Yang ini sih unek-unek saya untuk Mbak Windy. Gak penting-penting amat untuk dibaca oleh yang lain, but I hope someday Windy would read this. Buat yang lain, better read it only if you can stand my lebayness (apa pun arti kata itu) XD

    

   

    SEKADAR CURHAT:   

   

   

   Pada salah satu scene di Bukan Cerita Cinta, ada bagian Akshara sakit dan berkata : "Kata dokter, aku sakit gejala typhus (ato tifoid?)."

Well, there's no such thing as "gejala thypus". Gak akan ada dokter yang kasi diagnosa "gejala typhus", setidaknya untuk dokter jaman sekarang.

Para dosen dan juga bos saya bisa murka kalo tahu bahwa kami (para GP unyu ini) kasi diagnosa gejala typhus.
Alasannya?
Karena pemberian kata "gejala" di penyakit ini menimbulkan reaksi yang "aneh" pada pasien.

1. Yang mendapat kesan kalo typhoid itu sakit ringan saja (padahal jelas salah)
Mereka di golongan ini akan cuek dengan bahaya typhoid. Rata-rata pada mikir : "Ah gejalanya aja cuma gini. Demam dan mual doang. Cemen lah. Istirahat di rumah beberapa hari juga beres. Penyakit aslinya juga gak berat-berat amat dong."

Atau yang ke-2, malah jadi menganggap serius "gejala-typhus"nya. Pasien yang di golongan ini akan mengonsumsi antibiotik (yang sebenarnya tidak perlu) atau kapsul cacing tanah (yang lebih tidak perlu lagi dan bisa bahaya).
Kenapa gak perlu? Karena sebagian besar kasus "gejala typhus" itu sebenarnya infeksi virus yang lebih ke self limiting diseases.

Saya gak tahu sejak kapan dan siapa yang pertama kali menciptakan salah kaprah macam gejala typhus ini. Salah satu dosen saya berteori, mungkin penyebabnya dari kalangan dokter sendiri di jaman dahulu kala. Saat ilmu kedokteran belum semaju sekarang, pemeriksaan laboratorium masih terbatas dan penyakit typhoid masih jadi momok. Sehingga semua orang yang punya keluhan mirip-mirip typhoid langsung dianggap "gejala typhus" dan diperlakukan sama seperti pasien typhoid.

Jelas ini salah kaprah yang harus diluruskan. Dosen yang sama juga bilang : "Generasi kalian ini emang korban dari generasi saya. Sudah terlalu banyak salah kaprah yang dibikin sama angkatan saya. Gejala typhus ini salah satunya. Salah duanya ya tentang antibiotik. Tapi tugas kalian buat meluruskan. Demi generasi di bawah kalian nanti dan demi kalian juga."

So...yep, we're trying. I'm trying. Dan jelas nggak gampang meluruskan kesalahpahaman yang sudah berkembang lama. Tentu saja kami mengandalkan bantuan pihak-pihak lain seperti penyuluhan, media-media, dan termasuk juga buku. Pokoknya apa pun yang bisa menjangkau masyarakat luas.
Dan karenanya menyebalkan ketika salah satu sarana yang bisa mendidik seperti novel malah bantu menyebarkan kesalahan ini.

Saya ngerti Windy bukan orang medis. Dan sebenarnya gak papa juga kalo dia mo nulis "gejala typhus" di ceritanya. Yang mengganggu adalah bagian "Kata dokter..." di kalimat itu, yang seolah menegaskan dokter mengakui ada penyakit seperti itu.
So next time, be more careful, mbak :)

Fyuh...curhat yang panjang cuma karena dua kata "gejala typhus" doang ya. Mana berasa lebay pula (iyaaa...saya juga tahu kok kesannya lebay banget). Ya maka itu saya hide ;p