Judul : In A Blue Moon
Penulis : Ilana Tan
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Ilustrasi dan Desain Cover : Kitty Felicia Ramadhani
ISBN : 978-602-03-1462-4
Tahun terbit : 2015
320 hlm; 20 cm
Rating : 2,5 bintang
"Aku sudah menemukan tunanganmu," kata kakeknya kepada Lucas Ford di suatu sore.
Usut punya usut, ternyata sang kakek sudah lama berniat menjodohkan Lucas dengan cucu sahabatnya.
Awalnya Lucas gak setuju dengan ide tunangan ini. Tapi berubah begitu tahu kalo tunangan yang dimaksud adalah Sophie Wilson yang merupakan teman SMA Lucas. Mereka terakhir bertemu 10 tahun lalu.
Tapi sang gadis membenci Lucas sejak dulu. Dan rupanya kebencian itu masih bertahan sampai sekarang.
Lucas pun mulai mendekati Sophie. Bukan karena mengikuti keinginan kakek, tapi karena dia ingin mengubah pendapat Sophie tentang dirinya. Juga karena rasa suka yang masih bersemayam di hatinya terhadap gadis itu bahkan setelah sekian lama berpisah. Masalahnya mengubah opini seseorang atas diri kita itu nggak mudah (boleh tanyakan ke Jokowi kalo nggak percaya #salahtempatoy). Apalagi ketika dia harus bersaing dengan Adrian, mantan pacar Sophie yang pengen rujuk dengan gadis itu.
“Aku bersedia melakukan apa pun agar kau tetap berada di sisiku, bersamaku, selama kau juga menginginkan hal yang sama.”Seseorang yang -let's say- prominent di dunia perbukuan lokal pernah bilang kalo kelebihan novel-novel Ilana Tan terletak pada kesederhanaannya. Less is more, kata beliau.
(Lucas Ford)
Kalo tolak(ato tolok?) ukurnya kesederhanaan, maka anda emang gak bisa mendapatkan yang lebih simpel dari In A Blue Moon.
Gak usahlah kita bahas gaya tulisan dan diksi Ilana Tan. Memang sudah pengetahuan umum kalo gaya nulisnya 'biasa'. Gak ada kalimat berbunga-bunga yang puitis nan ribet di novel-novel Ilana. Semuanya ringkas, bersih, manis. Singkatnya : sederhana.
Saya gak ada masalah dengan diksi sederhana ala Ilana.
Yang saya gak sreg adalah isi cerita itu sendiri. Kisah di novel ini simpeeell banget. Benar-benar cuma perjalanan kisah dua orang yang belajar untuk saling mengenal. Gak ada konflik yang berarti di novel ini. Kehadiran Adrian dan Miranda sebagai pihak ketiga pun gak menimbulkan konflik seru.
Yaaa akibatnya selama membaca novel ini saya ngerasanya datar aja. Gak bosen sih memang (karena gaya nulis Ilana emang enak dikunyah), tapi juga gak bikin saya excited untuk tahu kelanjutan kisahnya. Biasa aja gitu.
Kalo pun misalnya saya terputus membacanya dan gak bisa ngelanjutin, saya juga gak bakal penasaran sama kelanjutan ceritanya. Ya abis predictable bangeeettt.
"Bahwa kau hanya gadis biasa yang berpotongan tubuh kecil dan cukup manis kalau tidak sedang memberengut. Kau tidak tinggi semampai dan tidak memiliki tampang eksotis. Benar-benar biasa. Kau mungkin tidak sempurna, tapi kau sempurna untukku."Dan bukan hanya jalan ceritanya yang mudah diprediksi. Kelakuan tokoh-tokohnya pun begitu. Saya merasa gak ada perubahan karakter yang berarti dari kedua tokoh utama.
(Lucas Ford)
Tema benci jadi cinta? Oh please....dari awal juga kebaca kalo yang dirasakan Sophie dan Lucas terhadap satu sama lain bukanlah benci. Jauuh dari itu. Ini mah tentang remaja cowok yang suka sama cewek tapi gengsi nunjukkin. Dan tentang cewek dewasa yang dari awal udah suka sama cowoknya tapi gengsi ngakuin. Bottom line-nya sih sama : suka dari awal.
Buat saya, Lucas dan Sophie yang saya temui di bab pertama, masih sama dengan Lucas dan Sophie yang ada di halaman terakhir. Ya wajar sih. Wong gak ada juga konflik gede yang membuat mereka berubah.
Tapi ini membuat Lucas dan Sophie jadi ngebosenin buat saya. Semacam karakter 1 dimensi lah.
Padahal buat saya sih, karakter Sophie itu rada...apa ya...kekanakan (?). Oh well...itu bukan istilah yang tepat sih, tapi saya juga belum nemu istilah yang cocok. Pokoknya di awal buku saya gemas sama karakter Sophie yang suka sok gengsi gak jelas dan ehm...lemot. Yaaa gimana gak lemot kalo dia gak ngeh bahwa Lucas suka sama dia (padahal sinyalnya jelas banget) dan Adrian berniat rujuk. Kelebihannya? Sophie's cool. She's really a girlfriend material and I can see why Lucas falls for her.
Kalo Lucas sih sepertinya karakter yang sempurna. Selain kesalahannya di masa lalu ke Sophie (yang mana saya gak mau komen ini kesalahan yang penting ato gak), gak ada kekurangannya nih orang. Adrian dan Miranda sebagai antagonis? Ini mah antagonis gak niat. Kedua abang Sophie yang katanya protektif? Yah apalagi itu. Datar deh -__-
Pernah baca novel-novel Harlequin (seenggaknya yang diterbitkan GPU)? Menurutmu novel-novel HQ seru ndak? Kalo menurutmu ndak, nah buat saya novel ini masih kalah seru dibandingkan Harlequin. Padahal novel-novel HQ lebih tipis.
Tapi mungkin memang gak semua novel itu harus seru. Mungkin beberapa memang menarik justru karena kesederhanaannya. Di antara maraknya novel dengan jalan cerita dramatis, diksi yang puitis, atau karakter tokoh yang ribet, kesederhanaan ala In A Blue Moon mungkin memang menyegarkan.
"Dengar, anak laki - laki yang dulu membuat hidupmu susah memang aku. Tapi orang yang tadi kau lihat di dalam sana itu juga aku. Manusia bisa berubah, Sophie."So...novel ini jelek gak?
(Lucas Ford)
Buat saya sih nggak. Tapi juga gak bisa membuat saya bilang novel ini bagus dan layak diganjar 3 bintang.
Nope. Buat saya, cukup 2 bintang untuk novel ini yang artinya : 'biasa aja'. Yah ditambah setengah bintang deh buat covernya yang cantik itu.
Oh...berhubung nyebut 'biasa aja', saya jadi ingat kalo di kalangan fans JKT48, ada frasa yang terkenal yaitu : "Ve Biasa Aja".
Ada kisah tersendiri di balik frase itu (yang mana gak penting dibahas di sini), tapi pokoknya frase itu mengacu pada seseorang/sesuatu yang dianggap overrated.
Kenapa saya mengungkit frase itu?
Well...saya udah baca semua novel Ilana Tan sejauh ini. Kisah 4 musim itu gak jelek sih buat saya. Tapi toh juga tidak se-impressive itu. Walo saya akui kalo kisah 4 musim bikin saya penasaran membaca novel Ilana yang berikutnya karena yah...saya penasaran kenapa banyak pembaca yang berbeda pendapat dengan saya mengenai tetralogi itu.
Lalu saya membaca Sunshine Becomes You yang...ah sudahlah. Nanti saja saya tuliskan pendapat lengkap saya di review buku yang bersangkutan (itu pun kalo mood nulis reviewnya).
Dan terakhir saya membaca In A Blue Moon ini.
Dari semua novel yang sudah saya baca itu, bisa lah saya simpulkan kalo (seenggaknya) untuk saya : "Ilana Tan Biasa Aja".
:3
Setuju banget! Terus terang saya baca 4 buku Ilana Tan sebelumnya gegara kehebohannya luar biasa dan sampai akhir, ga nemu keluarbiasaannya dimana (malah greget ma tokoh2nya yg gt2 aja). Tapi, emang gak jelek,nyatanya habis juga lalap empat buku. Mungkin emang bukan temen minum teh saya.
ReplyDeleteTrims buat reviewnya, jadi makin yakin buat gak perlu gentayangan di perpustakaan buat nyari buku ini dan sunshine becomes you. Well, mungkin ampe gak ada buku lain yang lebih ok
DeleteSama-sama, mbak Eka. Well...mungkin selera kita beda sih, mbak. Coba baca aja yang ini ato SBY :D
DeleteSaya setuju dengan seseorang itu. Kelebihan novel Ilana memang terletak pada kesederhanaannya.
ReplyDeletebebas sih.
Deletetapi jujur aja, aku mikir seandainya penulisnya bukan ilana, seandainya IABM ditulis oleh penulis gak populer, aku gak yakin sih novel ini bakal terbit. Apalagi dapat hype sebesar ini.
Ok, this one... i couldnt help but agree with you
DeleteAku ninggalin emote unyu ini aja deh ya budok. :3
ReplyDeletehahaha...okay, nis
Deletebuku karangan Ilana Tan emang enak dibaca
ReplyDeleteAku juga rasa konfliknya datar banget. Secara... settingnya di New York.. ya aku ekspektasinya agak tinggi.. ternyata , jarang dieksplor settingnya, atmosfirnya juga nggak terasa. Aku ngerasa Ilana Tan agak maksa pake bahasa indonesia melulu di bukunya padahal ada tokohnya yang purely orang amrik dan jokes nya garing banget di translate ke Indonesia. Karakternya kalah memorable dari karakter yg "agak" berhubungan.. di Sunshine Becomes You... Karakternya nggak punya ... depth gitu lho, jadi mau simpati susah, kaya kita nggak begitu mengenal karakternya juga...
ReplyDelete