Pengarang : Sitta Karina
Tebal: 310 halaman
Ukuran: 15 x 23 cm
ISBN: 979-3750-29-4
Harga: Rp 49,500
Penerbit: Terrant Books
Ukuran: 15 x 23 cm
ISBN: 979-3750-29-4
Harga: Rp 49,500
Penerbit: Terrant Books
Selama ini, saya gak pernah menyukai novel - novel saga Sitta Karina yang bercerita tentang keluarga Hanafiah karena rasanya keluarga seperti itu terlalu gak "real".
Bayangkan saja, melalui novel-novelnya Sitta bercerita tentang sebuah keluarga besar yang kaya dan berkuasa bernama Hanafiah. Saking kayanya, keluarga Hanafiah sampai dinobatkan menjadi pengusaha paling sukses se-Asia (Asia lho ya! bukan cuma Asia tenggara) versi majalah Forbes. Kekuasaan keluarga Hanafiah juga menjangkau dunia Barat sana, dimana anggota keluarga Hanafiah punya hubungan dengan taipan - taipan internasional atau pun anggota keluarga kerajaan Eropa.
Para anggota keluarga Hanafiah juga bergaul di kalangan socialite dengan gaya yang "gaul abies". Minuman alkohol, busana - busana rancangan designer terkenal, dan selalu masuk dalam majalan elegan macam Attirer (semacam Harper's Bazaar kalo di dunia nyata).
Tapi HEBATNYA....
Keluarga besar hanafiah tetap rukun dan saling menyayangi. Gak ada tuh istilah rebutan warisan apalagi persaingan antar saudara seperti yang di sinetron (kalo yang ini sih masih mungkin aja. Toh saya mengenal beberapa orang yang berasal dari keluarga "tajir" tapi rukun).
Yang LEBIH HEBATNYA lagi..
Sebagian besar keluarga Hanafiah ALIM (saya bilang sebagian karena Sitta belum selesai menceritakan anggota keluarga Hanafiah. Dan karenanya saya belum berani bilang semua anggota keluarganya sealim tokoh - tokoh yang telah diceritakan).
"Alim" karena mereka rajin sholat, gak terlibat drugs ato pun extra marital sexual relationship.
Dan SEMUANYA good looking karena ada turunan latin di keluarga mereka. Saking good looking-nya, penampilan fisik (dan juga popularitas) para Hanafiah bahkan mengalahkan para artis Indonesia.
Dan yang PALING HEBAT...
semua kekayaan keluarga Hanafiah itu didapat lewat jalan yang halal. 100% HALAL. Gak ada KKN dan bahkan gak ada usaha Hanafiah yang merusak lingkungan dan gak terlibat keributan dengan rakyat kecil macam gusur menggusur. Pokoknya bersih sebersih - bersihnya.
Wow...Keluarga yang hebat bukan?
Selain point - point di atas, novel saga Hanafiah-nya Sitta Karina juga selalu bercerita tentang :
1. Keluarga - keluarga elite lainnya yang merupakan partner atau pun saingan bisnis Hanafiah yang bergaul di kalangan yang sama tapi mereka gak se-"suci" Hanafiah.
2. Selalu ada tokoh yang sebenarnya tajir tapi memilih untuk hidup dengan gaya anti kemapanan.
3. Kisahnya pasti kisah cinta yang tragis, ironis, kadang berakhir bahagia, kadang tidak.
4. Ada selipan bahasa-bahasa asing. Minimal Inggris, diikuti Spanyol, lalu Jepang ---> Saya masih salut dengan fakta ini karena artinya Sitta 'niat' banget memberi warna lain di novelnya. Bahkan dia rela membayar jasa penerjemah lho (baca infonya di website Sitta).
5. Semua tokohnya (di luar Hanafiah maksudnya) pasti good looking. Bahkan si girl next door macam Sissy pun tetap punya penampilan yang bisa mengalahkan model. Wow (^o^)
6. Sesederhana apapun keluarga tokoh - tokohnya, tetap aja si tokoh mampu kuliah di luar negeri atau pun membeli barang - barang bermerk (Jimmy Choo paling murahnya)
7. Meski sudah disinggung di point 6, tapi saya tetap sebut disini : Selalu ada sisipan berbagai barang - barang branded yang ditulis namanya secara lengkap (bisa terdiri 4-6 kata lho). Geez...seakan pembaca belum paham gimana tajirnya keluarga Hanafiah dan orang - orang di sekitarnya.
8.Tokohnya kalo nggak stress, ya mempunyai cerita hidup yang tragis. Pokoknya latar belakangnya pahit deh.
9. Secara konsisten menggunakan nama-nama tempat bergaul dan sekolah yang sama untuk semua tokoh di dalam novelnya. Contohnya : Portrait (sebuah cafe cozy di Jakarta), Karlu (tempat clubbing kaum socialiter Jakarta) dan (yang gak boleh lupa) Universitas Richmond Indonesia aka URI. Sebuah universitas yang lebih "berkelas" daripada UPH dan lebih "intelek" daripada UI. Wow (lagi)
10. Selalu ada sketsa - sketsa yang digambar Sitta atau potongan gambar yang entah diambil dari mana untuk mendukung ceritanya. Diliat dari review - review lain, sepertinya gambar ini justru jadi salah satu kekuatan novel Sitta. Saya pribadi sih bersikap netral aja dengan gambar- gambar ini.
Sejauh ini sih, saya baru ingat 10 ini. Nanti kalo ada ditambahin lagi (Padahal 10 aja udah kebanyakan ya )
Saya telah mengikuti kisah keluarga Hanafiah sejak novel perdana Sitta yang berjudul Lukisan Hujan yang menceritakan kisah Diaz Hanafiah dan Sissy Iswandaryo. Saat itu, kesan pertama saya adalah : "Ini teenlit yang beda." Bukan hanya dari tema cerita dan pilihan kata-katanya yang bagus tapi juga endingnya yang berani beda.
Novel kedua, Imaji Terindah, yang bercerita tentang Chris Hanafiah dan Aki saya kasi komentar : "Yah...lumayanlah." Gak istimewa banget sih, tapi saya suka endingnya.
Di urutan ketiga ada Pesan Dari Bintang yang menceritakan tentang Inez Hanafiah, bidadari-nya keluarga Hanafiah (karena dia yang paling cantik dan glamour) dengan Nikratama Zakrie, sahabatnya yang beda "dunia". Buku ketiga ini sempat membuat harapan saya naik lagi setelah sempat turun di buku ke 2. Di buku ini, harapan saya bahwa Sitta akan menjadi sepiawai Marga T pun mulai terbentuk.
Sayangnya, buku ke-4 yang berjudul Putri Hujan & Ksatria Malam sukses mengkandaskan harapan itu. Buku ke -4 ini merupakan kelanjutan kisah Diaz Hanafiah dan Sissy juga lanjutan cerita Chris Hanafiah. Di buku ini, satu hal yang saya sukai dari Lukisan Hujan dan Imaji Terindah (yaitu endingnya) ditutup dan dimentahkan disini. Saya tahu, sebagian besar pembaca lebih menyukai ending di Putri Hujan & Ksatria Malam, tapi saya pribadi sudah jenuh dengan cerita yang berkesan happily ever after.
Seluas Langit Biru yang merupakan novel ke-5 Keluarga Hanafiah bercerita tentang Bianca Hanafiah. Berbeda dengan Inez yang charming dan glamour, Bianca adalah tipe gadis tomboi, menguasai karate yang terobsesi dengan ninja dan lolipop. Untuk menggambarkan : Inez elegant while Bi adorable.
Bianca dijodohkan dengan Sultan Syahrizki, pengusaha muda pewaris MataCakra. Hal ini dilakukan untuk mempermudah merger antara MataCakra dan Hanafiah Group (WHAT?? Masak pengusaha sepiawai Sultan gak bisa menyadari untungnya berkongsi dengan Hanafiah Group? ). Sayangnya, Sultan adalah laki-laki yang terlalu serius dan kaku untuk bisa membuat Bianca jatuh cinta.
Kesal dengan perjodohan yang dipaksakan, Bianca pun nekat mabuk - mabukan di Karlu sendirian yang mengakibatkan dia diganggu oleh pengunjung disana. Di saat itu, hadirlah seorang penolong yang membantunya melepaskan diri dari para pemabuk itu bahkan menemaninya ketika dia dalam keadaan setengah sadar. Sayangnya, Bianca gak sempat menanyakan identitas si penolong.
Aozora atau Sora adalah cowok pemberontak yang jenuh menjalani hari - harinya. Dia jenuh harus mengikuti perintah si kakak sementara sang kakak gak pernah menganggapnya exist, jenuh menjadi kambing hitam keluarga, dan terutama dia jenuh dengan rasa penasarannya akan asal usul dirinya.
Sampai suatu hari dia menolong seorang gadis mabuk di Karlu yang membuatnya penasaran.
Karena itu, alangkah terkejutnya Sora ketika bertemu kembali dengan gadis itu di pesta pertunangan kakak tirinya. Dan lebih terkejut lagi saat menyadari bahwa gadis itu ternyata tunangan kakak tirinya.
Seumur hidup, Sora selalu tunduk pada kakaknya. Namun kali ini, dia menolak untuk mengalah. Karenanya, di tengah pesta pertunangan, dia mengangkat toast dalam diam seraya berkata : "May the best man win."
Merger antara Mata Cakra dan Hanafiah Group menimbulkan keresahan pada beberapa pihak yang berakibat ancaman terhadap keselamatan Bianca. Sehingga Bianca merasa memerlukan bodyguard. Dan dia gak bisa menolak ketika Sultan (sang tunangan) menawarkan adiknya untuk menjadi pelindung Bianca.
Sementara itu, nun jauh di Osaka sana, Kaminari Kei (yang lumayan exist di saga Hanafiah ini) tergerak untuk pergi ke Jakarta. untuk menemui kembali para sahabat Hanafiah-nya, sweetheart-nya Bianca dan terutama bertemu dengan sepupunya yang saat ini masih belum tahu asal usulnya.
Dan cerita pun terutama berkisar pada ke-4 tokoh di atas.
Kelebihan dari saga ke-5 ini adalah pada chemistry antara Bianca dan Sora dibangun dengan sangat baik sehingga hampir menyamai chemistry yang tercipta antara Diaz-Sisy. Cara yang ditempuh Sitta juga sama, menulis secara jujur dan lengkap bagaimana Bianca dan Sora melewati hari-hari mereka (bertengkar, bertengkar, bertengkar...walo di balik itu pertengkaran itu ada rasa lain yang juga perlahan tumbuh) sampai akhirnya satu tidak lengkap tanpa ada yang lain.
Sayangnya, ke-10 point yang saya sebutkan di atas pun kembali ada di buku ini. Terutama point tentang barang - barang bermerk itu. Kalo dulu - dulu, Sitta hanya menyebutkan selintas lalu. Sekarang barang - barang bermerk itu hampir selalu disebutkan (lengkap pula!).
Emangnya penting banget ya pembaca tahu Bianca ke cafe doang pake baju rancangan siapa, sepatu merk apa dan tas keluaran mana? Okelah klo busana Bianca dianggap penting (karena dia tokoh utama), tapi haruskah busana yang dikenakan tokoh - tokoh lain juga disebutkan lengkap? Bayangkan waktu Bianca ke pesta, bertemu banyak kalangan "the haves" dan Sitta masih keukeuh nyebutin merk busana mereka satu per satu.
Fiuh....cape deh....
Selain itu, novel ini juga terbentur pada masalah ending yang rasanya terlalu cepat diselesaikan. Setelah berlama-lama membangun chemistry Bianca dan Sora, penyelesaiannya kok terasa cepat sehingga membuat saya berkomentar: Hah? Udah? Kok gitu aja?
Gak biasanya Sitta begini.
Ada apakah?
Deadline-kah?
Ato sekedar ide cerita yang memang sudah mentok?
Hanya Sitta yang bisa menjawab rasanya
Setelah harapan saya sempat dinaik turunkan, novel ke-5 ini juga membuat saya (untuk saat ini) berhenti berharap lebih jauh akan kemampuan Sitta dalam mengembangkan tema cerita.
Yah...saya mengatakan "untuk saat ini", karena saya berharap (dan yakin) Sitta akan mampu berkembang menjadi sekreatif Marga T dan membuat cerita seemosionil Mira W.
Bagi saya (setidaknya untuk saat ini), inilah batas kemampuan Sitta. Dia memang jempolan dalam hal menulis cerita yang cukup complicated (untuk ukuran teenlit lho) tanpa kehilangan ide utama dan cukup konsisten memasukkan tokoh - tokoh dari novel sebelumnya tanpa membuat cerita berkesan dipaksakan. Sitta juga piawai merangkai kata sehingga dialog - dialog yang tercipta menjadi segar dan "berbobot".
Sayangnya, untuk tema dan jalan cerita, nggak bisa diharapkan ada perubahan signifikan yang membuat adanya unsur "kejutan" di novelnya. Semuanya sudah monoton, sorry to say.
Walau begitu, novel ini masih masuk dalam jajaran saga Hanafiah kesukaan saya. Menempati urutan ke-3 di bawah Pesan Dari Bintang dan Lukisan Hujan.
Kalo ditanya alasannya, saya gak tahu juga. Mungkin karena saya juga sangat menyukai langit.
Pertanyaan yang tertinggal : Apakah saya masih akan membaca kisah Hanafiah berikutnya?
Tentu saja!
Bukan karena mengharapkan adanya kejutan baru, tapi hanya karena saya penasaran dengan kisah para Hanafiah lain.
Tiga bintang untuk Seluas Langit Biru dan quote langit-nya yang keren banget :)
Quote of the book :
" Milikilah hati yang luas, seluas langit biru. Di dalam hati yang luas, kamu akan menampung rasa memaafkan yang besar, kekuatan untuk berpikir dan bertindak positif, serta semangat untuk menjelang hari esok yang tidak pernah pudar. Jadilah langit itu."
[Kaminari Mikage kepada Aozora Syahrizki]
*UHUK*
ReplyDelete