Friday, May 10, 2013

The Future of Our Past

Data Buku:
Judul : The Future Of Our Past (The Remembrance Trilogy #1)
Penulis : Kahlen Aymes
Penerbit : Telemachus Press
Tahun Terbit : 2012
Bahasa : Inggris
Rating : 2 out of 5 stars

Dari sejak Januari kemarin, progress bacaan saya berkurang sangat dratis *sigh*. Bukan karena saya bosan membaca, tapi karena saya menemukan keasyikan baru yaitu : membaca fanfic; ato lebih tepatnya : membaca fanfic Twilight. Huahahaha..... X)

Berkat hobi baru ini saya jadi tahu kalo ada banyak novel yang berawal dari fanfiction Twilight, bukan hanya Fifty Shades of Grey yang fenomenal itu. Oh iya...saya punya lho Fifty Shades of Grey dalam versi fanficnya #pamer (padahal bukan hal yang bisa dipamerkan juga). Sayangnya, hobi baru ini berakibat pada memprihatikannya progress berbagai reading challenge yang saya ikuti. Praktis gak ada reading challenge yang diupdate sejak bulan Februari 2013 (_ _").

Jadi...demi kemaslahatan umat (apa hubungannya?) dan terutama blog ini, saya pun beralih membaca novel - novel yang diangkat dari fanfiction. Salah satunya tentu saja novel ini. Lalu demi terciptanya review obkejtif yang berimbang dan gemah ripah loh jinawi (pret!), maka dengan kurang-kerjaan dan buang-waktunya saya memutuskan untuk baca cerita ini 2x yaitu dalam versi fanfiction dan versi novel.

Saya kasi sinopsis singkatnya dulu ya :
Julia dan Ryan udah bersahabat sejak awal masuk college. Diam-diam mereka saling suka, tapi gak ada yang mau ngaku. Klasiklah, masing-masing takut kalo ternyata ini cuma cinta sepihak dan akhirnya persahabatan mereka bakal awkward dan berakhir.
Tapi situasi status quo ini harus berakhir saat mereka udah selesai college dan keduanya mesti pindah ke kota yang berbeda demi mengejar impian.
Soon, they're forced to face the undeniable truth of their deeper feelings.
Lalu gimana kesan saya setelah baca 2x? Hmm...saya lebih suka versi fanfiction.
Salah satu keasyikan membaca fanfiction adalah karena para tokohnya familiar bagi pembaca. Saat penulis fanfic menyebut kedua tokohnya bernama Edward & Bella, tanpa perlu bersusah payah pembaca langsung bisa membayangkan karakter fisik Edward dan Bella beserta sifat mereka. Jadi penulis tak perlu berpanjang-panjang membuat karakterisasi. Sepertinya Ms. Aymes lupa pada hal kecil ini dan gak berusaha memberi character description (di luar fisik) yang lebih jelas pada tokoh-tokohnya di novel.

Fanfiction juga memudahkan penulis dalam hal chemistry. Yaa...bayangin aja, kalo penulis pake nama karakter seperti Edward dan Bella dalam ceritanya maka tanpa perlu berpayah-payah membangun romantisme, pembaca bisa membayangkan seberapa besar perasaan yang ada di antara kedua tokoh. Coba kalo nama tokoh diganti jadi Paijo dan Tukiyem, lalu di halaman pertama anda baca si Paijo gundah gulana karena bakal pisah sama Tukiyem tanpa ada latar belakang cerita, jatuhnya anda bakal bete sama Paijo kan?

Begitu jugalah yang terjadi pada novel ini. Saat nama tokohnya masih Edward, saya ngerti galaunya Edward waktu dia tahu bakal pindah ke Boston dan berpisah dengan Bella.
Tapi waktu nama tokoh berganti jadi Ryan, saya gagal paham kenapa Ryan kudu segitu emo-nya berpisah dengan Julia. Dan bukannya kasih adegan yang menunjukkan kuatnya chemistry Ryan dan Julia, penulis malah sibuk nunjukkin gimana Ryan dan Julia tenggelam dalam aura mellow dan depresi karena perpisahan mereka. *sigh*
Mbok ya penulisnya tunjukkin gitu lhooo apa sih point plusnya Julia sampe seorang Ryan (yang digambarkan ganteng buanget, tajir, dan pinter buanget -in short kualitas unggul-) ampe segitu termehek-meheknya sama dia.

Saya pikir ketika cerita bergulir sampe ke bagian Julia dan Ryan akhirnya jadian, bakal ada reaksi kimia baru yang terbentuk. Ternyata enggak doongg. Bukannya menciptakan scene yang cute dan romantic, penulis malah membuat kedua tokoh ini jadi sepasang sex-crazed rabbit yang pake batterai energizer sebagai sumber tenaganya (you know...the "bertahan lebih lama" tagline and "panjang dan lama" tagline *eh itu mah tagline choki-choki). Iya bener, hampir sepanjang adegan antara Ryan dan Julia itu kalo bukan whining soal kangennya, yaa adegan sex mereka. Boseen.

Padahal sementara mereka sibuk humping, saya juga sibuk mencari tahu apa yang bikin kedua orang ini segitu hornynya. Apa mereka menelan magnet yang menarik satu sama lain? IMO seandainya itu adegan dibikin Ryan humping sama Tukiyem dan Julia panjat-panjatan sama Paijo, feelnya bakal sama aja kok : Datar! Gagal banget deh chemistry-nya.
Dan saya pun jadi membandingkan dengan fanficnya (lagi). Again, kalo Edward dan Bella yang digambarkan sibuk humping each other sih saya kalem aja deh. Sedunia juga tahu kalo dua orang itu emang gak punya misi lain kok dalam hidup ini. #PardonMyCynism #I'mStillATwihardbyetheway #SeriouslyIAm #pfftt

Lalu penulisannya itu lhoo...repetitif sekaliii #tepokjidat. Dari narasi kedua tokoh juga saya tahu kalo mereka berdua saling cinta (buanget), haruskah dialog "i-love-you", "i-love-you-more" dan "i-love-you-most' diulang berkali-kali?  It's cute at first, tapi setelah lebih dari 10x baca dialog serupa rasanya jadi pengen teriak : "IYEEE....tauuu! Loe udah bilang tadii!".

Trus dialog lain yang ada di buku ini....ya alakazam...basi bangeeeetttttt. Keju yang udah kadaluwarsa setahun, dijemur di terik matahari Sahara dan direndam di lautan luka dalam pun masih kalah basi daripada dialog di buku ini.
- "Oh, babe, I fucking love you so much, it doesn't seem like I could love you more, but somehow I do every day..." ===> Okeh...ini mungkin sweet awalnya. Tapi setelah diulang 15x, yang ada saya eneg.
- “I love you, do you hear me? I can't breathe without you.” ===> Lalu selama 18 tahun sebelum ketemu dia, situ bernapasnya gimana?
- “You're so damn perfect you shouldn't even exist. Just...look at you.”===> Ini juga kalimat yang paling sering diulang. Dan lucunya, saya masih gagal ngeliat "perfect"nya sang kekasih itu di mana.

Ada satu lagi yang membuat versi fanfic lebih mending daripada novel, yaitu : jumlah halaman.
Jadi gini, kalo baca fanficnya di setengah bagian pertama emang soal happy time Ryan dan Julia saat mereka baru pacaran, jadi nuansanya light dan fluffy. Konflik utama yang (lumayan) seru itu baru muncul di setengah bagian akhir.
Di novel, kedua bagian ini dipisah dan masing-masing dijadikan 1 buku tersendiri. So saat baca buku pertama ini, yang didapat adalah cerita yang sangaaatt ringan dan dangkal tanpa konflik sedikit pun. Emang ngebosenin banget.
Untungnya sang editor cukup pintar dengan meninggalkan cliffhanger di akhir buku ke-1 yang berpotensi membuat pembaca (termasuk saya yang udah baca fanficnya) penasaran untuk lanjut membaca buku ke-2.

With that being said, then yep I'm gonna read the second book.
Di sisi lain, saya jadi mikir jangan-jangan emang baca fanfic itu lebih enak daripada baca novelnya? Jangan-jangan kalo saya baca versi fanficnya Fifty Shades of Grey saya malah bakal suka banget dan kasi 5 stars? Apa saya harus coba baca ya? #mikir

11 comments :

  1. Hihi.. Aku dulu suka baca fanfic juga, tapi tentang Suju dll. Emang sih ceritanya bagus2 tapi trus jadi bingung bedain mana yang fiction mana yang reality. Ahahaha #otakblee

    ReplyDelete
  2. PERTAMAXXX #masihberlakupertamaxnggasih??? Hahaha...
    Nah ini, aku punya temen yg kerjaannya selain ngajar kayak aku, juga baca fanfic. Sudah ku influence novel ini itu bagus, tetep aja nyari fanfic. Owh, jadi gitu ya alasan bu dokter melupakan novel dan berpaling ke fanfic? #manggut2

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahaha....fanfic itu addictive,mbak.Beneraann. Tapi aku terbatas ke fanfic film ato komik sih.

      Delete
  3. Fanfic ngeganggu reading challenge? Aku setujuuuuhhh muhehehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ow...tirta suka fanfic juga ya? Horee....ada temennya X)

      Delete
  4. Saya juga suka baca fanfic dan sering menomerduakan novel gara2 fanfic
    Soalnya kalo saya sih, kelebihan fanfic tu, bisa baca lewat hape sambil gulung2 di kasur, kalo baca novel, palagi bentuk buku, pegel kalo sambil tiduran XD
    Tapi baru akhir2 ini saya tau kalo ada buku2 yg dterbitkan berdasar dari fanfic *kuper*

    Anyway, salam kenal ya ^_^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Itu jugaaa,mbak.Salah satu keenakan fanfic yaa karena bisa baca dari hp. Dan hp lebih ringan drpd e-reader X)

      Salam kenal, mbak. Suka baca fanfic apa aja nih?:)

      Delete
  5. iyaaa, baca fanfic apalagi macam saya yg suka shipping character (eh bukan shipping dalam arti kiriman paket yah tapi relationship) itu asyik dan jadi lupa kalau timbunan buku ampir jadi gunung es saking banyaknya. Ga bisa nolak distraksi kalau udah buka internet.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Dikau suka ngeshipping ya,lin? Aku sih enggak. Aku lbh suka canon pairing aja. Selalu kerasa "off" kalo baca shipping yg macem2

      ps :aturan canon ini ndak berlaku utk shipping Legolas-Aragorn. AraLeg rocks! :))

      Delete
  6. wah, aku kok kayanya kalo denger 'fanfic novel' udah ilfil duluan ya? =___= habisnya kayanya merusak bayangan-bayangan tokoh yang sudah ada di kepala ini dan mengambil ide orang lain..... #halah
    mungkin karena belom nemu fanfic yang sangat bagus sekali dan memikat kali yah (.___.) jadi penasaran :/ mungkin harus mencoba baca2 lagi ya fanfic2..? *ini kegiatan yang direkomendasi atau tidak ya? hahaha*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalo soal merusak bayangan tokoh, mungkin aja. Karena emang banyak fanfic yg bikin karakter dgn karakter yg jauuuhh dari karakter asli. Yaa kayak fifty shades of grey gitu.

      Soal mengambil ide, bisa ya dan bisa enggak juga. Banyak kok fanfic2 kreatif di luar sana.

      Tapi aku gak merekomendasiin kamu baca fanfic.Jangan pokoknyaaa. Nanti ketagihan X).
      Btw udah pernah coba baca fanfic kah?Baca apa sebelumnya?

      Delete