Judul : Memory & Destiny
Penulis : Yunisa KD
Tahun Terbit : 2010
ISBN 13 : 9789792256581
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Review di bawah ini adalah review dari buku yang boring, garing dan berasa hawa narsisnya. Untuk menyesuaikan dengan nuansa buku, maka review ini juga bakal boring, garing dan penuh dengan ke-narsis-an reviewernya. *dikeplak sampai Timbuktu*
Heck! I lied. Ini bahkan bukan review. Karena banyak teman goodreads tercintah yang sudah memberikan review yang lebih komprehensif, maka saya mo nyinyir dan narsis aja. #bhihik
Oh dan curhatan ini meng-exclude yang sudah disebut dalam repiu-repiu sebelumnya.
Kalo anda ngerasa punya kerjaan yang lebih penting, ya silakan dilanjut.
Tapi kalo masih mo baca juga, yaaa...derita loe itu sih.
Kata Ibu saya sih, saya tuh mirip kucing. Bukan dari segi manja dan ndusel-nduselnya kucing, tapi dari segi kepo. Iya, Ibu saya emang mengacu pada kalimat femes ini : "Curiosity kills a cat", soalnya saya emang kepo banget. Saya gak tahu apa bener kepo bisa ngebunuh kucing. Yang saya tahu sih, rasa kepo memang beberapa kali hampir mencelakakan saya.
Semasa kecil, saya adalah anak yang selalu penasaran membuktikan omongan orang. So kalo dibilangin : "Jangan main piso, kalo kena tangan bisa berdarah, sakit."
Saya malah sengaja ngiris tuh piso ke tangan saya, penasaran aja apa bener bisa berdarah dan sakit. Eitss...ini bukan masokisss yaaa. Harap dibedakan! (*defense mechanism sebelum dituduh*).
Dan kekepoan itu udah bikin saya sengaja menyetrumkan diri, menabrakkan badan ke bemo kemudian angkot (karena pake bemo berasa kurang hardcore), ampe sengaja lompat dari atap rumah hanya untuk tahu apakah terjun dari atap tuh beneran bisa bikin patah kaki. Etapi waktu itu ada kasur sih di tanah. Ya saya kan cuma kepo dan bukan bego.
Untunglah makin gede makin berkurang kepo saya.
Kepo bahaya saya yang terakhir terjadi beberapa tahun yang lalu waktu baru lulus kuliah.
Saya dapat pasien percobaan bunuh diri dengan minum Baygon. Setelah si pasien stabil, saya ngobrol sama dia : "Bu, Baygon rasanya kayak apa?"
"Pait banget, dok."
"Oya? Lebih pait mana sama brotowali?" (Yup, menurut saya brotowali itu substansi terpait di muka bumi ini. Yaa...tapi masih lebih pait waktu pacar ditikung sahabat sendiri sih. Itu mah paiiitt...pait...pait...paiitt, Jenderal! *Ups...mendadak curcol* #YaMaap)
"Jauh lebih pait Baygon, dok," jawab si ibu.
Rasa kepo saya pun terusik. Masak iya paitnya Baygon bisa ngalahin brotowali?
Jadi pas balik ke kamar jaga, saya ngambil kaleng Baygon, semprotin ke ujung jari saya dan langsung ngemut si jari imut #heyitsrhyme #sakarepmulah
Rasanya?
Beneran pait ternyata. Lebih pait dari brotowali. Dan lebih gak enak juga karena selain pait juga berasa kecut dan sepat. Walo yah...masih lebih pait waktu pacar ditikung sahabat sih. #TeteupCurcol
Jadi yah teman-teman, buat yang patah hati dan berpikir minum Baygon, saran saya : JANGAN! Percuma soalnya. Paitnya gak ilang juga. Coba minum spiritus ato minyak tanah gitu. You're welcome, bye the way.
Lalu apa hubungannya buku ini dengan cerita di atas? Gak ada sih.
Saya kan cuma pengen pamer aja kalo saya tahu rasanya Baygon dan kalian nggak. Hohohohoho..... #TertawaLaknatDiPinggirKawah #LaluDitendyang
Yah rasa kepo saya bangkit lagi kemaren gara-gara buku ini.
Kata penulisnya sih, baca buku ini kudu punya banyak syarat. Misalnya open minded yang mana gak masalah buat saya. Buka hati aja saya gak segan, apalagi cuma buka pikiran (iya...saya tahu ini garing).
Trus juga kudu suka Broadway. Bukan masalah juga sih, secara saya rajin ikutan Broadway aka Beronda With Style (iyaa...iyaaa..saya tahu ini maksa dan garing.)
Dan yang paling penting harus berotak prima. Uhm...yang ini agak susah. Saya sih dari kecil udah doyan nenggak minyak goreng cap Prima, tapi gak tau ya apa itu berpengaruh pada otak saya ato ndak. Let's see aja deh ya.
Novel ini dimulai dari Donald yang terbangun pada pagi pernikahannya di London. Sayang di tengah jalan mobil yang ditumpangi bersama tunangan dan sahabatnya mengalami kecelakaan. Sementara kedua orang lain meninggal, Donald koma dan jadi...eng...arwah gentayangan gitu?
Di hari yang sama, Donald bertemu Maroon kecil di Westminter Abbey. Destiny menentukan cuma Maroon yang bisa melihat Donald (Demyu Destiny!). Akhirnya Donald pun ngikutin Maroon ke Jakarta dan jadi teman belajar dan bermainnya.
Lalu Donald menghilang dan cerita berpindah 10 tahun ke depan. Maroon udah jadi dokter...trus diikuti adegan2 gak penting...hingga Maroon kuliah ke Singapur. Disana secara gak sengaja dia ketemu lagi sama Donald dan langsung ngerasa ada chemistry di antara mereka.
Baru kenalan bentar, destiny mengatur Maroon kecelakaan, kehilangan ayah dan jadi amnesia (bangke emang si destiny ini). Donaldnya sih tetap support Maroon, tapi Maroonnya gak mau. Digebahlah si Donald pergi.
Dan David pun memasuki hidup Maroon.
Cerita bergulir pada sejumlah adegan gak penting lainnya yang berkutat di PDKTnya David dan rese-nya Maroon di topik "kok-loe-suka-sama-cewe-amnesia-kayak-gw".
Sampe akhirnya Maroon bisa ingat lagi, tendang David (sukurin! Emang enak dijadiin back up! #SumpahBukanCurcol #BenerBenerBukanLho) lalu ngejar Donald ke Singapoh.
Selesaikah penderitaan pembaca?
Oho...TIDAK!
Penulis masih betah nyiksa pembacanya. Itu cerita diputer lagi. Untuk ditutup dengan ending yang ehm...garing.
Apa yang bikin saya mentahbiskan buku ini sebagai buku kacrut?
Banyak hal sih. Saya ampe bingung mo bahas yang mana dulu. Coba kita mulai dengan :
1. Gaya bahasa yang jadul buanget. Bahkan lebih jadul dari jaman Maria A Sardjono. Sejaman dengan angkatan Balai Pustaka kali. Bedanya kalo para sastrawan Balai Pustaka merangkai dengan indah, yang ini berasa...basi
Contohnya :
"Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan Tuhan lah yang terlaksana."
"Selalu saja ada berkat di balik kenestapaan kehidupan yang pekat."
"Meluncurkan panah asmara langsung ke jantung sasarannya."
"...terasa seperti ditusuk sembilu."
Dear Miss Yunisa, I suggest you to time travel to 70's and publish your book there when these words were last used. I'm so sure it's gonna be a big hit back then. And you could torment the milennium kids for having to read and review your book as one of the best literatur ever.
No need to thank me for this wonderful idea, bye the way.
2. Dialog yang keju banget. Keju bakar disiram saos keju dan dikasi taburan keju pun bahkan masih kalah keju dibanding ini. (Mungkin) Rencananya mau bikin bahasa yang niatnya romantis, tapi jatohnya jadi picisan.
Misalnya :
"Gadis yang di matanya bisa kulihat api kehidupanku."
===> Eciyeee...api kehidupan lhooo. #disemburNaga
"Dari matanya aku juga bisa melihat masa depan."
==> Coba dicek, situ lagi ngeliat mata orang ato liat bola kristal sebenernya?
"Maroon, kau lebih cantik daripada selusin mawar ini."
==> Aduh mas, rayuannya basi sekali! Pantes ditinggalin.
Seakan kekejuan itu belum cukup, penulis hobi banget masukin lirik lagu yang gak nyambung di tengah percakapan yang (harusnya) serius.
Seperti ini:
"Toh, kalau Donald memang jodohku, somehow, One way or another, I'm gonna see ya, I'm gonna meet ya, meet ya, meet ya seperti lagunya Blondie."
ato
"Mungkin sekarang Donald memang belum jodohku. Jadi buat apa susah? Buat apa susah? Susah itu tak ada gunanya..."
Yeah epribodih, it's #tepokjidat moment.
Masih ditambah pula kalimat yang gak nyambung di otak saya seperti :
"Tinggal sebulan sebelum hari ulang tahunku. Tapi mimpi burukku sudah dimulai hari ini."
===> Maksudnya si tokoh punya tradisi klo dia mimpi buruk tiap ultah dan khusus tahun ini mimpi buruk dimulai sebulan sebelumnya? Apa sih makna "Tapi" di kalimat itu?
Juga penggunaan istilah yang gak tepat seperti ini :
"Mirip George clooney saja, tua - tua kelapa, makin tua makin membuat cewek tergila-gila!"
====> Keladi kaliiiii, mbaaakkkk. Kelapa tua sih jatohnya jadi santan doang.
Dan menyangkut santan, jadi inget kejadian waktu masih di puskesmas.
Ada teman kerja umur 18 tahun yang bakal nikah dengan duda cerai 5x berumur 60an tahun.
Namanya juga desa. Kejadian kayak gini ya dibahas lah. Dan seorang perawat berkomentar : "Kenapa X mo kawin deng Pak Y ya? Barang su seng enak itu. Su terlalu sering diperas. Seng bisa lai jadi anak karna terlalu encer. Cuma bisa dipake jadi santan saja."
Yeah...DEYM HER! I could never see santan the same way again since that.
Eh kok jadi ngelantur ke santan? Mbak Yunisa sih bawa-bawa kelapa.
Pokoknya masih banyak kalimat-kalimat ajaib lainnya yang kalo mo saya tulis disini sama aja dengan nulis ulang nih novel di gudrit. Saya persilakan anda baca sendiri aja ya. Good luck lho.
3. Homofobia
I'm a faghag. Karenanya saya terganggu dengan sentimen dan prasangka negatif tentang gay yang ada di buku ini. Oke...saya tahu kalo penulis anti gay, itu hak dia.
Tapi gak perlu bikin prejudice yang malah nunjukkin dia kurang paham dunia itu.
Misalnya ketika tokoh Sharon keheranan kenapa sepupunya Wiro yang gay itu bisa disukai orang tua sahabatnya. Ih...gak nyadar ya gay itu likeable banget. Matt Bomer anyone? Neil Patrick Harris? Sir Ian McKellen? Dan...Albus Dumbledore! Yeah!!!
Yang bikin gemes juga waktu secara tersirat dibilang kalo gay itu gak jantan.
Heh? Kata sapa? Siapa pun yang berpendapat gay itu gak jantan boleh coba adu tinju sama Mark Leduc (ya tapi waktu si Mark masih muda sih) ato adu dunk sama John Amaechi.
Hah? Apa? Gak tau Mark Leduc dan Amaechi? Ih kacian tekali. #MenatapIba
Intinya kalo ada yang bilang gay itu gak jantan, pasti pengetahuannya tentang gay mentok sampe ke Olga doang #ups #dicakarpensnyaOlga #runrunfast #kepelukanMattBomer
4.Too much information (yang gak penting)
Mungkin buat penulis, disinilah point plus novelnya. Buat saya sih fakta ini malah gengges. Ya walopun saya akuin membaca penjelasan penulis bikin saya mo ketawa dan bilang "pffttt".
Contohnya waktu penulis ngasi tahu kalo rambut palsu itu wig, ato waktu penulis dengan baik hati menjelaskan kepada pembaca (via Maroon tentunya) bahwa cara terbaik PDKT ke cewe dimulai dari keluarganya dulu (pffttt lagi).
Tapi dari semua penjelasan penulis, gak ada yang ngalahin epiknya penjelasan beliau (cieee....beliauuu) waktu ngejelasin tentang bride's maid dan best man. Demi untuk menjelaskan arti kedua kata itu serta siapa yang biasanya dapat peran kehormatan tersebut, penulis menghabiskan tak kurang dari -wait for it- 1 paragraf. #tepokjidat #ampejenong
Ketika Yunisa dengan yakinnya berpendapat bahwa novelnya akan abadi sampai 100 tahun ke depan, dan bahwa orang di masa depan akan berpikir : "Astaga-naga, ternyata Yunisa, tahun 2006-dst udah memikirkan dan mengamati hal yang sama!", pasti yang dimaksud adalah bagian ini.
Saya bisa ngebayangin, tahun 2110 nanti, dalam sebuah kelas Literatur Fiksi, akan ada seorang guru yang berkata seperti ini :
"Jadi, yang menarik dari novel karangan Yunisa ini adalah pikirannya yang jauh ke depan. Sebagai contoh, istilah best man dan bride's maid yang baru diadopsi ke dalam bahasa Indonesia sekitar 30 tahun yang lalu, sudah digunakan olehnya pada novel yang terbit 100 tahun lalu.
Belum jelas apa istilah yang digunakan orang Indonesia pada jaman novel Yunisa ini terbit. Tapi banyak ahli yakin, di jaman itu orang menyebut bride's maid dan best man sebagai "orang-(berasa)-eksis-yang-berdiri-di-sebelah-pengantin-terus-terusan."
Ya memang orang jaman dulu nggak efektif. Kita harus berterima kasih pada Yunisa yang memperkenalkan istilah ini pertama kali kepada masyarakat Indonesia.
Walaupun ketika novelnya pertama terbit, informasi ini dikritik habis-habisan oleh pereview kurang kerjaan di Goodreads bernama asdewi." (Maap ya teman-teman, ternyata setelah 100 tahun, cuma nama saya yang masih eksis). #DirajamRameRame
(ps : jangan keplak saya, plis. Saya tahu kok ini garing. *muka memelas*)
5. Penggunaan kata "destiny" yang over dosis di novel ini.
Ketemu dan jadi sahabat itu destiny. Gak mau ngajak cewek lain kencan, karena si tokoh menunggu destiny-nya. Besok-besok kebelet ke WC ato laper doang dianggap destiny juga dah. #NyinyirDetected
Dan dari bertaburannya kata "destiny" yang ada di novel ini, 2 peristiwa ini sih yang ngasi momen "pffttt" :
Scene pertama:
"David, kenapa sih kita sering sekali bertemu walau kita tidak janjian?"
"Mungkin itu destiny?"
Bookkk...kalo emang ketemu gak sengaja di berbagai tempat bisa dianggap sebagai destiny, maka gw sama Stramaccioni pastilah destiny. Waktu dia datang ke Jakarta kemarin, kita sering ketemuan gak sengaja gitu. Dari ketemuan di lift ampe ketemuan di dekat toilet.
Jadi dia kah destiny saya? dear God, please make it come true. Mohon segera beri hidayah padanya agar sadar bahwa destiny-nya ada di Jakarta.
Eh bentar...
Waktu liburan ke Bali kemarin, saya juga sering ketemu sama Anang. Saking seringnya ketemu, teman saya ampe mikir kita kualat karena cabut kantor dengan alasan ikut pelatihan dan dikasi balasan berupa siksaan visual yaitu secara konstan ketemu pasangan (yang merasa diri) Kate & Will itu.
Jadi...apakah Anang (ato Ashanty?) akan menjadi destiny saya?
Dear God, I beg You please, dont! Jangan ampe se-mblegedes itu sih, pleaseee. Thank you, God. Amin.
Anyhoo, peristiwa ke-2 adalah ketika David beranggapan Maroon destiny-nya karena si Maroon ngomong "Christmas is family time" yang mana adalah kalimat paporit David ke ibunya.
Cyiiiinnn...kalo nyebut ucapan yang sama bisa dianggap destiny, maka ada berapa milyar orang di dunia ini yang jadi destiny saya waktu saya bilang : "Gw lapeeerrr" ato waktu saya bilang : "Kayak ketek badak nih sinyal" ?
Jadi sebenernya destiny saya ada berapa sih? Kok gak ada satu pun yang nongol? Hah? Hah?? Hah??? *dilemparBTS*
(PS : Hei...kamu yang baca review ini, pasti juga pernah ngucapin kalimat di atas kan? Ih berarti kamu juga destiny saya. Hayo atuh buruan pinang saya dengan bismillah dan sesendok berlian *kedipkedipcentil* #LaluDitujesPakeSabretooth)
Masih soal "ucapan-yang-sama-adalah-destiny", di halaman 178 ada part dimana David dan Donald mengucapkan kalimat yang sama. Berarti mereka destiny dong?
Setelah ngantuk maksimal, saya langsung excited pas nyampe di bagian ini.
Huwooww...apa buku ini akan berubah ke gay lit?
David dan Donald menyadari bahwa mereka destiny lalu naik kuda bersama menuju matahari terbenam sementara Maroon nangis suwe di belakang? (I also don't know why I had this lame vision).
Woww...Wowww.....Spekta sekali Yunisa ini. Twist yang kueren buanget. Sumpah saya meremehkan kemampuan dia.
Maka dengan semangat saya lanjut baca.
Dan kecewa karena ternyata tebakan saya salah.
Dia kembali ke plot cerita garing ala layar tancap, layar kaca, layar gelasnya dong :s
*pembaca kecewa* #YaMenurutLooooo
6. Karakter-karakternya yang unlikeable
Karakter David dan Donald itu dibikin terlalu sempurna ampe jatohnya malah jadi ilfil. Novel Harlequin aja, yang ceritanya manis banget ampe bikin semut kena diabetes, masih ngasi kekurangan di para tokoh cowoknya. Tokoh yang paling saya suka disini sih Olivia, adiknya Maroon.
Dan tokoh paling nyebelin itu jelaslah : Maroon!
Saya udah mulai ilfil pada tokoh ini sejak halaman 16 ketika terjadi dialog seperti ini antara Maroon dan ibunya :
I : "Di sini sebenarnya kan kuburan."
M : "I know and I'm not scared."
I : "Why?"
M : "Karena aku mau jadi dokter! Dokter kan tidak boleh takut!"
Euh...ada yang salah dari pernyataan itu. Dokter juga manusia kok yang boleh takut. Lagian tuh gelar juga gak bakal ngaruh apa-apa buat kuntilanak.
Kebayang deh kalo waktu ketemu saya bilang : "Oi Kunti, gw gak takut sama loe. Kan gw dokter."
Palingan juga si Kunti jawab : "Ya terus? Masalah buat gw? Buat temen-temen gw? Pfft...please deh, bwok!"
Lalu dia pergi sambil kibas rambut dan geal geol patpat (Ini kunti ato Inem sebenernya?)
Apalagi kalo ketemu Pocong. Bisa ngakak kejang dia kalo saya bilang saya dokter. Si Pocong bakal bilang : "Jadi loe dokter? Huahahaha...kesian banget ya loe. Gw cuma dibungkus kayak lontong gini udah punya puluhan film hits di bioskop. Lah loe, pake jas putih keren gitu, bawa stetoskop mahal-mahal, peran loe paling mentok cuma ngomong : "Maaf kami sudah berusaha maksimal...". Suster malah lebih canggih dari loe. Dia cuma ngesot doang udah bisa nge-hits gitu pelemnya. Huahaha...kasian loe, cuy!"
(PS : Dan sumpah ini bukan curcol. Bener-bener bukan kok! #YaAdaCurcolDikitSih)
Anehnya karakter si Maroon ini, dia gak takut sama kuburan di Westminster Abbey. Tapi takut sama kuburan Cina dan kuburan lokal.
Alasannya?
Karena yang dikuburin di Westminster itu pake pakaian rapi sementara di Indo dibungkus kayak lontong ato pake daster putih.
Bah!!! Dia lupa kalo Count Dracula dan Bloody Mary juga bajunya rapi. Tapi coba aja situ liat, mempan kagak gelar dokter situ kalo ngadepin si Tante Mary yang bedarah-darah itu. #KenapeGwYangSewot
7. Logic check
Sebenernya sih mbak Iyut udah ngebahas tentang logic check-nya. Tapi di blognya penulis menyarankan reviewer untuk logic check dan kasi kontribusi positif ke penulisnya, maka saya berusaha kasi kontribusi ke penulisnya. Mengenai apakah kontribusinya positif ato nggak, biar penulis saja yang menilai.
Ini mengenai 1 part yang belum (ato mungkin gak tega) ditulis sama mbak Iyut.
Part yang dimaksud ada di halaman 39, scene waktu Donald tersadar dari koma. Dan ini petikannya :
"Dokter, dokter, denyut jantung pasien mulai melemah!" perawat berteriak. Dua orang perawat dengan cekatan menyiapkan alat kejut listrik defibrillator...
===> Oh jadi denyut jantung melemah itu didefib ya, mbak? Gak liat dulu pola irama jantungnya gimana?
"...Dokter menempelkan defibrillator di atas dada pasien. Tidak ada reaksi. "Kita ulangi,"..."
===> Bookkk! Di-CPR dulu baru defib lagi. Itu mesin defibnya butuh waktu buat recharge dan sembari nunggu ya di-CPR dong ah.
"Bunyi detak jantung masih rata."
===> Haapppaaahhhh??? Rata anda bilang? Jadi dari tadi pasiennya udah rata alias garis lurus alias asystole? Ya terus kenapa didefib? CPR buruan!
Hiihh...!!! Minta didefib juga nih penulisnya.
"Kita coba sekali lagi! Naikkan tegangan!"
===> *tarik napas dalam* Mbak Yunisaaaa, defib itu tegangannya gak dinaikkan. Tentukan aja mo pake defibrillator yang monophasic ato biphasic. Yang bisa dinaikin itu cardioversi. Logic check dong, mbak! Logic check!
*kemudian bengek* *lupa buang napas* *sengaja dijelasin* :p
"...pasien tersentak dan sesaat kemudian detak jantung si pasien perlahan kembali normal...pasien lelaki berwajah tampan itu bangun dari komanya yang panjang."
...
Saya speechless .
Saran aja nih mbak penulis, kalo lain kali nekat mo nulis novel yang ada scene emergency-nya, coba kurangi nonton Grey's Anatomy dan Scrubs lalu perbanyak nonton ER ato House.
Sebenarnya ide dasar novel ini lumayan kok. Tapi kenapa eksekusinya bisa begini kacrut adalah misteri yang belum berhasil saya pecahkan.
Untuk nemuin jawabannya, saya mengikuti saran penulis untuk membaca ulang bukunya, karena "semakin dibaca ulang, kesannya jadi beda".
Bener sih apa yang dibilang itu.
Soalnya baca pertama kali bikin saya kasi 1 bintang, nah baca yang kedua malah turun jadi setengah bintang. Kesannya emang beda kok pas dibaca ulang. Semacam jadi makin keliatan garingnya gitu deh.
Sebenernya saya sih mau aja baca ulang untuk yang ketiga, keempat bahkan ampe 10x juga. Masalahnya, itu jatah bintang tinggal dikit. Khawatirnya kalo saya baca ulang tuh bintang malah jadi habis dan saya kudu bikin sistem rating baru.
Ya sebenernya gak papa juga sih bikin sistem rating baru, toh gak ribet juga. Tinggal nambah 1 shelf doang kok. Cuma saya masih bingung nentuin pake rating yang mana, apakah "
Kancut Rating System (pinjem istilahnya SinemaIndonesia)
ato
Eneg Rating System
(btw gambar diambil dari sini. Gak sempet putu sendiri soalnya)
Daripada kelamaan bingung, saya memutuskan menyudahi percobaan baca-ulang ini dan berhenti di 1/2 bintang saja.
Besides, this book worth its half star anyway.
Beneran kok! Coba deh baca blog penulisnya di post berjudul yang kena sensor. Saya sih bersyukur akan keberadaan editor di buku ini. Kalo nggak, entah bakal sepanjang apa review ini.
Jadi setengah bintang itu untuk para editor novel ini.
Bye the way, ampe akhir saya masih gak tau apakah kepo beneran bisa bunuh kucing #MasihNgototBahasKucing. Yang saya tahu, di akhir baca buku ini saya menemukan satu lagi persamaan saya dengan kucing yaitu : Gak ada kapoknya!
Saya juga gitu. Walopun keprimaan otak saya terancam tiap kali baca buku kacrut, tapi saya gak kapok untuk membaca buku kacrut. Karena menulis repiu kacrut sesungguhnya masturbasi otak.
Jadi sampai jumpa di repiu kacrut berikutnya (yang entah kapan).
Salam buku kacrut!
PS :
Terima kasih untuk siapa pun yang sudi membaca curhatan ini ampe akhir.
Maap kalo panjang banget. Saya emang gak jago nulis yang singkat, padat dan jelas. Saya jagonya emang ngoceh kayak gini.
Jadi makasi buat yang tahan baca ampe akhir.
Tapi saya punya pertanyaan buat anda/kalian :
"Anda gak ada kerjaan ya? Ngapain juga buang waktu baca ginian? Mending juga pacaran!
Eh apa anda jomblo? Aduh kacian. Ngenes ya hidupnya, blo?"
#BerlaluDenganSongong
#SambilGandengPacar
#YangAdalahBantal
.....
....
...
..
.
IYAAA...IYAAA...SAYA JUGA JOMBLO! SAYA JUGA NGENES!
PUASSS??? HAH? HAH?? HAH???
BUBAAARRR!!! WHOOSAAAHHHH....
Ebuset... ini postingan panjang bener yak....
ReplyDeleteSumpah Wi.... kamu emang nyinyir banget jadi orang *ditendang ampe kutub utara* semua urusan dibahas tuntas... tas... tas...
Etapi... bisa minta itu terjemahan masalah santan??? Masalahnya kita di Maluku Utara tapi ngana di Maluku. So ada beda to??? Jadi kita tra mengerti ngana bicara apa... :p (masih belum lancar bok bicara bahasa sini)
Dua hal yang pasti setelah diriku membaca postingan ini adalah...
1. rasa penasarannya berkurang dikit, tapi tetep nggak kapok pengen baca.
2. I could never see santan the same way again mulai detik ini (12 July 2012 07:18 WIT)pasca membaca potinganmu....
Menjawab pertanyaan akhir : Ya... saya jomblo... Ehm... enggak tuh... Saya punya kerja kok.... Mau liat surat tugas saya kalau situ gak percaya??? :p
*setelah ini si Dewi pasti beneran langsung nendang diriku sampai ke kutub Utara*
Haghsghaghaghag *keselek bsygon*
ReplyDeleteaku juga pernah jafi korban nih gara2 kepo, temn pernah nggak sengaja tangannys terluka gara2 Steples eh krn pengen tau rasanya nyeteples tangan sendiri :))
jadi tambh g mau baca bukunya, sebelumnya sih eneng baca blognya ttg penjelasan atau pembelaan dsb, mencobah lah apakah bener2 g ada bagusnya? soalnya ak masih percaya kalo buku itu diterbitkan sama penerbit besar pula dan bisa mengalahkan beribu2 naskah pasti ada dong specialnya, tapi malah terlihat dia narsis, sombong, kalo karya dia perfect
kalimat terakhir reviemnya nyindir banget T.T *jodoh mana jodoh*
ketawa lagi ah
ReplyDeletehahahahahahahahha
Kalem, put. Belum ditendang dulu kok.
ReplyDeletePanjang?
Wuakakaka.....gak seberapa panjang dibandingkan draft awalnya yg ampe 25 page word. Kalo postingan ini sih cuma 13 page word aja. *siul siul*
Ih...aku bukan orang yang nyinyir kok. Wong anteng gini orangnya. Itu smuanya kan kritik membangun *membangun rasa kesal maksudnya*
Hah?
Bentar, put. Kamu udah 6 bulan disana masih gak lancar bahasa sana?
Ih...ngapain sih? Pacaran kagak, ngeronda kagak, masih gak lancar bahasanya. (Buahaha....ini kayaknya aku duluan yg ditendang ke timbuktu)
Di sana bahasanya pake ngana ya? Kayak Manado dong ya? Klo di Maluku kan lebih ke bugis.
Di terjemahin jad gini, put :
"Kenapa si X mo kawin sm Y ya? Kan barangnya udah keriput, keseringan diperas. Udah gak bisa jadi anak lagi, paling cuma bisa jadi santan."
Yak demikianlah penjelasan bu guru, put. *pasang muka kalem*
2. I could never see santan the same way again mulai detik ini (12 July 2012 07:18 WIT)pasca membaca postinganmu....
==========>
Wuahahaha.......itulah tujuanku menceritakan. Biar ada yg ikutan eneg.
Oh...ada kerjaan toh, put? Kok gak kerja? Bolos ya? #lempeng
Eh btw pertanyaan terakhir belum dijawab : Ngenes gak hidupnya, blo?
#LariTunggangLanggang
#SebelumDikepretPutri
@Sulis : Eh aku juga pernah steples tangan sendiri. #nundukminder
ReplyDeletesaya juga belum nemu jodoh kok, lis. *nunduk makin minder*
@Tezar : maaaassss.....udahan dong ngakaknyaaa :))
kalo dibilang saya jomblo, nggak juga. saya baca review ini sambil nunggu suami menjemput :p
ReplyDeletedan saya akhirnya bisa menyambut suami dengan senyuman lebih cerah dari biasanya, karena abis ngakak baca lawakan dokter lewat MD ini...
thanks, dok, untuk ga menghapus reviewnya di sini ;)
Muahahhahahaha..
ReplyDeleteMba Dewiii.. Gokilllll.....
Eh btw, ada lg tuh kalimat anehnya "bunyi detak jantung masih rata".. Bunyi kok rata? :))
aku tahu blog ini dari postingan di grup fb bebi hehe
ReplyDeletekocak yak ternyata ripiunya...
jadi penasaran sejelak itukah bukunya mbak yunisa ini? kslo iya, adalah benar kalo ada yang nanya "ada apa dengan GPU?"
eniwei, salam kenal mbak dewi :)
ripiu yang jujur dan detail...
segitu sebelnya ya mba..hehe..
ReplyDeleteblogwalking...
reviewnya lucu...
wkwkwwk... ngakak abis baca reviewnya :)
ReplyDeleteYa Alloh ketawa guling2 di pagi hari.. Bwahahahaha..
ReplyDeleteBuat semua yang udah ngakak bacanya, makasi ya :D
ReplyDelete@selebvi : err...tujuan review ini sih supaya penasaran dan tertarik baca bukunya. Jadi apakah aku berhasil?
@fiberia : kliatannya sebel ya? Padahal saya nulisnya gak sambil sebel lho
Lagi-lagi manusia yang menganggap profesi dokter = profesi dewa
ReplyDeleteAhahhaa... Nice repiu btw. :D
Sepertinya lebih menarik reviewnya daripada bukunya
ReplyDeletehahaha
aw aw aw aw...ini toh postingan yg katanya cetar membahana itu wkwkwkwkwkwk ngakak guling2 gw baca review ini mba *geleng2*
ReplyDeletesejujurnya gw penasaran dengan buku biru ini..tpi rasanya baca reviewmu sudah cukup deh mba..hahaha
btw kalo si penulis liat review ini gimana yaaa? *penasaran*
Udah liat kok, sy.
DeleteKan dia tahu kasus aku sama fans setianya ituh di gudrits. Dia malah memuji si fans tersebut
astagaa aku kelewatan berita heboh dong yaa :D
Deletekasian-kasian... *ipin-upin mode* hahahhaah
ReplyDeletewakakakakka
ReplyDeletembak Dewi, saya tuh baca ripiu ini krn lagi bete ama bos di suruh-suruh yg ga jelas, makanya saya baca repiu ini
eh sayang ga liat mbak Dewi vs fans-nya buku ini (seru ga? *kepo*)
hah beneran ketemu ama Strama pas Inter datang? ganteng kah dia kaya di foto? biasanya kan foto suka ada efek sinar atau apa githu?
Syukur deh kalo bisa menghibur bete-mu, Lin:))
DeleteKeramean dengan dek Bunga itu? Ada kok jejaknya di Gudrits, pas di bagian komennya. Tapi yah, itu kalo dikau betah baca komen2 yang puanjaaaanggg sih.
Strama mah gampang ketemunya kemarin. Asal mau nongkrong di hotelnya,pasti ketemu sama Strama. Yg susah ketemu playernya, soalnya banyak sekuriti.
Dan strama itu....ganteeeeeeeennnnggggggggg X)
Setelah sempat, "baca gak nyinyiran ini, baca gak ya...." lalu saya tinggal masak, baru setelah itu saya baca dan booooom. Ngikik pagi2 sambil nepokin jidat :v astaga dragoooooooon, saya sudah liat sendiri page penulis dan saya juga cuman bisa senyum-senyum. Comparing books, kaget. Liat buku yang pernah dia rate, senyum lagi. Saya jadi kagum dengan orang yang jaga perpus dan cuman bisa hampa saja melihat orang2 baca buku apa (oke terus? maaf, cuekin, curcol)
ReplyDeleteBenar berarti firasat saya kalo orang ini conservative :3 Saya akhirnya ngerti kenapa orang di twitter sering nyinyirin ini orang. Uoooo tinggal ke goodreads dan lihat dek Bunga atau siapa itu dan rasa penasaran saya akan terpenuhi \o/
Maaf, Mide. Aku bingung hubungannya sama orang jaga perpus.
DeleteLalu...sudah kenal sama dek Bunga? :D
frontalnyaaaa MAKNYUS! hahaha keren2. Nah kamu baca yang gitu aja ud dicecar abis2an. Nah blm pernah baca fanfiction kpop tentang pasangan homo, hbgn intim anal, lalu yg dianali itu mendadak hamil. -_- dedemit aja ogah bgt digituin. Q suka caramu ungkapin pendapatmu dg caramu yg luhas, pedes tp bkin ngakak nungging2. Dan kenarsisannya bikin mendadak pngen ke wc. Obat pencahar ja kalah cpt ni efeknya. Dan si penulis itu blg dy benci dan brown? Plis deh, dan brown g asal ngebacot. Novel dy fiksi tp berdasarkan fakta. Sok2an keren. -_- btw, yg kunti ktmu dokter bkin q ngakak ampe kselek keset welcome. XD q emg lg nganggur, jd q bc ini meskipun ud tahun lalu. Oh ya, dy mw nyoba nulis kalimat2 puitis? Q suka bgt DEE. Bahasanya n alur crita agak berat, terutama supernova buku 1, tp kalimat2nya menyihir q. Well, intinya q suka frontalanmu. ^^d
ReplyDeletefanfiction kpop tentang pasangan homo, hbgn intim anal, lalu yg dianali itu mendadak hamil ===> Muahahaha....saya malah jadi ngakak bacanya.
DeleteTapi kalo plot kayak gitu jadi buku dan saya baca sih iya, kayaknya bakal saya kacrutin juga. Kalo masih dalam bentuk fanfic online, saya cenderung diem sih.
Hahaha....makasi udah suka sama kefrontalanku. Samaan, aku juga suka Dee
Mbaaaak...aku ngikik2 di kantor gegara baca ripiunya. Lebih pengen nerusin baca ripiunya #BelonSeleseBacaUdahGatelPengenKomen daripada baca novelnya, wakakakak..
ReplyDeletembakkkk.. aku jadi penasaran sama bukunya gara-gara baca review curcolnya.. hahahaha apa bakalan stres nggak ya kalo aku baca, soalnya otakku sering nggak prima..
ReplyDelete