Thursday, October 31, 2013

Mahoganny Hills

Judul: Mahogany Hills
Penulis : Tia Widiana
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal : 344 halaman
Diterbitkan pertama kali : 23 Mei 2013
Format : Paperback
Genre : Drama, Contemporer
Bahasa : Indonesia
Order di : GramediaBukukita, Bukabuku
Rating : 1,5 of 5 stars

Jagad Arya dan Paras Ayunda setuju dengan perjodohan ala Siti Nurbaya yang ditentukan kedua orang tua mereka.
Paras setuju karena manut sama orang tua. Sementara Jagad setuju karena kalah argumen dengan ibunya juga karena ingin membuat cemburu Nadia, si mantan kekasih yang meninggalkannya demi pria lain.

Sejak awal pernikahan, Jagad sudah bertekad bersikap sekasar mungkin pada Paras hingga Paras tak tahan dan meminta cerai. Sayangnya Jagad salah perhitungan. Paras rupanya wanita yang tegar. Gak peduli sekasar apapun perlakuan Jagad, Paras selalu sabar dan tetap mengabdi selayaknya istri berbakti. Memasakkan makanan untuk Jagad,  menyiapkan baju yang akan dikenakan, membersihkan rumah; semua itu dilakukan Paras dalam diam (ebentar...kenapa peran Paras beda tipis dengan PRT?)

Pun ketika Jagad membawa mantan pacarnya (Nadia) dan bersikap sangat "ngakrab" di depan Paras pun, Paras masih saja diam. Ndilalahnya...saat Adrian (mantan pacar Paras) muncul justru Jagad yang panas.
Kemunculan Adrian ini memicu suatu insiden yang mengguncang Jagad dan Paras. Jagad sadar bahwa perasan sayangnya ke Paras mulai bertumbuh. Gadis itu sukses mencairkan tembok es di hatinya. Sementara Paras malah menyadari bahwa pernikahan mereka tak bisa diteruskan lagi.

Maka Paras pun memilih pergi (lagi-lagi) dengan diam, tanpa sepengetahuan Jagad. Ketika Jagad tahu, dikejarnya Paras. Namun yang didapati justru bangkai mobil Paras yang rusak parah. Istrinya itu sempat koma dan ketika sadar, Paras mengalami amnesia.

Sekarang Jagad yang merasa dilema. Haruskah dia jujur ke Paras mengenai hubungan pernikahan mereka yang bermasalah dan berisiko kehilangan Paras? Atau menanam memori baru di otak Paras, berpura-pura pernikahan mereka bahagia?  Kalo opsi kedua yang dipilihnya, sampai kapan sandiwara itu akan dimainkan? #HayoLho
"Setelah menikah denganmu, cinta jadi tidak terlalu rumit. Denganmu, cinta menjadi sangat sederhana. Cinta adalah memberi, menerima dan memaafkan. Aku bukan malaikat, aku lelaki brengsek yang pernah menyia-nyiakanmu. Tapi aku tahu aku tidak akan meninggalkanmu hanya karena kau terlalu baik untukku. Aku akan selalu bersamamu, mencintaimu, dan terus belajar mencintaimu, agar aku bisa sebaik kau."

Sama seperti Jagad yang dilema, buku ini juga membuat saya dilema menentukan rating yang cocok.
Saya suka dengan gaya bertutur Tia yang mengalir dengan diksi yang rapi. Sudah lama saya gak baca novel lokal yang ditulis dengan bahasa baku tapi gak kaku. Rasanya pengen bilang ke penulis lokal yang suka campur aduk bahasa Inggris & Indonesia supaya belajar ke Tia. Bahkan saya sendiri pun pengen belajar ke Tia biar bisa nulis kayak dia.
Saya juga suka cara Tia membangun pace cerita yang pas, tidak terburu-buru tapi juga nggak bertele-tele banget (yah setidaknya di awal buku).

Dan yang paling utama : saya suka cara Tia mendeskripsikan suasana Sukabumi dan Mahogany Hills yang jadi latar cerita ini. Saya yang sempat tinggal di sana bisa menghidupkan kembali memori akan kota yang sejuk itu lewat tulisan Tia. Ah...how I miss Sukabumi :).
Yang kerennya lagi, Tia menggambarkan suasana Sukabumi itu hanya lewat riset. Salut! (eh bener kan lewat riset doang? #gakyakin)

TAPI...

Saya terganggu dengan jalan ceritanya.
Sebelum bahas hal yang mengganggu, marilah saya infokan (berasa penting aja nih info) kalo saya suka dengan tema arranged-marriage. Saya suka membaca bagaimana dua karakter yang awalnya asing perlahan berinteraksi dan belajar untuk saling mengenal.  Apalagi kalo tokoh-tokohnya punya masa lalu dan beban emosinya masing-masing. Dijamin deh kalo bisa diramu dengan tepat, dua point itu udah bisa menciptakan kisah drama yang enak dibaca buat saya.

Sayangnya sensasi ini gak terasa di Mahoganny Hills.
Ya benar kedua tokoh punya masa lalu dan beban emosi masing-masing. Tapi masa lalu Paras kurang di-explore sementara masa lalu Jagad berlebihan di-explore. Belum lagi interaksi kedua tokoh ini berasa "kurang". Kurang greget, kurang matang.
Saya bisa ngerti kenapa Jagad akhirnya tertarik pada Paras. Tapi apa yang membuat seorang Paras tertarik pada Jagad? Hanya karena satu memori masa kecil? Dan memori itu bisa bertahan melewati sikap egois Jagad? Helloooo?

Lalu sikap Paras yang nrimo banget itu. Ya emang sih, karakter orang beda-beda. Tapi sebagai wanita abad 21 yang mengenyam pendidikan di luar negeri, masa' iya sih Paras segitu pasrahnya? Dan mbok ya kalo ada apa-apa tuh ngomong, jangan cuma dipendam ampe akhirnya kabur. Hadeuh...kentongan bakso banget dah si Paras ini (_ _")
Si Jagad-nya juga. Apa banget deh cowok kayak gini? o_O7
Kalo emang kalah debat sama nyokap ampe terpaksa nikah sih ya mau diapain lagi. Tapi seenggaknya cukup jantanlah untuk bilang ke istrinya kalo situ mau cerai. Bukannya diam aja dan kemudian kasi siksa batin (tsaah) ke istrinya. It's plain cruel, Mister. Kenapa sih ada karakter dengan hati ganggang kek gini? Kenapa? Kenapaaa? Kenapaaakkkk???? #uhukhaarrhg #keselektoa
Karakter Jagad dan Paras ini terasa satu dimensi. Cuma sanggup menciptakan satu rasa saja buat saya, yaitu : sebel!
Dan sekarang saya malah ngidam bakso gegara keingat si Paras! #lah (┛ˋДˊ)┛彡┻━┻

Karakter pendukung yang muncul di buku ini seperti Adrian dan Nadia juga kurang menimbulkan greget. Iya sih...peran Adrian itu bak badai, muncul mendadak, selewat doang, tapi meninggalkan bekas yang dalam. Tapi sebenarnya apa sih guna kemunculan dia? Emang belum cukup keberadaan Nadia seorang sebagai pemicu konflik? Lalu ada karakter sahabat-sahabat Jagad yang perannya lebih gak jelas lagi. Hadeuh....serasa filler aja deh ini.

Terus lagi (aelah...banyak amat protesnya), di awal emang buku ini punya pace yang bagus. Tapi kenapa setelah amnesia, cerita jadi terasa terburu-buru? Kenapa penyelesaian konflik Nadia dibikin segampang itu? Keterbatasan halaman kah yang membuat sepertiga akhir buku terasa pace-nya ngos-ngosan ?

Dan terakhir (iyaa...beneran terakhir) ada satu adegan di novel ini yang gak bisa saya biarkan begitu saja. Adegan itu adalah saat Jagad memaksakan "nafsunya" kepada Paras (haduh...ngetiknya aja saya udah males). Iya itu memang hak Jagad sebagai suami. Tapi tetap aja, yang dia lakukan itu masuk ke pasal pemaksaan kehendak aka pemerkosaan.

Saya pengen banget kasi bintang yang lebih tinggi untuk buku ini karena saya suka baca tulisan Tia. Saya bisa maafin plot klise, adegan amnesia yang pasaran, pace ngos-ngosan, karakter satu dimensi, bahkan filler yang banyak. Tapi adegan "pemaksaaan" itu gak bisa saya cuekkin. Dan rasa yang tertinggal lama setelah menutup buku ini adalah rasa sebal karena satu adegan "khusus" itu.

Jadi saya kasi satu bintang karena saya gak beranggapan buku ini bisa masuk di kategori 2 bintang (it was okay). Yah ditambahin setengah bintang lagi deh karena suka covernya.
Tapi selamat buat Tia Widiana. I'm waiting for your second books cause I'm in love with your writing. :)

13 comments :

  1. wakakakak. serius pas baca ini lagi laper dan langsung kepingin makan bakso. oh mas tukang bakso... kamu dimana? dengan siapa? sekarang berbuat apa? #plak

    ternyata memang banyak aspek yang perlu diteliti dan diulas saat meresensi buku ya, nggak hanya berpatokan pada perasaan-kita-saat membaca-buku-itu. saya sih nganggepnya buku ini oke-oke aja, malah bagus. tapi setelah membaca reviu tentang beberapa kekurangan buku ini (termasuk reviunya Ren), saya jadi makin paham, bahwa ternyata banyak hal dalam buku ini yang perlu diperbaiki. hanya saja, saya orangnya kurang begitu kritis, jadi poin-poin yang seharusnya bisa ditemukan (terutama demi kemajuan penulis di masa yang akan datang) malah dilewatkan oleh saya. well, membaca reviu teman-teman BBI bikin saya banyak belajar. :')
    *uhuk*
    *maafjaditsurhat*
    *baksomanabakso*

    ReplyDelete
  2. Hahaha saya juga sering gak trima kalau baca tokoh perempuan yang nrimo banget padahal udah disia-siakan
    Walo banyak protesnya, saya jadi pengen baca novel ini lo
    Btw, saya gak ikut posting bareng hari ini. Gak sempet baca gegara si Small Things wkwkwk

    ReplyDelete
  3. satu koma lima ratingnya mbak?? hehe...
    soal karakter yg nrimo walau udh di luar negeri lama yaa mungkin itu udh bawaan kali mbak.. udh totok susah dicerabut.. #halah

    ReplyDelete
  4. "Gak peduli sekasar apapun perlakuan Paras, Jagad selalu sabar dan tetap mengabdi selayaknya istri berbakti."
    Kebalik mbak :) Atau memang mereka bertukar peran biar cerita lebih menantang? :/

    ReplyDelete
  5. makin baca review2 soal novel MH ini makin bingung, bagaimana perasaaanku saat membacanya nanti? #udahtersugesti

    ReplyDelete
  6. Ahhhh.. aku ada temannyaaa *bahagia* *yuk ke Bangalore* *eh*

    IMO sih, Paras ini menurutku kepribadiannya kayak Tia sendiri, terutama dari segi suka masaknya. Tapi ini cuma pendapat pribadi saja :P

    Aku rasa walau sikap nrimo itu, aneh aja udah S2 di luar negeri masak masih nrimo wae. Padahal ide feminism di LN itu kuat banget kan? Dan masalah hubungan suami istri itu, sumpah itu aku bikin beteee. Masih jaman yak sampai sekarang pemaksaan? Suamiku maksa aja, aku pelototin #eaaa XD

    Semoga novel Tia selanjutnya, ngga cliche kayak gini lagi deh (atau jangan Amore)

    ReplyDelete
  7. membaca review-mu, aku merasa novel ini sinetron banget. istri pasrah, suami yang seenaknya. hari gini, tokoh yang nrimo kaya'nya udah 'basi'. banyak cerita arranged marriage, dan meskipun dua2nya gak suka, tapi asyik-asyik aja tuh - hmm... kaya' celebrity wedding-nya aliazalea

    ReplyDelete
  8. ahhh kayanya satu2nya yang bakal aku suka dari buku ini (setelah baca reviewmu) hanya covernya deh wi. hahaha

    ReplyDelete
  9. Ini buku ada cerita amnesianya? (aye suka tuh! ahaha)
    Completely out of topic, baca review yang ini aku cuma kepikiran hal yang OOT juga, ternyata emang yah walopun kita (avid reader) udah banyak ngelahap beragam jenis buku dan susah nentuin buku terfavorit ato apalah yang the best the best itu (iya susah kan?), tetep aja punya soft spot untuk elemen cerita tertentu. Kayak mbakdew yang suka cerita arranged-marriage, aku suka cerita amnesiac character. Tapi belum tentu juga sih otomatis langsung suka ama bukunya... (ngomong apa sih guaaaa hahahah)

    ReplyDelete
  10. Hihihihi kalo baca review mbak Dewi ini, entah rating bagus atau jelek, malah jadi tertarik ikutan baca bukunya. Nggak coba jd tenaga marketing aja bu Dokter? #eh *dilempar ke salah satu sungai indah di Sukabumi

    ReplyDelete
  11. Aku tiba2 males baca buku ini. Ahahaha... buku sekarang lebih banyak jebakannya daripada kejutannya :s

    ReplyDelete
  12. Jadi Paras mirip kentongan bakso, yah? :O
    *lari
    *sebelum disambit mba Dew

    ReplyDelete
  13. Gimana kalau kita baca bareng buku ini di warung bakso, Kak Dewi? #krucuk2
    Seleraku seringnya sama kayak Kak Dewi, aduh, jadi ragu mau baca buku ini
    Dan iya, masa sih ada cewek sekolah di luar negeri tapi nrimo banget gitu? Hueheh..
    Jadi buku ini keluar dulu dari wishlist deh #rapiintimbunan #eh

    ReplyDelete